Bagaimana mungkin tanggung jawab moral bisa menyebabkan krisis ekonomi? Kenyataannya itu terjadi pada tahun 2008. Penasaran bagaimana ceritanya? Baca selengkapnya di sini.
Kalo kita bicara tentang “moral” biasanya yang terpikir adalah suatu perilaku manusia yang baik atau buruk. Orang yang membunuh orang lain adalah orang yang tidak bermoral, orang yang membantu orang lain berarti moralnya baik. Tapi rupanya, cakupan moral dalam ekonomi tidak sesederhana itu. Dalam dunia ekonomi, cakupan “tanggung jawab moral” itu bisa jadi sangat kompleks dan dampaknya bisa sangat luas sampai bisa menyebabkan krisis ekonomi yang luar biasa mengerikan! Wah, kok bisa sih sebuah tanggung jawab moral jadi menyebabkan krisis ekonomi? Apa hubungannya moral sama ekonomi? Oke, dalam artikel ini gua akan membahas sebuah sudut pandang fenomena ekonomi yang relatif jarang dikupas. Tapi sebelumnya, supaya ngerti konteks yang mau gua bicarakan di sini, gua mau evaluasi dikit dulu pemahaman lu tentang pengertian ekonomi secara mendasar dan juga arti dari krisis ekonomi.
Pengertian Ekonomi dan Krisis Ekonomi
Banyak pelajar di Indonesia yang terlalu mengasosiasikan ekonomi dengan uang saja, padahal pengertian ekonomi tidak sesempit itu. Dalam cakupan ekonomi, yang kita bicarakan sebetulnya tidak hanya sebatas pada uang, uang, dan uang saja. Terus, kalo bukan bicara soal uang, sebetulnya apaan sih ekonomi itu? Ekonomi adalah situasi di mana sebuah masyarakat bisa memenuhi kebutuhannya, dengan cara apa? Dengan cara masyarakat itu sendiri juga yang menyediakan kebutuhan tersebut. Jika masyarakat lapar, ada sebagian masyarakat yang memproduksi makanan, jika masyarakat ingin tempat tinggal, ada sebagian masyarakat yang menyediakan tempat tinggal, jika masyarakat ingin bepergian, ada sebagian masyarakat yang menyediakan jasa angkutan.
Itulah hukum permintaan dan penawaran, itulah ekonomi. Nah, supaya kondisi tersebut stabil, adil, dan … maka dibutuhkan satu tolak ukur yang dianggap berlaku bagi semua pihak, alat itulah yang namanya UANG. Jadi peran uang dalam dunia ekonomi sebetulnya hanya sebagai nilai tukar yang disepakati secara bersama, supaya setiap lapisan masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya dengan tolak ukur (baca: uang) yang sama dengan pihak yang bersedia memenuhi kebutuhan tersebut.
Itulah kurang lebih illustrasi dari keadaan ekonomi, nah lalu apa itu krisis ekonomi? Krisis ekonomi bentuknya bisa macem-macem, tapi yang jelas itu adalah kondisi yang mengakibatkan kesetimbangan ekonomi bergeser sehingga masyarakat tidak lagi bisa mendapatkan hal yang ‘diinginkan’, karena tidak bisa diimbangi dengan pihak yang mampu menyediakan ‘keinginan’ tersebut. Supaya lebih kebayang dengan konkrit, mungkin gua bisa ceritain sedikit tentang krisis ekonomi yang pernah dialami Indonesia.
Buat lu yang mungkin pernah diceritakan oleh kakak atau orangtua lu, Indonesia sendiri pernah mengalami krisis ekonomi yang luar biasa pada tahun 1998. Dari total hutang luar negeri Indonesia sebanyak 138 milyar USD (Maret 1998), 20 milyar USD akan jatuh tempo pada tahun 1998, sementara pada saat itu cadangan devisa Indonesia cuma sekitar 14,5 milyar USD. Pada saat itulah, dunia tidak percaya dengan nilai rupiah sebagai mata uang yang disepakati bersama. Sampai akhirnya, nilai tukar rupiah anjlok dari yang tadinya Rp 4.850/ 1 USD tahun 1997, terjun bebas sampai hampir mendekati Rp 17.000/ 1 USD pada Januari 1998.
Itu adalah horor yang pernah dialami bangsa Indonesia. Emang apa horornya sih kalo nilai mata uang rupiah anjlok? Artinya, seluruh sektor bisnis yang melibatkan mata uang asing, akan terkena dampaknya. Ribuan perusahaan bangkrut karena tidak mampu membayar hutang dalam bentuk dollar, banyak bank-bank yang gulung tikar sementara uang nasabahnya hangus utk bayar hutang, jutaan karyawan di PHK karena perusahaan gak mampu bayar gaji karyawan. Sebetulnya, apa sih penyebab krisis ekonomi 1998? Wah, penyebabnya itu cukup kompleks dari mulai krisis politik, sikap pemerintah terhadap kondisi ekonomi tidak jelas, sampai bencana kekeringan (La Nina) yang menyebabkan sektor industri perikanan dan pertanian Indonesia melemah. Mungkin ke depannya gua akan cerita soal krisis ekonomi 1998 dalam kesempatan lain.
Buat lebih paham dinamika ekonomi dunia, baca juga : Tiga Skenario Kebijakan Ekonomi Dunia.
