Belakangan ini netizen lagi heboh banget ngomongin soal kru film Penyalin Cahaya (2021), yang diduga menjadi tersangka kasus pelecehan seksual. Kehebohan ini pun membuat terduga pelaku pun terkena cancel culture.
Lewat akun Twitter @rekatastudio, rumah produksi film yang pernah sabet 12 Piala Citra di FFI (Festival Film Indonesia) 2021 ini, menghapus nama terduga pelaku di credit title. Tak hanya menghapus nama, tetapi mereka menyatakan orang tersebut bukan lagi bagian tim produksi Penyalin Cahaya.
Kasus ini pun sangat disayangkan netizen. Pasalnya, kisah film yang sempat ditayangkan secara perdana di Busan International Film Festival 2021 ini justru mengangkat isu pelecehan seksual.
Wajar saja, netizen, termasuk kita kecewa berat dengan masalah ini. Apalagi mengingat kalau terduga pelaku ini juga penulis naskah di film Penyalin Cahaya. Jadilah, netizen ramai-ramai mendesak banyak pihak untuk cancel culture-in si terduga pelaku.
Ngomong-ngomong soal cancel culture, elo tahu nggak kalau budaya ini lekat banget sama industri hiburan, lho. Nah, biar nggak makin penasaran. Nih, gue jelasin apa itu cancel culture dan sejak kapan budaya ini ada. Simak ya, sampai habis!
Baca Juga: Mengenal Super Immunity dan Cara Virus Corona Menyerang Tubuh
Apa Itu Cancel Culture?
Kalau ngomongin cancel culture, apa yang pertama kali terpikir di benak elo? Mungkin nggak jauh-jauh dari tagar “Is Over Party” yang suka ramai banget di Twitter. Ya, memang itu jadi salah satu bagian dari cancel culture, lho.
Melansir dari New York Post, Dr. Jill McCorkel, seorang seorang profesor sosiologi dan kriminologi di Universitas Villanova mengatakan cancel culture adalah sebuah kemajuan dari serangkaian proses sosial yang lebih berani dalam bentuk aksi boikot atau canceling. Cancel culture juga dibuat untuk memperkuat norma-norma sosial yang ada.
Jadi ya… memang di zaman sekarang ini, hukuman dari masyarakat atau lingkungan sosial bisa berdampak jauh lebih besar, lho. Bahkan, cancel culture ini bisa membuat orang benar-benar merasa hidup ‘di penjara’, walaupun sebenarnya mereka masih bebas kemana-mana.
Sanksi sosial yang diberikan juga besar banget. Ibaratnya, budaya ini memegang kuasa tertinggi dalam budaya pop.
Baca Juga: Bahasa Jaksel dan Code-switching dalam Sosiolinguistik
Awal Mula Eksistensi Cancel Culture
Tadi kita udah ngerti nih tentang apa itu cancel culture, tapi kurang lengkap rasanya kalau kita belum jabarin sejak kapan sih budaya ini masuk dan langsung jadi eksis banget kayak sekarang.
Oke, kita langsung bahas aja, yuk!
Jadi, istilah cancel culture ini muncul sekitar awal abad 21, setelah hadirnya media sosial kayak Facebook dan Twitter. Awal mula munculnya dari lahirnya istilah gaul bahasa Cina “renrou sousuo” atau “human flesh search”
Eits jangan khawatir, ini cuma perumpamaan kok! Bukan berarti artinya beneran “pencari daging manusia” lho, ya.
Istilah renrou sousuo ini sebenarnya nggak jauh beda sama istilah di bahasa Inggris yaitu doxxing. Ini merupakan tindakan menggali dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang untuk kemudian disebarkan ke publik.
Kemudian seiring berjalannya waktu, jadilah istilah ini dikenal sebagai cancel culture. Tapi, istilah ini udah beda sama yang dulu, jadi nggak sama artinya kayak doxxing lagi.
