Kenapa anak sering kali mirip dengan orang tuanya? Artikel ini menceritakan perjalanan ilmuwan menguak materi genetik yang berperan dalam pewarisan sifat induk ke anaknya.
Pernah ga kamu iseng melihat foto ibu/ayah kamu zaman dulu? Kalau kamu bandingin foto orang tua pas seumuran kamu dengan fisikmu saat ini, kamu akan melihat hal yang menarik. Yap! Kalian seperti kembar!
Dan ternyata, tidak cuma dengan dirimu aja. Wajah adik atau kakakmu mirip banget dengan penampakan ayah atau ibu di umur yang sama! Dan kalau diperhatikan lagi, kesamaan wajah ini umumnya cuma terjadi di lingkup keluarga. Kadang ada sih saudara dekat yang punya fitur wajah yang sama, tapi ga terlalu kentara kayak kamu dan orang tuamu. Tapi bisa dijamin, juaraang banget atau hampir ga pernah kamu nemu teman yang wajahnya mirip kamu.
“Kenapa yah orang tua melahirkan anak yang sangat mirip dengan mereka?”
Sedangkan dengan teman-teman kita, tidak mirip sama sekali, padahal sama-sama manusia. Kenapa kesamaan ini hanya terjadi di dalam sebuah ikatan biologis aja? Orang-orang yang tidak terikat secara biologis dengan diri kita, hampir pasti ga mirip. Bahkan lebih ekstrem lagi, kenapa kita tidak mirip dengan simpanse? Kenapa orang tua kita tidak melahirkan simpanse!?
Bagi kita yang hidup di zaman modern, mungkin bisa dengan mudahnya menjawab pertanyaan ini. Kemiripan fisik atau bahkan perilaku dan bakat kita dan orang tua adalah berkat peran DNA, sebuah senyawa kimia sederhana yang menyimpan jutaan informasi tubuh kita luar dan dalam, atau disebut juga blueprint (cetak biru) makhluk hidup.
Tapi bagi orang yang hidup ratusan tahun lalu, pertanyaan ini adalah sebuah misteri. Diperlukan penelusuran berliku yang dipenuhi dengan perdebatan, penolakan, dan perselisihan. Butuh waktu ratusan tahun bagi para ilmuwan untuk bisa sampai pada pembuktian dan jawaban yang tidak terbantahkan, “Ya, ini karena DNA!”
Nah, di artikel kali ini, gue mau menceritakan peristiwa paling bersejarah di dunia Biologi yang menghasilkan lambang “Biologi Modern” saat ini, yaitu penemuan DNA sebagai materi genetik atau cetak biru makhluk hidup.
Gen: Unit Pewarisan Sifat
Melihat anak selalu mirip dengan orang tuanya, sebenernya orang zaman dulu udah mikir kalau ada sifat yang diturunkan ortu ke anaknya. Tapi orang dulu itu mikirnya gini, sifat yang diwariskan ke anak adalah sifat campuran kedua induknya. Misalnya, kalau ada tupai hitam kawin dengan tupai putih, maka anaknya akan jadi tupai abu-abu. Kalau ada manusia tinggi nikah sama manusia pendek, maka anaknya akan sedeng, ga tinggi dan ga pendek. Hehe… Absurd kan? Kita bisa tahu kalau pemikiran ini keliru dengan melihat contoh nyata sehari-hari. Tapi serius, orang dulu mikirnya kayak begitu.
Sampai pada tahun 1856, Gregor Mendel memulai eksperimen untuk menemukan pola pewarisan sifat dari induk ke keturunannya. Di tanah seluas 2 hektare, Mendel menyilangkan tidak cuma 10, atau 100, atau bahkan 1000. Tapi dia menyilangkan sebanyak 28.000 tanaman! No wonder eksperimennya baru kelar 8 tahun kemudian. Dengan pemahaman matematika yang baik, Mendel mampu memproses semua hasil eksperimennya menjadi sebuah Hukum Genetika pada 1865. Berdasarkan Hukum Genetika Mendel, tiap sifat yang diwariskan itu punya faktor (dominan atau resesif) dan pola/rumus pewarisan seperti yang kamu pelajari di kelas 9 SMP atau 12 SMA IPA.