Pengertian Moral Hazard dalam Ekonomi dan Krisis Ekonomi Amerika 2008
Okay, gua harap sampai di sini lu lumayan paham pengertian dasar dari ekonomi dan krisis ekonomi itu sendiri, nah sekarang kita balik lagi ya ke topik “hubungan moral dengan krisis ekonomi”. Kalau krisis ekonomi 1998 di Indonesia diakibatkan oleh situasi politik dan hutang luar negeri yang tidak mampu dibayar oleh pemerintah, maka 10 tahun kemudian (tahun 2008) Amerika dan Eropa juga pernah mengalami krisis ekonomi yang tidak kalah mengerikan, dimana salah satu pemicu dari krisis ini adalah “tanggung jawab moral” atau sering disebut dengan istilah moral hazard (bahaya moral).
Mungkin lu sebelumnya gak pernah terpikir bahwa Amerika dan Eropa pernah mengalami krisis ekonomi, karena selama ini Amerika Serikat (selanjutnya disingkat: AS) dan Eropa menjadi sebuah icon peradaban yang maju, negara yang kaya, makmur, sejahtera, dan sebagainya. Faktanya, Amerika dan Eropa juga tidak luput dari krisis ekonomi, yang dampaknya cukup berkepanjangan hingga saat ini. Mulai sejak tahun 2008, 4.4 juta kepala keluarga di AS kehilangan pekerjaan, lembaga keuangan di Eropa banyak yang tutup, kekayaan negara AS terkuras untuk membayar kredit macet rakyatnya, harga emas, saham, obligasi di AS anjlok sampai jadi sangat murah. Ngeri banget kan?? Itulah kenapa campaign pilpres antara Barack Obama vs John McCain di Amerika tahun 2008 sangat bertumpu pada penyelesaian masalah ekonomi ini.
Okay, video tersebut. memberikan sedikit penggambaran bagaimana AS berjuang melawan krisis ekonomi, sekarang yuk kita bahas kenapa krisis ekonomi itu bisa terjadi, dari sudut pandang yang cukup lain yaitu, faktor moral hazard (bahaya tanggung jawab moral). Istilah moral hazard, biasanya diucapkan oleh perusahaan asuransi. Misalnya asuransi kebakaran rumah, dimana pemilik rumah membayar iuran kepada perusahaan asuransi (namanya premi), sementara perusahaan asuransi akan membayar ganti rugi KALAU rumah yang bersangkutan terbakar. Dalam hal ini, perusahaan asuransi akan menanggung risiko jika rumah tersebut mengalami kebakaran dengan jumlah yang cukup besar, namun pemilik rumah harus membayar premi setiap bulan pada pihak asuransi. Dalam hal ini, ada aja pemilik rumah yang jadi seenaknya dalam menjaga rumahnya untuk tidak terbakar. Mungkin mereka mikir:
“Ngapain hati-hati soal kebakaran? Toh kalaupun terbakar akan diganti dan jumlah uang penggantinya itu sangat besar! Lagian kalau rumahnya jadi gak kebakar, rugi dong gue bayar premi asuransi itu? Apa gue bakar aja sekalian yah rumah ini biar dapet uang pengganti dari asuransi? Hehehe…”
Inilah yang namanya MORAL HAZARD, ketika ada pihak yang memiliki tanggung jawab moral tertentu, tetapi TIDAK PUNYA tanggung jawab legal. Terus, untuk menghindari bahaya moral ini bagaimana? Biasanya sih, pihak asuransi mewajibkan semua pelanggannya untuk menjaga rumah mereka seoptimal mungkin dari kebakaran, misalnya dengan menyediakan tabung pemadam api, dengan membangun rumah menggunakan bahan yang tak mudah terbakar, pengecekan listrik dan bahan-bahan yang mudah terbakar, dan seterusnya. Sehingga jika kebakaran terjadi karena disebabkan ketidakpatuhan pihak pemilik rumah, perusahaan asuransi tidak akan menggantinya. Sayangnya tidak semua moral hazard bisa diatasi semudah itu, dan itulah yang bisa menyebabkan krisis ekonomi dengan skala luas.
Penyebab Krisis Ekonomi AS dan Eropa 2008: Hutang, Piutang, dan Kredit Rumah
Pertanyaan paling mendasar ketika kita hendak meminjamkan uang pada orang lain adalah kapan hutang tersebut bisa dibayar lunas? Hutang dalam ekonomi itu tidak selamanya buruk, jangan dianggap hutang adalah suatu bentuk yang hina, hutang dalam ekonomi bisa jadi suatu strategi yang wajar dilakukan, asalkan dapat dipertanggung-jawabkan.
Salah satu bentuk hutang yang paling umum dan kemungkinan besar akan dilakukan oleh semua orang adalah KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Jarang ada orang yang bisa membeli rumah secara kontan, karena harganya sangat mahal. Jadi, wajar saja kalau hampir semua orang dari ekonomi bawah sampai menengah untuk datang ke bank, meminta pinjaman uang dalam bentuk KPR.
Biasanya, sebelum bank memberikan pinjaman, pihak bank menanyakan pertanyaan mendasar “Apakah Anda mampu bayar hutang ini? Kapan bisa dibayar lunas?”, Tapi tentu saja pertanyaan itu diperhalus jadi jauh lebih spesifik: “Penghasilan perbulan anda berapa? Anda sudah berkeluarga? Ada tanggungan lain? Sebelumnya sudah pernah mengajukan kredit?”.
Ingat, bank ini adalah perusahaan yang membutuhkan untung, bukan organisasi amal yang suka menghibahkan uang, jadi tentu saja pihak bank juga butuh kepastian dari peminjam agar uangnya bisa kembali plus sedikit keuntungan dari bunga.
