Artikel ini membahas peran perempuan di balik Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda II yang jarang dibicarakan dalam rangka memeriahkan peringatan Hari Sumpah Pemuda 2021.
Kalo lo ingin ditemani audio pas lagi baca, silahkan play video di bawah ini:
Hai sobat Zenius, kembali lagi bersama gue, Grace! Hari ini kita memperingati salah satu momen bersejarah yang sangat penting bagi bangsa kita. Di tanggal yang sama, sekitar 93 tahun yang lalu, leluhur kita bersama-sama berkumpul mengikrarkan sebuah sumpah yang berbunyi sebagai berikut.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar yang lahir dari hasil Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 27-28 Oktober 1928 ini telah mempersatukan bangsa Indonesia yang memiliki berbagai latar belakang dan budaya. Peristiwa ini begitu penting dan besar dampaknya terhadap perjuangan dan pembentukan Indonesia. Pemerintah Indonesia pun menetapkan Hari Sumpah Pemuda jatuh setiap pada tanggal 28 Oktober melalui Keppres No. 316 th 1959 pada tanggal 16 Desember 1959.
Sobat Zenius, kemungkinan besar lo pernah atau akan mempelajari peristiwa Kongres Pemuda II dan Sumpah Pemuda melalui pelajaran sejarah di sekolah. Namun, biasanya peristiwa ini dijelaskan secara singkat saja sehingga ada kemungkinan bahwa lo nggak sadar kalo sebenarnya ada beberapa tokoh perempuan di balik Sumpah Pemuda yang ikut berperan dalam kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda. Siapa saja ya mereka dan apa perannya? Yuk kita cari tahu bareng-bareng.
Kehadiran Perempuan di balik Sumpah Pemuda
Kongres Pemuda II yang berskala nasional ini dihadiri berbagai organisasi kepemudaan yang berasal dari berbagai daerah koloni Hindia Belanda. Kongres yang diketuai oleh Sugondo Joyopuspito ini berlangsung dalam tiga tahap rapat di tiga gedung berbeda yaitu gedung Katholieke Jongenlingen Bond di Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng), lalu dipindahkan ke Oost Java Bioscoop di Koningsplein Noord (sekarang Jalan Medan Merdeka Utara), dan kemudian Gedung Kramat 106 (sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda) untuk rapat ketiga sekaligus penutupan rapat.
Diperkirakan lebih dari 700 pemuda hadir di Gedung Kramat 106 walau hanya 82 orang saja yang tercatat sebagai peserta kongres. Nah, dari orang-orang yang tercatat sebagai peserta kongres, enam orang adalah perempuan:Dien Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari. Sedangkan menurut kesaksian Wage Rudolf Supratman, paling tidak ada sepuluh perempuan yang hadir.
Baca juga: Sumpah Pemuda: Mengapa Bahasa Indonesia yang Dipilih Sebagai Bahasa Persatuan?
Peran Perempuan di balik Sumpah Pemuda
Lalu kira-kira apa ya yang dilakukan tokoh-tokoh perempuan hebat tersebut? Apa peran mereka di kongres yang pada akhirnya mengikrarkan Sumpah Pemuda? Coba kita bahas beberapa dari tokoh-tokoh hebat tersebut ya.
Siti Soendari
Pertama, ada Siti Soendari yang merupakan adik bungsu dr. Soetomo. Siti bukanlah seorang perempuan biasa. Beliau berasal dari kalangan Jawa elit dan berhasil menempuh pendidikan tinggi dengan gelar Meester in de Ritchen (Sarjana Hukum) di Universitas Leiden di Belanda pada tahun 1934. Pada masa itu, tidak mudah bagi perempuan untuk bisa mengenyam pendidikan yang tinggi. Bahkan, Siti adalah perempuan ke-2 yang berhasil mendapatkan gelar tersebut. Selain berhasil dalam pendidikan, Siti juga pernah menjabat sebagai direktur bank.
Di Kongres Pemuda II, Siti berpidato soal rasa cinta Tanah Air. Beliau menekankan bahwa rasa cinta tanah air harus ditanamkan pada perempuan sejak kecil, tidak hanya pada laki-laki saja. Saat itu Siti berpidato dalam bahasa Belanda sehingga Muhammad Yamin selaku Sekretaris Kongres Pemuda II menerjemahkan pidato Siti.