Tapi bahkan Mendel sendiri masih ragu bahwa hukumnya berlaku umum, yaitu berlaku di berbagai sifat, bukan hanya sifat-sifat yang dia amati di tanaman. Namun sekitar tahun 1900, teori genetika ini ditemukan kembali oleh beberapa ilmuwan dan mulai populer. Jadi butuh waktu lumayan lama juga, yaitu 35 tahun, hingga teori ini mulai diterima di kalangan ilmuwan. Dan Mendel pun baru dijuluki sebagai Bapak Genetika setelah dia meninggal ketika semakin banyak penelitian yang membuktikan Hukum Genetika Mendel. Jadi selama hidupnya, Mendel ga sadar bahwa hasil penelitiannya menjadi salah satu penemuan penting di dunia sains.
Istilah “gen” kemudian diusung oleh ahli botani asal Denmark, Wilhelm Johannsen, untuk menyebutkan unit hereditas Mendelian.
Sifat-sifat atau karakter pada organisme dibawa dan diturunkan kepada anakannya melalui gen.
Namun pada saat itu “gen” hanyalah sebuah istilah yang merujuk pada sebuah unit pewarisan sifat. “Apa” yang diturunkan dan “apa” merepresentasikan sifat masih menjadi misteri. Dengan kata lain, ilmuwan saat itu cuma tau bahwa ada unit pewarisan sifat diturunkan dari induk ke anaknya mengikuti pola yang dijabarkan Hukum Genetika Mendel, tapi mereka masih belum tau yang diturunkan atau diwariskan itu apa. Yak, bahkan seorang Gregor Mendel saat itu pun ga tahu yang diwariskan itu apa. Beliau baru nemu polanya aja.
Kromosom: Unit Pembawa Gen
Tahun demi tahun berselang, dunia sains semakin berkembang, termasuk teknologi mikroskop. Perkembangan mikroskop memungkinkan saintis memahami proses pembelahan sel dan mengetahui lebih detail tentang bagian-bagian sel, salah satunya adalah kromosom.
Di tahun 1908, seorang ahli genetika Amerika Serikat bernama Thomas Hunt Morgan melakukan eksperimen terhadap lalat buah (Drosophila melanogaster), tadinya untuk mengobservasi apakah terjadi mutasi dalam suatu spesies.
Setelah menyilangkan ribuan lalat buah, ada seekor lalat yang bermutasi dan memiliki sifat baru, yaitu mata putih. Padahal umumnya lalat buah itu bermata merah. Uniknya lagi, mata putih ini cuma muncul di lalat jantan. Ketika si mutan lalat jantan bermata putih disilangkan berkali-kali dengan lalat betina bermata merah, ga ada lalat betina yang punya mata putih.
“Wah kalau sifat mata putih cuma diturunkan ke lalat jantan, jangan-jangan sifat ini ada kaitannya (baca: terpaut) dengan kromosom penentu seks (jenis kelamin) nih.”
Morgan pun mencoba merumuskan eksperimennya menggunakan rumus dan aturan yang dijabarkan Hukum Genetika Mendel. Pada 1911, ia pun mempublikasikan hasil penelitiannya dan menyimpulkan bahwa gen yang membawa sifat-sifat pada organisme itu terdapat dalam kromosom.
Penemuan Thomas Morgan menjadi salah satu milestone yang penting dalam sejarah genetika. Sebelumnya, ilmuwan cuma tahu bahwa ada sifat yang diwariskan orang tua ke anaknya. Hukum Genetika Mendel membantu saintis membaca pola pewarisan sifat itu. Setelah penemuan Morgan, sekarang saintis tahu bahwa gen itu ada di kromosom. Thomas Hunt Morgan pun dianugerahi penghargaan Nobel pada 1933 atas hasil kerjanya ini.
DNA vs Protein
Oke, sampai 1910-an, dunia sains akhirnya tahu kalau gen itu ada di dalam kromosom. Para saintis semakin penasaran dong dengan kromosom.