Nah, masalahnya di AS, pertanyaan paling mendasar ini tidak menjadi syarat prioritas. AS punya sebuah semboyan atau lebih dikenal dengan “American Dream” salah satunya adalah menciptakan demokrasi yang dilandasi warga negara memiliki hak atas tanah di AS (baca: memiliki rumah). Berpegang pada “semboyan” itu, pemerintah AS memberlakukan kebijakan yang cukup berani, yaitu dengan memberikan kredit rumah kepada siapapun yang memintanya!
Lalu bagaimana dengan warga negara AS yang dianggap kurang mampu? Mereka akan mendapatkan “kredit khusus” untuk orang-orang yang tidak mampu, kredit itu disebut dengan “subprime mortgage” atau “kredit rumah di bawah primer”. Lebih tepat sih disebut “kredit rumah di bawah standard”. Sementara itu, para pemberi kredit (pegawai bank) jadi semakin bersemangat untuk memberikan kredit rumah ini sebanyak mungkin, sebab mereka mendapat komisi (uang imbalan) dari setiap kredit rumah yang dikeluarkan bank.
Jadi di satu sisi pemerintah ingin warganya mendapatkan kebebasan demokratis dalam bentuk kepemilikan rumah (baca: American Dream), di sisi lain pihak pegawai bank juga ingin mendapatkan keuntungan berupa komisi dari setiap kredit yang cair. Jadi hampir semua pihak bisa mendapatkan kredit rumah di AS, baik yang mampu maupun yang belum atau bahkan TIDAK mampu. Kontrol antara siapa yang pantas mendapatkan kredit dan yang tidak pantas jadi longgar sekali.
Pada saat itu (sebelum krisis 2008), pasar kredit rumah AS, cenderung nggak peduli apakah kredit-kredit rumah akan berujung menjadi kredit macet. Kenapa si peminjam uang kok seolah-olah gak peduli sama duitnya?
“Tenang saja Pak.. Harga rumahnya akan naik terus kok!”
“Tenang saja…” jawab si pegawai bank meyakinkan si calon peminjam. “Saat ini harga rumah di AS sedang naik tajam! dan akan selalu naik tajam! Kalau misalnya suatu hari nanti Anda gak bisa bayar cicilan kredit rumah, jual saja rumahnya! Uangnya pasti cukup bukan cuma untuk bayar hutang, tapi juga untuk membeli rumah baru!”. Lalu, kontrak peminjaman uang pun ditandatangani.
Dalam skenario tersebut, akhirnya KPR bukan cuma berarti meminjam uang untuk membeli rumah, tapi juga sekaligus menjadikan rumah yang ingin dibelinya itu sebagai jaminan, malah cenderung menggunakan rumahnya tersebut sebagai jaminan untuk KONSUMSI kartu kredit mereka! Jadi bisa dibilang, ada masa ketika orang-orang di AS menggunakan rumah mereka sendiri sebagai “mesin ATM”. Situasi ini keliatan seperti ini terkesan seperti too good to be true yah? Padahal ini adalah moral hazard yang tanpa sadar dilakukan secara serempak oleh sebagian besar masyarakat AS, sampai akhirnya itu menjadi bahaya bom waktu yang akan meledak tanpa diduga-duga.
Moral Hazard berlapis dalam hutang-kredit
Memang apa aja sih moral hazard yang berlaku dalam fenomena ini?
- Pertama, bankir yang seharusnya memiliki tanggung jawab moral untuk meyakinkan semua kredit dari banknya adalah kredit yg bisa terbayar, malah cenderung mengobral kredit demi mendapat komisi
- Peminjam kredit yang seharusnya memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan diri mereka cuma meminjam uang yang bisa mereka kembalikan. Mereka cenderung meminjam tanpa perhitungan panjang karena merasa sudah mendapat kepastian tsb.
Moral hazard antara pemberi kredit dan peminjam ini akhirnya bertumpuk hingga skalanya luar biasa besar! Bayangkan saja, jutaan calon pemilik rumah amat bernapsu meminjam uang! Akhirnya, uang KPR yang dipinjamkan itu jumlahnya trilyunan USD!! Itu adalah jumlah uang yang sangat luar biasa besar dan fantastis! Kalau tadi kita bicara krisis ekonomi 1998 berbunyi ratusan milyar USD, sekarang kita bicara soal trilyunan USD yang yang menunggu menjadi kredit macet dan hanya bergantung pada harapan bahwa harga tanah & rumah akan selalu naik! Ngeri banget kan??
Kredit Macet di AS Berdampak Sampai ke Eropa, Bahkan Asia!
“Lho kok bisa? Dari yang tadinya cuma krisis kredit macet di negara Amerika, kenapa Eropa sampai ke Asia jadi ikut ngerasain dampaknya?”
Sebetulnya, ada satu lagi penyebab (selain dapet komisi dan dorongan dari pemerintah) kenapa para bankir AS royal memberikan kredit rumah: soalnya piutang tersebut sudah dijual ke bank-bank dan institusi keuangan di seluruh dunia, sebagian besar di Eropa dan Asia!! Nah loh, peminjam-peminjam kredit rumah itu TIDAK HANYA berutang ke bank di Amrik yang memberikan mereka uang, mereka juga berhutang pada pada institusi keuangan dan bank-bank lain di luar AS. Di sini muncul satu lagi moral hazard oleh para kreditur:
“Ah, gua gak peduli ini pasutri-pastri baru ini pada bisa bayar hutang KPR atau nggak, yang penting gua dapet komisi, yang penting gue nurut sama kemauan pemerintah untuk ngasih semua orang hak yang sama dapet rumah.. Lagian, kalo ujung-ujungnya mereka gak bisa bayar, toh nanti yang nanggung adalah perusahaan investasi di Eropa sana, bukan gue, bukan bank tempat gue kerja.”
