Ada sejarah panjang Hari Raya Imlek yang diturunkan antar dinasti. Perayaan Tahun Baru Imlek pun telah mengalami pergeseran tradisi. Bagaimana sejarahnya? Yuk, simak selengkapnya!
“Gōngxǐ fācái!”
Elo mungkin nggak asing sama ucapan di atas. Yap, ucapan ini sering kita dengar saat Hari Raya Imlek. Pakaian yang serba merah, orang tua ngasih angpau ke anak muda, sampai barongsai main di pelataran, diiringi dengan musik dan para penari.
Setiap ketemu teman atau saudara, orang-orang yang merayakan Hari Raya Imlek saling ngucapin “Gōngxǐ fācái”, yang berarti “Semoga Tahun Baru Imlek elo bahagia dan sejahtera, ya!”
Di balik kemeriahan itu, elo pernah kepikiran nggak, kenapa perayaan Imlek identik dengan warna merah, dari pakaian, angpau, bahkan barongsainya?
Gue akan memulai menjawab pertanyaan itu dari sejarah Hari Raya Imlek.
Sejarah Hari Raya Imlek
Gue mulai dulu dari kata Imlek. Apa sih arti ‘Imlek’?
So, ‘imlek’ berasal dari bahasa Hokkien, salah satu bahasa yang banyak digunakan di Tiongkok. Arti dari ‘imlek’ adalah ‘kalender bulan’. Sehingga, Tahun Baru Imlek adalah tahun baru yang dihitung berdasarkan kalender bulan.
Penghitungan kalender bulan bermula dari dinasti tertua di China, Dinasti Xia (2070-1600 Sebelum Masehi). Waktu itu, belum ada alat yang bisa digunakan buat mengamati bulan. Sedangkan, pola produksi pertanian di era itu bergantung pada musim. Petani butuh strategi buat menentukan waktu yang tepat buat membajak, menabur benih, menanam, sampai panen.
Menurut perhitungan kalender bulan, para petani butuh 29,5 hari untuk menunggu pergantian bulan baru, dan 12 putaran bulan membutuhkan 354 hari. Setiap pergantian tahun, akan ada pergantian menuju musim semi, dan itu merupakan waktu bagi petani buat bertanam.
Dari situlah, kalender bulan bermula. Namun, pada masa Dinasti Xia, masyarakat belum fokus pada ngerayain tahun baru, tetapi lebih mikir kepada sistem bertani dengan mengikuti musim.
Baca juga: China, Tjina, Cina, Tiongkok, Manakah yang Benar?
Dinasti Shang (1600-1046 Sebelum Masehi)
Pada era Dinasti Shang, masyarakat belum benar-benar memperingati Hari Raya Imlek. Namun, para petani punya tradisi setiap pergantian tahun kalender Bulan. Para petani mempersembahkan korban kepada dewa dan leluhur di akhir musim dingin dan untuk menyambut datangnya musim semi. Mereka berdoa agar panen melimpah pada tahun mendatang.
Dinasti Zhou (1046-256 Sebelum Masehi)
Selama era Dinasti Zhou, tradisi mempersembahkan korban buat leluhur atau dewa masih berlangsung. Masyarakat juga mulai bercocok tanam dan menyembah alam agar panen mereka diberkahi pada pergantian tahun. Pada era inilah, istilah Nian pertama kali muncul.
Jurnal berjudul The Origin of Chinese New Year (2016) menerangkan mitologi Nian. Nian diyakini sebagai monster bertubuh lembu dan berkepala singa. Setiap pergantian tahun, Nian bakal datang ke desa-desa dan memangsa makhluk hidup, kayak hewan ternak dan bahkan manusia, terutama anak muda. Elo bisa kepo lebih lanjut tentang Nian di sini ya.
However, semua warga desa sudah tahu kelemahan Nian: suara berisik dan warna merah.
Masih menurut mitologi yang dipercaya di Tiongkok, sebelum malam pergantian tahun, ada sosok lelaki tua yang diyakini sebagai dewa, memberanikan diri buat mengakhiri teror Nian. Dia minta seluruh warga desa buat bersembunyi di dalam rumah.
Kemudian, dia memakai jubah merah, nempelin kertas-kertas merah di kusen pintu dan jendela rumah-rumah. Dia juga membakar tumpukan batang bambu, yang menghasilkan suara yang keras.
Jadinya, ketika Nian datang ke desa, double attack deh. Nian kabur karena warna merah dan suara keras yang ditakuti. Sejak saat itu, Nian nggak datang lagi. Perginya Nian kemudian dikenal sebagai “guo nian” dalam bahasa Tiongkok, yang artinya “tahun baru”.
Dinasti Han (202 Sebelum Masehi-220 Masehi)
Hari pertama kalender bulan baru diresmikan sebagai Hari Raya Imlek Imlek pada masa Dinasti Han, di bawah pemerintahan Kaisar Wu. Karena Hari Raya Imlek Imlek baru pertama kali diadakan, masyarakat langsung antusias banget buat merayakannya. Ada pertemuan seremonial khusus untuk ngasih persembahan buat para dewa dan leluhur, nerusin tradisi dari Dinasti Zhou.
Selain itu, ada tradisi baru sebagai tindak lanjut dari mitologi Nian. Hari Raya Imlek jadi perayaan atas kepergiannya Nian. Masyarakat Dinasti Han membakar bambu, yang rongganya bisa bikin ledakan yang keras. Ledakan keras itu menjadi awal mula petasan di Tiongkok.