Apanya kromosom sih yang jadi unit pewarisan sifat itu?
Setelah diulik lebih dalam, ternyata kromosom itu mengandung DNA dan protein. Wah pasti salah satu dari senyawa ini yang merupakan materi genetik. Kalo bukan protein, ya DNA ini yang jadi unit hereditas.
Protein
Protein adalah salah satu makromolekul penting biologi setelah karbohidrat dan lemak. Seperti yang pernah kamu pelajarin di sekolah, fungsi protein adalah pembangun tubuh (building block). Ibaratnya, protein itu kayak batu bata yang membentuk bangunan. Dari satu sel zigot sampai jadi diri kita segede sekarang dengan triliunan sel, semua proses pertumbuhan dan perkembangan itu terjadi karena protein yang membangunnya.
Protein adalah senyawa besar (polimer) yang tersusun atas beberapa asam amino. Unsur-unsur yang membentuk asam amino adalah karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen (C, H, O, N). Ada 20 macam jenis asam amino. Dengan kombinasi 20 macam asam amino saja, ada buaanyak banget jenis protein yang bisa terbentuk. Di tubuh manusia saja, ada jutaan jenis protein!
DNA (Deoxyribonucleic Acid)
Dalam empat kelompok makromolekul penting biologis (protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat), DNA adalah salah satu senyawa dari kelompok asam nukleat. Asam nukleat sendiri berasal dari kata “asam” yang berarti bersifat asam dan “nukleat” yang berarti inti, yaitu golongan senyawa asam yang ditemukan di dalam inti sel.
DNA adalah juga senyawa besar (polimer) yang tersusun dari beberapa nukleotida. Nukleotida sendiri terdiri dari gugus phosphat, gula pentosa, dan basa nitrogen. Ada 4 jenis nukleotida yang menyusun DNA yang dibedakan berdasarkan komposisi basa nitrogennya, yaitu basa Adenin, Timin, Guanin, dan Cytosine (A, T, G, C).
Namun, protein menjadi kandidat kuat sebagai materi genetik karena jauh lebih bervariasi. Dari 20 macam asam amino, bisa menghasilkan jutaan protein. Sedangkan DNA variasinya hanya berdasarkan 4 jenis basa nitrogennya saja. Saintis berhipotesis bahwa kandidat materi genetik haruslah memiliki variasi yang tinggi karena sifat-sifat pada organisme itu kan variasinya buanyak banget. Ga mungkinlah DNA yang cuma punya 4 jenis basa nitrogen bisa jadi materi genetik dan memunculkan berbagai sifat sebanyak itu. Dunia sains di awal 1900-an pun sepakat bahwa protein merupakan materi genetik pembawa sifat yang diturunkan oleh induk kepada anakannya.
Selama 30 tahun, kekeliruan mengenai materi genetik terjadi di dunia sains. Hingga akhirnya kekeliruan ini mulai digoyahkan pada 1944 lewat eksperimen Oswald Avery, seorang peneliti medis.
Avery melakukan eksperimen dengan bakteri dan mencit. Ada 2 jenis bakteri:
- bakteri strain S yang bersifat patogen (membawa penyakit)
- bakteri strain R yang non-patogen (tidak menimbulkan penyakit)
Saat bakteri strain S yang patogen dimatikan dan dicampur dengan strain R yang non-patogen lalu diinjeksikan ke mencit, eh mencitnya mati! Padahal kan bakteri strain R ga bawa penyakit. Strain S yang bawa penyakit kan sudah dimatikan. Kalau keduanya dicampur, harusnya aman dong. Eh tapi kok mencitnya mati?!
Dari sini Avery menyimpulkan bahwa ada materi atau molekul yang ditransfer dari bakteri mati (strain S) ke bakteri hidup (strain R) yang kemudian mentransformasi strain R menjadi bakteri pembawa penyakit. Strain R yang bertransformasi inilah yang membunuh si mencit.
Tapi apa yang ditransfer oleh strain S ke strain R tersebut?