Sebuah kredit rumah yang macet adalah masalah, bukan cuma untuk pemilik rumah tapi juga untuk bank. Ingat, bank mengharapkan uangnya kembali, bukannya mengharapkan sertifikat rumah. Di masa lalu, begitu ada kredit macet, biasanya pihak peminjam dan kreditor bisa melakukan negosiasi ulang. Di banyak kasus, bank memberikan keringanan: tanggal jatuh tempo ditunda, dan/atau bunga hutang dikurangi, dst. Harapannya, kredit rumah macet itu bisa lancar lagi.
Sayangnya, saat itu status para pemilik rumah gak cuma berhutang ke bank, tetapi ke berbagai perusahaan lain di luar Amrik. Para pemilik piutang (perusahaan luar Amrik) ini gak mau tahu, mereka gak mau repot-repot memberikan kelonggaran atau mengurusi negosiasi ulang. Mereka cuma mau secepatnya mendapatkan uang. Jadi, gak ada tuh ceritanya negosiasi ulang, dan langsung ke tahap penyitaan rumah. Masalahnya, yang sampai pada tahap penyitaan rumah ini sampai berbunyi jutaan kepala keluarga! Gila banget, kan??
“Loh kok perusahaan di luar AS berani amat beli kredit yang berpotensi jadi kredit macet?”
Lu mungkin bertanya “Tunggu, tunggu, inikan kredit di bawah standard (yang berisiko besar jadi kredit macet), kenapa institusi-institusi keuangan mancanegara mau aja beli kredit bermasalah seperti itu?”
Tentu saja institusi-institusi keuangan di luar AS itu semuanya menanyakan pertanyaan dasar “ini peminjamnya mampu bayar gak?”. Tapi lagi-lagi pertanyaan itu gak jadi skala prioritas. Kenapa? Masalahnya mereka (perusahaan investasi luar AS) tau ada satu kebijakan Pemerintah AS yang memprioritaskan “demokrasi pemilik rumah” sehingga pemerintah AS MENJAMIN semua kredit rumah. Berkat jaminan itu, semua kredit rumah dianggap kredit yang pasti lancar (baca: kalau sampai gak lancar, negara akan bersedia membantu).
Ini lagi-lagi jadi moral hazard oleh perusahaan investasi di luar AS yang secara gak langsung berpikir:
“Ah… peduli amat ini para peminjam bank-bank di AS adalah orang yang mampu bayar atau nggak, toh semua kredit rumah yang macet ditanggung negara Amerika yang kaya-raya itu!”
Masalah ini jadi balik lagi ke konsep asuransi yang gua sebutkan jadi contoh di atas. Pemerintah AS di sini berperan jadi perusahaan asuransi raksasa yang menjamin semua kredit rumah bagi semua warga negaranya. Masalahnya, pemerintah AS tidak bertindak seperti perusahaan asuransi kebakaran rumah yang mewajibkan pelanggannya mencegah kebakaran semaksimal mungkin. Karena pemerintah AS tidak mewajibkan pihak bank untuk mencegah kredit rumah macet, malah mendorong supaya kredit dicairkan! Bahkan pemerintah AS melakukan deregulasi/penghapusan hukum soal kredit rumah. Kenapa tidak? Amerika itu kan negara bebas, bung! Dan ingat, ini adalah soal “American dream”! Celakanya, saat kredit macet ini sudah trilyunan Dollar, pemerintah amrik biar kaya, juga GAK BAKALAN SANGGUP menanggungnya.
Dampaknya Kredit Macet Ini Jadi Sangat Meluas dan Berkepanjangan.
Krisis ekonomi akhirnya pecah tahun 2008 ketika terlalu banyak kredit macet terjadi, terlalu banyak orang menjual rumahnya, sampai penawaran rumah melampaui permintaan rumah. Harga rumah berhenti naik, malah cenderung turun. Para pemilik rumah panik, karena nilai jual rumahnya merosot sehingga tidak lagi bisa menjadi penjaminan jika mereka tidak mampu membayar kredit, baik untuk kredit rumah itu sendiri, maupun kredit barang konsumsi yang mereka beli dengan kartu kredit.
Tidak sedikit para peminjam kredit kalang kabut untuk membayar hutang kredit. Kredit macet dimana-mana, sektor industri macet, dan seluruh dunia panik, sebab uang mereka hangus, tidak bisa kembali. Ketika banyak orang kehilangan uang secara serempak, masyarakat mulai menjual harta benda/aset mereka (emas, saham, obligasi, dan lain-lain.) secara serentak.
Ingat hukum permintaan dan penawaran sangat bergantung pada faktor kelangkaan. Jika semua orang menawarkan hal yang sama secara serempak (aset), maka nilainya malah justru jadi jatuh! Jadi ketika pasar dibanjiri penawaran aset-aset berharga tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan, harganya malah jadi turun dan pemilik aset yang tadinya nggak pernah minta kredit rumah atau membeli piutang kredit rumah, juga ikutan kena dampaknya karena harga aset non-tunai mereka juga jadi ikut-ikutan jatuh karena ulah orang lain.
Dan jangan lupa juga, karena kredit-kredit macet itu sudah menjadi piutangnya perusahaan-perusahaan di luar AS, artinya trilyunan dollar uang di luar Amerika juga hangus. Jadi, krisis ekonomi ini bukan cuma melanda Amerika Serikat saja, tapi juga seluruh dunia.