Emma Poeradiredja
Kedua, ada Emma Poeradiredja. Beliau merupakan tokoh perempuan yang mengenyam pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Selama hidupnya, beliau aktif dalam berbagai organisasi yang bergerak di bidang perjuangan kemerdekaan Indonesia dan kesetaraan perempuan. Beliau juga pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung dan anggota DPR/MPR Indonesia. Di Kongres Pemuda II, Emma yang menjabat sebagai Ketua Cabang Bandung Jong Islamieten Bond berpidato mengenai peran para perempuan agar terlihat tidak hanya dalam pembicaraan pergerakan namun juga dengan perbuatan.
Pada hari Selasa, 29 Juni 2021, Museum Sumpah Pemuda mengadakan pameran daring “Emma Poeradiredja – Pejuang Wanita Dari Bumi Pasundan”. Walau pameran tersebut sudah lewat, lo masih bisa nonton video pembukaan pameran itu dari kanal Muspada (Akun YouTube resmi Museum Sumpah Pemuda) yang menceritakan kisah perjuangan Emma Poeradiredja yang tidak hanya ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan kesetaraan perempuan. Video ini merupakan pembukaan dari pameran daring “Emma Poeradiredja – Pejuang Wanita Dari Bumi Pasundan” yang dimeriahkan oleh Ibu Amarawati Poeradiredja (Keluarga Emma Poeradiredja), Sumardiansyah (Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia), dan Pertunjukan Kesenian Musik dan Tari oleh Saung Angklung Udjo. Lo bisa mendengarkan banyak pesan-pesan emas dari Emma Poeradiredja yang disampaikan langsung oleh Ibu Amarawati Poeradiredja selaku anak angkat Emma Poeradiredja.
Poernomowoelan
Ketiga, ada Nona Poernomowoelan yang merupakan seorang guru dan salah satu perwakilan pemuda Taman Siswa. Beliau menjadi pembicara pertama di mimbar Kongres Pemuda II lho. Sebagai tokoh yang aktif di bidang pendidikan, beliau berpidato soal mencerdaskan bangsa yang harus disertai dengan pendidikan yang tertib dan disiplin. Selain itu, menurutnya anak haruslah mendapatkan pendidikan yang baik di sekolah maupun di rumah. Ada beberapa sejarawan yang mengatakan bahwa Nona Poernomowoelan hadir di Kongres Pemuda II sebagai perwakilan dari Jong Java. Namun, kabar tersebut belum bisa dikonfirmasi dengan jelas.
Museum Sumpah Pemuda di Jakarta
Apabila lo penasaran dan ingin menjelajahi peristiwa Sumpah Pemuda lebih lanjut, lo bisa banget nih mengunjungi Museum Sumpah Pemuda. Seperti yang sudah gue sebutkan sebelumnya, bangunan Museum Sumpah Pemuda ini adalah gedung yang digunakan peserta Kongres Pemuda II untuk rapat terakhir di mana mereka bersama-sama mengikrarkan Sumpah Pemuda. Terdapat begitu banyak koleksi termasuk foto, patung, dan barang lainnya yang berhubungan dengan peristiwa Sumpah Pemuda disimpan di sini.
Sebagai tambahan informasi, museum ini berlokasi di Jl. Kramat Raya No.106, Kwitang, Senen, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10420. Lo perlu membeli tiket masuk dengan harga perorangan Rp 2.000,- untuk dewasa, Rp 1.000,- untuk anak-anak, dan Rp 10.000,- untuk turis dari luar negeri. Untuk jam bukanya, sebaiknya lo pastikan lagi deh melalui internet atau kontak lainnya karena saat ini kita masih berada di bawah kebijakan PPKM.
Penutup
Bagaimana sobat zenius, apakah lo ada pertanyaan seputar peran perempuan di balik Sumpah Pemuda? Atau mungkin lo punya ide untuk artikel selanjutnya? Kalau lo punya pertanyaan maupun pernyataan, jangan ragu buat komen di kolom komentar, oke? Sampai sini dulu artikel kali ini dan sampai jumpa di artikel selanjutnya, ciao!
Leave a Comment