Makin penasaran si Avery. Dia coba mempreteli komponen-komponen yang ada di bakteri strain S, yaitu kapsul (karbohidrat), protein, dan asam nukleat. Terus ia coba satu per satu injeksikan komponen tersebut ke mencit.
Seperti yang bisa dilihat dari skema di atas, mencit akan tetap mati ketika komponen karbohidrat, lemak, RNA, dan protein dari bakteri strain S dihancurkan. Tapi ada satu hasil yang kontras di bagian paling kanan. Ketika DNA strain S dihancurkan, mencitnya hidup! Wah berarti DNA ini dalangnya. Maka dari itu Avery menyimpulkan bahwa materi genetik yang mengubah strain R menjadi patogen adalah DNA.
Sampai di sini secara membanggakan Avery menjadi penemu DNA sebagai materi genetik pertama di dunia. Penemuan Avery mengguncang teori sebelumnya yang menyatakan bahwa protein adalah materi genetik.
Walaupun begitu, teori protein sebagai materi genetik sudah begitu diterima luas para ilmuwan sehingga mayoritas ilmuwan genetika tidak menerima penemuan Avery. Ironisnya, kolega Avery sendiri bernama Alfred Mirsky di institusi yang sama sangat menentang teori yang diberikan Avery. Ia berargumen bahwa asam nukleat yang digunakan Avery masih terkontaminasi oleh protein. Sayangnya Avery tidak dapat menyangkal argumen tersebut.
Tapi dampak penelitian Avery tidaklah nihil. Dunia sains yang tadinya sepenuhnya memandang protein sebagai materi genetik, mulai terpecah. Mulai muncul perdebatan antara protein vs DNA sebagai materi genetik.
Perdebatan antara komunitas ilmuwan genetik tidak menemukan titik terang hingga tahun 1952 Alfred Hershey dan Martha Chase melakukan eksperimen dengan bakteriofag (virus yang menginfeksi bakteri). Seperti yang pernah kamu pelajari di SMP atau SMA, virus hanya terdiri dari 2 komponen, yaitu protein dan DNA. Bagi Hershey-Chase, eksperimen ini akan memberikan jawaban yang straightforward banget. Tinggal observasi saja proses reproduksi virus, terus lihat apa yang diinjeksikan virus ke inangnya (dalam hal ini, bakteri). Karena virus cuma terdiri dari 2 komponen, ya eitheir protein atau DNA yang diinjeksikan virus untuk menyerang inangnya.
Untuk membedakan molekul protein dan DNA, Hershey-Chase sengaja mengkontaminasi beberapa virus dengan sulfur dan fosfor. Virus yang terkontaminasi sulfur, proteinnya akan berwarna merah. Virus yang terkontaminasi fosfor, DNA-nya akan berwarna hijau.
Menariknya, tujuan awal Hershey-Chase melakukan eksperimen ini adalah untuk mematahkan penemuan Avery. Hershey dan Chase ini ternyata termasuk yang pro bahwa protein adalah materi genetik. Tapi setelah eksperimen dilakukan, apa yang mereka temukan?
Ternyata oh ternyata, hasil eksperimen mereka bertolak belakang dengan hipotesis mereka. Ternyata molekul virus yang masuk dan menginfeksi bakteri adalah DNA (yang sudah ditandai warna hijau). Sedangkan komponen protein virus (yang ditandai merah) tidak masuk ke dalam bakteri. Sebagai seorang saintis yang menjunjung prinsip empiris (berdasarkan fakta lapangan), Hershey dan Chase harus menerima hasil penelitiannya sendiri dan memperbaiki prasangka awalnya. Ternyata benar penelitian Avery itu, DNA adalah materi genetik, bukan protein.
Di kisaran tahun yang berdekatan, Erwin Chargaff juga melakukan penelitian pada 1950. Berbeda dengan Hershey-Chase yang awalnya mau mematahkan temuan Avery, Chargaff justru sangat terinspirasi dengan publikasi Oswald Avery. Ia pun melakukan penelitian lebih lanjut mengenai DNA.