****
Ngeri banget yah, di mana kondisi ekonomi suatu negara bisa jatuh karena hal yang nggak diduga-duga, dan hal itu berdampak luas melebar ke pihak lain yang tadinya tidak ada sangkut pautnya, bahkan sampai mempengaruhi ekonomi di belahan dunia lain. Ingat betapa banyaknya moral hazard yang terjadi secara berlapis yang bertanggung-jawab atas krisis ekonomi ini? Ketika pemerintah tidak jeli dan menyadari bahwa setiap individu dalam masyarakat hanya bisa melihat situasi secara sempit dan jangka pendek (baca: bertindak untuk kepentingan pribadi dan melempar tanggung-jawab pada pihak lain), maka akibatnya bisa jadi sangat fatal bagi semua pihak. Hal yang lebih mengerikan lagi, tidak ada pihak yang bisa kita permasalahkan secara legal dalam hal ini. Tidak ada satu pun pihak yang melanggar hukum dan bertanggung-jawab atas fenomena kerusakan ekonomi ini, TIDAK ADA YANG DIPENJARA walaupun trilyunan dollar hangus!
Jadi cerita ini membuat lu semua yang kelak ingin masuk fakultas ekonomi dan menjadi seorang ekonom handal, harus belajar dari fenomena krisis ekonomi 2008 ini: bahwa kita sebagai manusia terpelajar harus bisa jeli untuk melihat fenomena ekonomi. Karena tidak lama lagi, cepat atau lambat lu akan terjun menjadi pelaku ekonomi, entah dalam skala besar maupun skala kecil, tapi pengetahuan akan ekonomi itu tetap diperlukan.Jika kelak lu berkesempatan menjadi pihak yang cukup berkuasa untuk mengatur kebijakan ekonomi, maka berhati-hatilah akan tindakan lu. Karena niat baik tidaklah cukup, tapi juga harus diiringi dengan analisa yang jeli, tidak hanya dari sektor ekonomi tapi juga psikologi pasar secara luas.
Terakhir, sebuah kebebasan selalu diiringi oleh tanggung jawab moral. Ingat, kebebasan bisa jadi diterjemahkan kebebasan untuk mensiasati kelonggaran hukum untuk merenggut kebebasan orang lain. Kita belajar dari kesalahan kebijakan untuk deregulasi yang membebaskan pasar kredit rumah, akhirnya malah menghancurkan pasar kredit rumah itu sendiri. Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari cerita gue ini, serta menambah pengetahuan lu semua para calon ekonom handal dan pelaku ekonomi yang bertanggung jawab. Sampai jumpa di artikel berikutnya!
Catatan Editor
Kalo ada yang mau nanya atau ngobrol sama Marcel seputar topik Ekonomi, jangan malu-malu langsung aja tinggalin comment di bawah artikel ini.
cara pemerintah AS ngatasin masalah ini gimana bang?
Dari pihak bank sentral/The Feds:
1) Mencetak uang dan memasukkannya ke dalam bank² yg bermasalah. (Liguidity injection)
2) Membayar (sebagian) KPR² macet tsb.
Dari pihak pemerintah Amerika Serikat sendiri:
– Memberikan potongan pajak besar²an.
– Meningkatkan defisit belanja negara, bahkan sampai meningkatkan hutang nasional USA sampai di atas 15 trilyun Dolar.
– Mengambil alih bank² yg sudah terlalu bermasalah.
– Membentuk badan² yg mengurusi negosiasi ulang antara pemilik rumah dg bank/institusi pemilik sertifikat rumah.
Di bidang legislatif:
Sedang ada upaya menciptakan kembali pembedaan bank tabungan dg bank investasi. (Cuma bank investasi yang boleh melakukan jual-beli KPR.) Sayangnya, ini BELUM berhasil.
mencetak uang itu bukannya ada batasnya bang?atau karena keadaan tertentu maka ada pengecualian?
1. potongan pajak besar”rannya merata atau gimana bang? misal golongan atas di AS apa kena? soalnya kalau engga,mungkin penghasilan negara bakal nurun lagi.dan mungkin bakal moral hazard lagi hehe.
2. apa mengambil alih bang-bang itu pemerintah AS membayar lagi(beli bank)?
4. badan-badan ini kayanya mungkin bisa mengurangi lost jobs yang ada,tapi bukannya malah memberatkan negara bang?
sorry banyak tanya nih bang.
“mencetak uang itu bukannya ada batasnya bang?atau karena keadaan tertentu maka ada pengecualian?”
-> Batas ini yang masih diperdebatkan. Paul Krugman bilang, inflasi masih jauh. Sementara Paul Volcker sudah memperingatkan bahaya hiperinflasi.
“1. potongan pajak besar”rannya merata atau gimana bang? misal golongan atas di AS apa kena? soalnya kalau engga,mungkin penghasilan negara bakal nurun lagi.dan mungkin bakal moral hazard lagi hehe.”
-> Yup, kena juga. Mereka gak peduli soal penghasilan negara melalui pajak menurun, sebab udah jadi rahasia umum, orang kaya adalah pembuat hukum Amerika.
“2. apa mengambil alih bang-bang itu pemerintah AS membayar lagi(beli bank)?”
-> Pemerintah AS lewat lembaga khusus bernama FDIC (Federal Deposit Insurer Corporation) mengeluarkan uang bukan untuk membeli bank² yg sudah bangkrut itu. Mereka mengeluarkan uang untuk mengganti tabungan² nasabah sesuai dg ketentuan yang berlaku: https://www.fdic.gov/consumers/banking/facts/payment.html
“4. badan-badan ini kayanya mungkin bisa mengurangi lost jobs yang ada,tapi bukannya malah memberatkan negara bang?”