Baca juga: Kisah Runtuhnya Dinasti Terakhir Kekaisaran Tiongkok
Dinasti Jin (266-420 Masehi)
Ada inovasi tradisi Hari Raya Imlek pada era ini. Masyarakat nggak hanya ngasih persembahan atau bikin petasan. Masyarakat mulai mempraktikkan “shou sui”, yaitu kumpul sama teman atau keluarga saat malam pergantian tahun. Mereka makan malam dan ngobrol semalam suntuk pada malam tahun baru.
Selain itu, masyarakat juga melakukan ritual membersihkan rumah, ngusir roh jahat yang bersembunyi di sudut-sudut rumah yang gelap dan jarang dibersihkan. Dengan membersihkan rumah, masyarakat Tiongkok siap buat menyambut keberuntungan pada tahun mendatang.
Dinasti Tang (618-907 Masehi)
Dinasti Tang mulai mempopulerkan teka-teki sebagai tradisi baru Hari Raya Imlek. Teka-teki ini disebut sebagai “caidengmi”. Masyarakat bikin teka-teki yang ditulis di lampion buat dipecahkan. Tradisi Festival Lampion kemudian muncul sejak era ini.
Bubuk mesiu yang dipakai buat bahan kembang api juga ditemukan pada era ini, oleh biksu Tiongkok bernama Tao. Elo bisa kepo tentang awal mula bubuk mesiu di artikel ini, ya.
Dinasti Song (960-1279 Masehi)
Pada era Dinasti Song, bubuk mesiu pertama kali diberikan kepada Kaisar Taizu, pada tahun 969 Masehi. Bubuk mesiu kemudian diproduksi secara luas dan digunakan buat memeriahkan Tahun Baru Imlek. Bubuk mesiu diisikan ke rongga bambu yang dibakar, yang kemudian ngeluarin kembang api.
Pada paruh kedua periode Dinasti Song, tradisi perayaan Tahun Baru Imlek mengalami pergeseran. Pada hari ke-7 perayaan Imlek, para nelayan di sepanjang pesisir Guangzhou memulai tradisi makan Yusheng (salad ikan mentah) bareng keluarga dan teman.
Selain itu, kegiatan hiburan pun muncul, kayak tarian naga di kuil. Soalnya, menurut kepercayaan di Tiongkok, naga merupakan simbol keberuntungan, kekuatan dan kemuliaan.
Masyarakat Dinasti Song juga menyemarakkan Tahun Baru Imlek dengan melanjutkan tradisi Festival Lampion. So, sejak era Dinasti Song, perayaan Tahun Baru Imlek berubah dari tradisi religius ke tradisi hiburan dan sosial.
Perjalanan Perubahan Perayaan Imlek
Di Tiongkok, Hari Raya Imlek sekarang dikenal sebagai Festival Musim Semi. Ada sejarah pergantian nama dari Hari Raya Imlek menjadi Festival Musim Semi.
So, misionaris Gereja Katolik Roma membawa kalender Gregorian (kalender Masehi yang sekarang kita gunakan) pada tahun 1582. Namun, kalender ini baru digunakan oleh masyarakat umum pada tahun 1912. Meskipun begitu, masih ada masyarakat Tiongkok yang masih menggunakan kalender Bulan.
Mulai tahun 1949, di bawah pemerintahan pemimpin Partai Komunis Tiongkok, Mao Zedong, pemerintah menghapus Hari Raya Imlek dan kalender Bulan. Mao ingin, masyarakat mulai mengikuti kalender Gregorian dalam berurusan dengan orang Barat. Sejak saat itu, tahun baru di Tiongkok resmi jatuh pada tanggal 1 Januari.
Selain itu, Hari Raya Imlek juga diganti menjadi Festival Musim Semi dan menjadikannya sebagai hari libur nasional. Tujuannya, biar masyarakat menganggapnya sebagai hari libur keluarga, bukan penanda tahun baru.
Namun, pada akhir 1980-an, para intelektual Tiongkok dalam Partai Komunis ngerasa kalau modernisasi bikin tradisi Tiongkok meluntur. Mereka pun nyoba kembali membangkitkan euforia Festival Musim Semi dan menjadikannya sebagai bisnis besar.
Mulai tahun 1982, China Central Television (lembaga penyiaran milik negara) bikin acara Gala Tahun Baru tahunan yang disiarkan ke seluruh negeri. Program ini jadi acara favorit selama tiga dekade terakhir. Gala Tahun Baru nampilin berbagai pertunjukan drama, tarian, musik, dan komedi selama lima jam pada malam pergantian tahun. 800 juta pemirsa jadi penonton acara ini.
Pada akhir abad ke-20, para pimpinan Tiongkok menerima tradisi Tionghoa lagi. Perayaan Imlek kembali dirayakan dan jatuh pada tanggal yang berbeda setiap tahunnya, sebagai dampak dari penghitungan kalender Bulan yang kabisat. Biasanya, Festival Musim Semi dirayakan antara 21 Januari dan 20 Februari.
Mulai tahun 1996, Tiongkok memperpanjang hari libur Festival Musim Semi menjadi seminggu. Selama seminggu, pemerintah mempersilakan rakyatnya buat pulang kampung dan ngerayain Tahun Baru Imlek. Tradisi pulang kampung ini dijuluki sebagai “migrasi manusia tahunan terbesar di dunia”. Soalnya, semua transportasi umum dan jalanan auto dipenuhi oleh orang-orang yang mau pulang kampung.
Oke, segitu dulu cerita gue tentang sejarah Hari Raya Imlek. Gue bakal lanjut nyeritain tentang tradisi perayaan Imlek pada artikel selanjutnya.
Baca Juga Artikel Lainnya
Proses Mumifikasi dalam Tradisi Mesir Kuno
Deng Xiaoping, Otak dari Ekonomi Cina Modern
Latar Belakang dan Tokoh Revolusi Cina – Materi Sejarah Kelas 11
Referensi
Leave a Comment