Chargaff menemukan bahwa persentase basa nitrogen Adenin, Timin, Guanin, dan Sitosin berbeda-beda tiap organisme. Fakta ini seperti memberikan indikasi bahwa tiap organisme itu punya kodenya masing-masing dan kode itu tersimpan di DNA. Makanya manusia hanya melahirkan manusia, burung hanya menetaskan burung, pisang hanya menghasilkan tunas pisang baru. Hal ini semakin mendukung DNA sebagai materi genetik karena setiap spesies memiliki variasi yang berbeda.
Chargaff juga menemukan bahwa persentase Adenin selalu sama dengan Timin dan Guanin selalu sama dengan Sitosin. Penemuan ini kemudian dikenal sebagai “Chargaff rules”. Data ini seperti mengindikasikan kalau Adenin berpasangan dengan Timin dan Guanin berpasangan dengan Sitosin. Data ini ngebantu banget nantinya untuk menemukan struktur 3D DNA.
Penemuan Struktur DNA
Oke, akhirnya pada tahun 1950-an, dunia sains telah sampai pada bukti dan fakta yang tidak terbantahkan bahwa DNA adalah materi genetik, molekul yang menyimpan informasi dan mewariskan sifat dari induk ke anaknya. Popularitas DNA langsung melejit dan jadi artis mendadak. Penemuan DNA sebagai materi genetik pun menimbulkan pertanyaan baru yang populer pada saat itu:
“Lalu gimana cara DNA menjalankan tugasnya? Gimana bisa DNA mewariskan sifat induk ke anakannya?”
Untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut, ilmuwan perlu tahu terlebih dahulu struktur 3D senyawa tersebut. Struktur 3D molekul sangat erat kaitannya dengan bagaimana molekul tersebut berfungsi. Struktur 2D seperti gambar asam amino dan nukleotida di atas kurang ngebantu untuk memahami gimana sebuah senyawa bekerja.
Misalnya saja air (H2O). Dulu orang itu belum bener-bener tau kalau air itu adalah pelarut terbaik (sebagian besar senyawa di bumi bisa larut di air). Nah setelah dipecahkan, ternyata struktur 3D air menunjukkan air itu kepolarannya tinggi. Saintis jadi tau ternyata air itu pelarut yang sangat baik dan tersedia banyak di bumi.
Alhasil banyak ilmuwan pun berbondong-bondong mencoba menguak misteri struktur 3D DNA. Tapi kita akan fokus pada 4 tokoh utama di sini, yaitu Rosalind Franklin, Maurice Wilkins, James Watson, dan Francis Crick.
Rosalind Franklin adalah seorang ahli kimia asal Inggris. Ketertarikannya terhadap dunia sains sejak remaja mengantarkannya pada gelar PhD di bidang Kimia dari Cambridge University. Pada 1951, ia bekerja di King’s College menggunakan sinar X untuk menemukan struktur DNA. Walaupun demikian, karier Franklin di dunia sains tidaklah mudah. Franklin hidup di zaman saat ide emansipasi wanita belum bergema. Pada era 1950-an, masyarakat umumnya masih memandang wanita ya seharusnya di rumah saja, ngurus rumah, suami, dan anak. Akibatnya, Rosalind Franklin sebagai seorang saintis wanita (yang masih langka pada saat itu) dikucilkan oleh rekan-rekannya yang mayoritas pria. Ia tidak bisa bergaul baik, terutama dengan Maurice Wilkins, rekan satu labnya di King’s College.
Maurice Wilkins sendiri adalah seorang ahli molekuler biologi yang bekerja di laboratorium biofisik King’s Collage bersama Franklin. Wilkins juga bekerja menggunakan sinar X untuk menyibak struktur 3D DNA. Walaupun meneliti topik yang sama, Wilkins memperlakukan Franklin layaknya asisten lab saja, ketimbang rekan kerja yang setara.