-> Badan² ini TIDAK mengeluarkan banyak biaya. Tugas mereka cuma jadi “makcomblang” yg mempertemukan sebanyak mungkin pengutang (Pemilik rumah) dengan pemberi hutang (Bank atau lembaga keuangan luar negeri), membuat sebanyak mungkin KPR macet tsb dinegosiasi ulang.
wah keren bang,sorry banyak typo di post yang tadi
btw di sini juga ada bahas krisis AS 2008
https://youtu.be/fTTGALaRZoc?t=155
Keren artikelnya, btw jadi kurang enak bacanya karena setau gw penulisan hutang itu yg benar utang
Kak Marcel, sejauh mana krisis ekonomi 2008 berpengaruh pada Indonesia? btw ditunggu nih artikel yang mengupas tentang krisis ekonomi Indonesia 1997-1998 !!
wahh , makasih banyak bang ulasannya , walaupun saya bukan anak IPS , tapi saya paham ,,,, dulu yang saya tau tentang krisis 2008 cuma penutupan bank Lehman Brother dan juga krisis ini katanya lebih hebat dari krisis 1998 ,,,
kalo krisis hutang yunani hubungannya apa bang sama krisis ekonomi 2008?
Semua berawal dari ketergantungan Yunani pada 2 industri: perkapalan dan turisme.
Masalahnya, kedua industri ini sangat sensitif thd iklim bisnis luar negeri. Ketika krisis 2008 menghantam dunia, permintaan kapal menyusut drastis, begitu pula jumlah orang² yang jalan² ke Yunani. Ketika kedua industri ini lesu, seluruh ekonomi Yunanipun jadi lesu.
yunani itu negara yg termasuk korup di eropa barat. masalah ekonomi negaranya sdh mulai kerasa sejak bubble dotcom. makin parah waktu utang buat bangun fasilitas olimpiade 2004. menggila di 2008. skrg lg galau tentang statusnya di euro zone
bang, gue punya persepsi begini.
kalo nilai mata uang DN rendah thdp nilai mata uang LN (parameter IDR to USD), harga2 naik karena di Indonesia banyakan barang impor dibanding ekspor. tapi apakah harga2 naik juga kalo kita didominasi produk dalam negeri, alias tanpa ekspor? bukannya nilai mata uang DN lg rendah, itu kesempatan buat ekspor barang ke luar negeri?
“kalo nilai mata uang DN rendah thdp nilai mata uang LN (parameter IDR to USD), harga2 naik karena di Indonesia banyakan barang impor dibanding ekspor.”
-> Seratus!
“tapi apakah harga2 naik juga kalo kita didominasi produk dalam negeri, alias tanpa ekspor?”
-> Harga enggak akan naik. Tapi, hati² nih. Itu bukan berarti “JANGAN GUNAKAN PRODUK LUAR NEGERI”. Seringkali kita mengimpor dari luar negeri karena produk² tsb emang MAHAL BANGET kalo kita bikin sendiri. Apalagi, kalo upah minimum buruh kita ngikutin kehendak serikat buruh!
“bukannya nilai mata uang DN lg rendah, itu kesempatan buat ekspor barang ke luar negeri?”
-> Ini juga bener. Ini sebabnya Jepang MATI²AN berusaha membuat nilai Yen jatuh, untuk membuat produk² export Jepang jadi lebih murah di luar negeri.
Menarik banget pembahasannya. Mengenai krisis 2008 saya banyak baca dari bukunya Robert T Kiyosaki. Disana dia banyak ngomong soal American Dream, subprime mortgage, gagalnya The Fed untuk mengantisipasi gejala krisis 2008, sampai pada Amerika menjadi mesin pencetak uang setelah lepas dari emas sebagai pegangan. Krisis ini bahkan sampai membuat Warren Buffet kaget. Sebenarnya Robert T Kiyosaki sudah banyak mengingatkan tentang krisis yang akan terjadi di 2008, namun karena dianggap bukan sebagai ahli ekonomi/ahli teori dia diabaikan. Namun yang menjadi pertanyaan saya apakah semua hutang/obligasi yang ditawarkan pada asing akan dibayar oleh Amerika mengingat generasi baby boomer akan segera pensiun (Amerika menanggung masa pensiun para generasi baby boomer). Yang saya takutkan apabila baby boomer pensiun maka akan terjadi krisis kembali di Amerika karena tidak mampu membayar hutang dan uang pensiun para baby boomer. Terima kasih bang.
Jangan, sekali lagi JANGAN percaya Robert Kiyosaki. Pendapatnya sebaiknya kamu periksa, bandingkan dengan pendapat² orang lain. Hindari mengutip orang ini. Alasannya, ditulis di artikel ini:
http://www.johntreed.com/Kiyosaki.html
Kalau ada argumen di link saya itu yang tidak valid, baik datanya atau logikanya, silahkan didebat.