Cancel culture ini juga eksis di tahun 2010, lho. Di tahun itu, ada sebuah akun di Tumblr dengan nama Your Fave is Problematic atau Idolamu Bermasalah. Nah, Your Fave is Problematic ini bisa dibilang adalah cancel culture pada saat itu.
Biasanya, postingan di akun itu bakal berisi tentang hal-hal bermasalah apa aja yang dilakukan sama artis, penyanyi, hingga model papan atas dunia. Kalian pasti tahu One Direction, kan? Nah, grup vokal Inggris-Irlandia ini pernah masuk ke dalam postingan Tumblr tersebut, lho.
Ada beberapa hal problematik atau bermasalah yang diunggah tentang mereka. Salah satunya, mereka disebut apropriasi budaya pakaian Jepang dalam lagu “One Way or Another”.
Tak hanya itu, cancel culture ini juga sempat heboh ketika gerakan #MeToo muncul pada 2014 lalu. Gerakan #MeToo dibuat oleh pekerja industri hiburan di Hollywood untuk menekan pelaku pelecehan dan kekerasan seksual agar bertanggung jawab.
Nah kalau kita kembali ke masa sekarang, tindakan kayak gini yang termasuk ke dalam cancel culture karena dianggap nggak sesuai sama norma yang ada di masyarakat.
Ditambah lagi media sosial sudah semakin canggih, ruang diskusi publik juga semakin terbuka bebas, jadi budaya ini semakin sering kita lihat.
Ini juga yang jadi alasan semakin banyak tagar #IsOverParty yang kita temui di Twitter, contohnya kayak tagar #TaylorSwiftIsOverParty yang sempat ramai di pertengahan tahun 2021 lalu.
Baca Juga: Mengulas Fenomena Spirit Doll dari Kacamata Psikologi
Deretan Publik Figur Ternama yang Kena Cancel Culture
Kalau kasus #TaylorSwiftIsOverParty itu kan memang hanya ramai di Twitter aja ya, dan nggak begitu berpengaruh sama karirnya dia. Tapi, ternyata ada banyak lho, artis yang kena cancel culture dan sampai kena dampak merugikan!
Sebenarnya, kenapa sih publik figur yang paling sering terkena dampak dari cancel culture ini?
Melansir Parapuan, Dr. Firman Kurniawan S., Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital, Universitas Indonesia, mengatakan bahwa seorang publik figur menjadi orang yang dianggap lebih oleh publik. Baik dari segi prestasi atau karya.
Nggak jarang juga banyak penggemar yang menganggap kalau idola mereka sempurna. Jadi saat idolanya melakukan tindakan yang nyeleweng, mereka langsung merasa dikhianati, kecewa, dan melakukan cancel culture ini.
Supaya elo nggak penasaran siapa aja publik figur yang pernah terkena cancel culture, simak gambar di bawah ini, ya.
Tapi, beberapa skandal publik figur yang disebutkan tersebut ada yang mereda, kok. Kayak Johnny Depp yang memberikan bukti kalau Amber Heard melakukan tindak kekerasan terhadap dirinya. Kim Seon-ho juga terselamatkan berkat rekaman percakapan dia dengan mantan kekasih yang membuktikan dia nggak bersalah.
Nah, Sobat Zenius, itu tadi daftar publik figur yang pernah kena cancel culture. Jadi, menurut elo gimana nih sebaiknya kita menyikapi cancel culture ini? Yuk, bagi opini elo di kolom komentar di bawah!
Referensi
Kaninga Pictures (@kaningapictures) / Twitter
Netizen Terbelah Gegara Kasus Pelecehan Seksual Penulis Penyalin Cahaya
The Long and Tortured History of Cancel Culture
‘Cancel Culture’ Origin: History of the Phrase and Public Cancellation
What is cancel culture? Breaking down the toxic online trend
Mengapa Public Figure Kerap Mengalami Cancel Culture? Ini Kata Pakar
Leave a Comment