Di sisi lain, James Watson adalah seorang ahli biologi Amerika Serikat yang sedang menyelesaikan studi S3 di Inggris untuk menemukan struktur DNA. Pada 1951, ia mendengar Wilkins berbicara tentang struktur molekuler DNA pada sebuah konferensi di Zoological Station, Naples yang menunjukkan hasil foto kristalografi sinar-X DNA terbarunya. Watson terinspirasi dengan metode sinar-X yang digunakan Wilkins. Watson lanjut bersilaturahmi ke laboratorium Cavendish di Cambridge, di mana Francis Crick sedang mengerjakan disertasinya mengenai kristalografi sinar-X protein hemoglobin. Watson mengajak Crick untuk membantunya menemukan struktur 3D DNA karena Crick menggunakan metode yang sama dengan Wilkins, jadi ngerti dengan gambar hasil kristalografi sinar-X.
Titik terang tentang struktur DNA justru datang dari Rosalind Franklin pada 1952. Terlepas dari seksisme (diskriminasi berdasarkan jenis kelamin) yang ia terima, Franklin fokus bekerja menggunakan teknik sinar X untuk menemukan struktur 3D DNA. Setelah menghabiskan waktu ratusan jam, Franklin akhirnya berhasil mengambil foto kristalografi sinar-X DNA yang sempurna, yang dikenal dengan Photo-51.
Bisa dilihat dari foto, seperti ada bentuk X. Berdasarkan penalaran kristalografi sinar-X, bentuk huruf X ini menandakan bentuk double helix. Tapi Franklin tidak langsung mempublikasikan hasil temuannya. Ia mau melakukan analisis dan kalkulasi terlebih dahulu untuk menjelaskan foto tersebut.
Tapi sayangnya, tanpa seizin Franklin, Wilkins memperlihatkan foto tersebut ke Watson-Crick. Mereka pun langsung bereksperimen membangun model berdasarkan foto Franklin tersebut. Dan taa daa… Watson-Crick berhasil membangun model yang akurat berdasarkan foto Franklin.
Pada 25 April 1953, ada 3 penemuan yang dipublikasikan di jurnal Nature mengenai struktur DNA.
- “A Structure for Deoxyribose Nucleic Acid” oleh James Watson dan Francis Crick.
- “Molecular structure of deoxypentose nucleic acids” oleh Maurice Wilkins dan rekannya Alex Stokes.
- “Molecular configuration in sodium thymonucleate” oleh Rosalind Franklin dan asistennya Raymond Gosling.
Paper Watson-Crick ditaruh di awal, diikuti paper Wilkins, dan paper Franklin ditaruh terakhir. Dengan urutan seperti ini, kesannya temuan Franklin “hanya” menjadi data pendukung untuk penelitian Watson-Crick. Padahal hasil kerja keras Franklinlah yang memungkinkan Watson, Crick, dan Wilkins mempublikasikan penemuannya. Karena temuan Watson-Crick yang di awal, kebanyakan orang jadinya menganggap bahwa duo ini yang menemukan struktur DNA.
James Watson, Francis Crick, dan Maurice Wilkins meraih penghargaan Nobel pada 1962 atas temuan mereka. Sayang sekali, Rosalind Franklin tidak menerima Nobel karena sudah meninggal pada 1958. Ada aturan yang menyatakan bahwa Nobel tidak bisa diberikan pada orang yang sudah meninggal. Franklin meninggal akibat kanker yang dicurigai karena terlalu sering terpapar sinar X. Tragis, alat yang membantunya bekerja dan menghasilkan terobosan besar bagi kemanusiaan, justru “membunuhnya”.
Sekarang, nama Watson-Crick selalu diidentikkan sebagai penemu struktur DNA. Watson dan Crick memang melakukan kalkulasi dan pemodelan yang sulit melalui hasil fotografi Franklin yang terlihat “simpel”, sehingga pantas mendapat penghargaan atas kerja keras dan kecerdasan mereka. Walaupun demikian, banyak pihak yang kecewa pada Watson-Crick (dan Wilkins). Mereka kadang disebut juga sebagai pencuri dan pembohong karena sudah meremehkan peran Franklin.