Makasih Bang. Tapi sebelum debat masalah Kiyosaki saya masih mau nanya soal masalah baby boomer dan tanggung jawab pemerintah Amerika di dalamnya ditambah hutang obligasi bekas subprime mortage, ndak salah saya setelah PD 2 pemerintah USA memberikan jaminan pensiun kepada generasi yang lahir setelah PD 2 yang biasa disebut baby boomer. Kalo dilihat lagi bukannya baby boomer bakalan mau pensiun, terus gimana pemerintahnya mengatur penyelesaian krisis 2008 yang belum selesai ditambah dengan biaya pensiun generasi baby boomer ini ? Apakah baby boomer pensiunnya disiapkan pemerintah atau mereka mempersiapkannya sendiri berdasarkan rencana seperti 401k ? Makasih bang
Masalah pensiunnya baby boomer ini BLUM ADA solusinya, setidaknya dari sisi pemerintah Amerika. Cara terbaik untuk pensiun buat para baby boomer adalah … kembali ke gaya hidup anak kuliah: berbagilah tempat tinggal, jangan miliki mobil pribadi, gunakan transportasi umum, dan yang terpenting: lupakanlah gaya hidup Wall Street: tidak ada lagi pensiun ber-mewah²an.
http://www.forbes.com/sites/edwardsiedle/2013/10/31/surviving-the-greatest-retirement-crisis-in-american-history/
Makasih banyak bang maaf kebanyakan nanya. Soalnya saya agak curious soal dampak krisis 2008. Great article bang
Maaf bang boleh nanya lagi ndak, kira-kira kalo baby boomer pensiun bakalan ngaruh sama perekonomian dunia ndak ?
Ngaruh banget.
Sampai sekarang, USA masih menjadi ekonomi yang amat penting di dunia, apapun yang mempengaruhi ekonomi USA, mempengaruhi ekonomi dunia.
Kalau mereka gak bisa bayar pensiunnya para baby boomer, artinya mereka gak akan bisa beli BANYAK produk exportnya BANYAK negara. Itu artinya bisnis di banyak negara akan terpukul. Kalau pengurangan ini signifikan, DAN tidak ada yg bisa menggantikannya yah bakalannya jadi resesi di negara² tsb.
Setahu gua van ticking bomb system ini udah lama diperingatkan para pakar ekonomi. Karena sistem ini memperbolehkan lenders menjual mortgages & loans ke Bank, kemudian dijadikan oleh Bank menjadi collateral debt obligation (CDOs ) yang kemudian dijual lagi ke investor setelah di evaluasi oleh rating agency, terutama yang dijual adalah yang memiliki rating Triple-A. Yang tentunya bakal menyebabkan moral hazard.
Bisa dilihat beberapa perusahaan kaya Goldman Sachs bahkan mencari keuntungan dari membeli credits default swaps dari American International Group dan bahkan Goldman bisa bertaruh atas CDOs yg bukan punya mereka dan mendapatkan bayaran kalau CDOs-nya failed.
Dan yang teraneh, Paulson pada G7-Meeting 9 Februari 2008, masih bisa mengatakan untuk keep growing agar resesi tidak terjadi sedangkan resesi udah dimulai semenjak 4 bulan sebelumnya.
Imo selain moral hazard, gua rasa ada excessive political influence terutama pada industri pelayanan keuangan di sini yang mendorong krisis 2008 di USA. Anyway nice share van.
^ bagian yang laen dari krisis 2008.
Sebelum itu, ada penghapusan “Glass-Steagall act”, yang berarti pemisahan bank investasi dengan bank tabungan. Waktu ada “Glass-Steagall act”, bank tabungan gak boleh sembarangan beli produk investasi, mereka diwajibkan sangat ber-hati²! Maklum, merekakan menggunakan uang nasabah mereka, uang rakyat kecil, yang dijamin oleh pemerintah USA lewat FDIC.
Eh, katanya pembatasan itu mengurangi keuntungan. Tahun 1999 (Di masa Bill Clinton), pemisahan ini dihilangkan, semua bank bisa membeli KPR/mortgage! Bom waktu yang tercipta jadinya TIDAK terbatas di bank investasi, tapi di semua bank! Makanya krisis ekonomi 2008 itu benar² menghancurkan ekonomi Amerika, bukannya bank² investasinya saja.
Pak Marcel ada email nya? Danke
Kereenn bgt artikelnya, Mas mau tanya
1.Seperti yg kita tahu bahwa skrang ini Rupiah lgi anjlok, apa ini ada hubungannya dengan krisis 2008 trsebut yg dalam artian bahwa amerika telah pulih dri krisis? Lalu ada hal signifikan apa yg dilakukan amerika shingga mampu mmbuat dolar skr menguat?
2.sebenarnya pengaruh pemberian potongan pajak itu apa ya,terutama dlam hubungannya dngan kurva permintaan penawaran?
1.pinjam meminjam uang dari bank luar negeri akan kacau karena mereka kena krisis,terutama dari Eropa dan Amerika,ekomoni dunia ga stabil,mata uang anjlok,bursa saham nurun drastis,investor indo akan rugi berat,perusahaan disini juga bakal mumet,pemerintah juga bukan pengecualian,akhirnya rakyat yang kena.
2.emm yang ini gue kurang tau teknisnya tapi mungkin untuk menjaring para produsen menjual barangnya dengan massive,barang banyak pajak jalan,dan juga kurva penawaran akan menaik,penawaran? depend on costnya sih.