****
Nah, gimana ceritanya? Ga nyangka ya, untuk menemukan materi genetik saja, ceritanya bisa seseru ini. Sejarah penemuan DNA dan strukturnya sebagai materi genetik secara umum mengilustrasikan gimana dunia sains bekerja.
Terobosan di dunia sains itu tidaklah instan yang berasal dari pemikiran satu orang genius aja. Terobosan di dunia sains lahir karena estafet pengetahuan dari satu ilmuwan ke ilmuwan lain, dari satu penelitian ke penelitian lain, dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Jika seorang ilmuwan mengajukan sebuah teori, ia harus siap teorinya diuji, dibongkar, dan dikritisi oleh ilmuwan-ilmuwan lain (peer review). Jika sudah berkali-kali diuji ternyata hasilnya tetap sama, barulah teori itu bisa diterima. Oleh karena itulah, jangan menganggap remeh, “Ah itu cuma teori.” Sebuah teori adalah pencapaian tertinggi di dunia sains, yang telah teruji selama ratusan tahun oleh ribuan ilmuwan. Justru, kita perlu curiga dengan pihak yang mengklaim dirinya ilmuwan, tapi ga mau hasil penelitiannya dibongkar.
Selain itu, dunia sains juga memiliki prinsip empiris dan autocriticism. Apa yang ditemukan dan diajukan haruslah berdasarkan fakta hasil observasi lapangan atau eksperimen lab. Dan jika dengan teknologi dan pengetahuan terkini ditemukan fakta terbaru yang bertentangan dengan teori sebelumnya, kalangan saintis harus mau rendah hati menerima fakta terbaru dan memperbaiki teori lama. Inilah yang memungkinkan dunia sains terus maju dan menelurkan temuan mutakhir yang mempermudah hidup kita.
Penemuan struktur DNA sendiri berdampak sangat signifikan. Penemuan struktur DNA digadang menjadi salah satu pencapaian terbesar di dunia sains yang membuka kemungkinan tak terbatas. Kini kita tahu cetak biru (blueprint) kehidupan. Apa yang membuat manusia, manusia. Apa yang membuat makhluk hidup, seperti itu adanya. Dengan mengetahui struktur DNA, kita jadi tahu kode tiap organisme yang ada di muka bumi ini. Manusia bisa sangat mungkin memodifikasi kode genetik organisme apapun.
- Bisakah kita modif suatu organisme sehingga punya sifat atau fitur yang kita inginkan? Bisakah kita menciptakan mutan?
- Bisakah kita modif atau bahkan menghapus kode DNA yang menimbulkan penyakit pada manusia, terus manusia jadi hidup abadi?
- Pernah dengar bakteri yang bersinar seperti ubur-ubur di lautan?
- Pernah dengan bakteri yang mampu menghasilkan hormon yang seharusnya cuma bisa dihasilkan manusia?
- Pernah dengar tentang kloning?
Sabaar… Kalau diceritakan semuanya di sini, bakal kepanjangan ini artikelnya. Stay tune saja di Zenius Blog ya. Di artikel selanjutnya, kami akan lanjut bercerita tentang teknologi yang lahir dari penemuan struktur DNA ini. 😉
Referensi:
Watson, J D., and Crick, F H C. 1953. Molecular Structure of Nucleic Acids: A Structure for Deoxyribose Nucleic Acid. Nature : 737
Pauling, L., and Corey, R B. 1953. A Proposed Structure For The Nucleic Acids. Proc Natl Acad Sci U S A. 39 (2): 84-97
Reece, J B., Urry, L A., Cain M L., Minorsky, P V., Jackson, R B. 2011. Campbell Biology 9th edition. USA. Pearson Education : 305-310
Science History Institute. 2017. James Watson, Francis Crick, Maurice Wilkins, and Rosalind Franklin. www.sciencehistory.org
Murnaghan I. 2018. How was DNA discovered?. www.exploredna.co.uk
DNA Worldwide. The History of DNA Timeline. www.dna-worldwide.com
Jika kamu ingin bertanya seputar sejarah penemuan DNA atau tentang genetika ke Azhar, silakan post pertanyaan kamu di kolom komentar, ya!
ExpandCollapse