Tapi menurut gue sih ini ada hubungannya dengan kebijakan dri bank sentral untuk melakukan liguidity injection…Gue curiganya karena the feds udah berhenti melakukan injection akhirnya yaa dolar yg beredar makin dikit,shingga dollar kembali menguat? Ehh ya gitu gasih? Kayaknya pemikiran gue terlalu simple bgt yaa gak merhatiin faktor yg lain
Klo yg pajak,bener juga sih,mungkin pajak ini berpengaruh dngan suku bungan akhirnya ningkatin jumlah investor
elemen-elemen ekonomi yang berpengaruh di dunia pasti ada ambil bagian dalam kasus ini ga terkecuali bank sentral tapi ga segampang gitu sih kayanya buat menguatkan mata uang,dan menurut aku bukan dollar yang naik tapi mata uang kita yang nurun.hutang negara udah banyak sementara krisis dimana-mana.dan lagi kalau pinjaman ga di berikan bukan berarti dollar bisa naik gitu aja,utang AS ke negara lain juga perlu di pertimbangkan terutama negara-negara UE yang kena krisis juga (Greece,Italia,Spanyol,Ireland),karena AS juga hutang ke negara-negara eropa,sedangkan negara yang bisa bertahan dari krisis cuman Jerman dan Prancis.mungkin karena ini mata uang Euro masih bisa di atas AS wallaupun ga signifikan bedanya.
kalau soal pajak emm.kurang tau nih hehe,tapi menurut aku sih bisa tapi ga terlalu berpengaruh,jumlah investor kan juga mempertimbangkan dengan keadaan negaranya.biasanya negara juga meminjam uang lewat investor
Banyak dari mereka yang mengatakan pemberi pinjaman semua palsu, Saya mencari siap membuat ca 6 bulan, saya adalah korban dari scammers internet selama 6 bulan. mereka akan mengatakan siap antar individu. Saya mengunjungi situs dari pengumuman pinjaman antara individu yang serius di mana saja di dunia dan saya telah mengenal Nyonya besar, CAHYA KIRANA bernama membantu. setiap orang dapat dilunasi iman jumlah, dia memberi saya pinjaman dari € 30.000 dengan tingkat bunga yang sangat rendah dari 2% dan juga tanpa collactaral sebuah, selama hidup saya dan pinjaman saya siap dalam waktu 72 jam saya punya uang di rekening saya tanpa masalah . Alasan mengapa saya membuat kesaksian untuk hari ini dia, karena dia telah mengubah semua kesedihan saya untuk sukacita dan tawa. wanita sebagai bagi saya, dia adalah Allah yang dikirim untuk membantu saya. dia menemukan lebih lanjut, hubungi hari ini sayang saudara saya dan adik dan Anda akan puas wwith hidup lagi dan hidup saya saya akan sangat greatfull padanya. Hubungi Ibu Cahya pada dirinya Email dan mendapatkan pinjaman hari ini .. cahya.credidfirm@gmail.com Anda juga dapat menghubungi saya di bataribima2011@gmail.com untuk lebih jelasnya
Terima kasih
Speechless guahh. Parah kerenn, bang baca buku apa aja sampe bisa ngejelasin serinci ini?? Bagi resep bang biar bisa ketularan cerdas, hehe.
Btw brrti setiap individu dalam suatu negara itu ttp memiliki andil yang signifikan trrhadap perputaran ekonomi negera tsb ya bang? Sekecil apa pun keputusannya dalam mengambil keputusan yang bersangkut paut dengan ekonomi ya bang?
Buku yang saya baca: “Freefall” karangan Joseph Stiglitz. Namun, masukan saya bukan buku itu aja tapi buanyak banget artikel² laen.
Setiap individu memang memiliki andil. Ingat, “Permintaan” maupun “Penawaran”lah yang menentukan harga barang/jasa apapun. “Permintaan” maupun “Penawaran” apapun adalah jumlah dari semua permintaan individu maupun penawaran individu thd barang/jasa tsb.
Bang sorry gw dari masa depan nih hehehehe. Gw cuma mau nanya aja itu krisis mempengaruhi berbagai sektor lain gak di eropa atau asia ? Misalnya politik yang bikin orang” pro barat jadi ga kepilih lagi atau kalah di panggung politik. Atau misalnya ada kebijakan antar negara yang jadi dipermudah gitu bang ? Sorry banyak nanya.
Pasti ada pengaruhnya. Krisis ekonomi selalu menjadi berita buruk buat pemerintah yang berkuasa. Krisis 2008 ini juga.
Kalo negara tsb adalah negara demokrasi, biasanya partai yg sedang berkuasa kehilangan banyak suara dibandingkan pemilu sebelumnya. Misalnya partai Republik di Amerika Serikat kalah dalam pilpres 2008. Pemerintahan di banyak negara² Eropa merasakan dampak ini di tahun 2009, Yunani misalnya tak sanggup lagi membayar utangnya. Beban utang ini memaksa pemerintah Yunani “mengencangkan ikat pinggang” dengan kata lain memotong semua anggaran, terutama anggaran kesejahteraan rakyatnya, menimbulkan demonstrasi di mana². Akibatnya terjadilah gonta-ganti pemerintahan akibat masalah utang ini, sejak 2009 – 2017, Yunani gonta-ganti PM hampir setahun sekali!
https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_Prime_Ministers_of_Greece
Selain ketidak stabilan politik ini, rakyat Yunani jadi membenci Jerman yang memberikan utang² tsb, dan utang² untuk membayar utang² lama mereka. Efek serupa, tapi tak separah ini terasa di Irlandia, Portugal, dan Spanyol. (Kalau di Spanyol, ceritanya beda lagi. Krisis ekonomi akhirnya menguatkan gerakan kemerdekaan daerah Catalan.)
Akibat lainnya adalah makin lakunya partai² extrim, baik extrim kiri (Komunis) maupun extrim kanan (Fasis atau Extrim agama). Di Jerman misalnya, menguatlah gerakan neo-Nazi dan sentimen anti orang asing. Fenomena ini berujung dengan munculnya partai AfD (Alternative für Deutschland) di tahun 2012 yg berkembang dari gerakan intelektual anti mata uang Euro menjadi magnet semua neo-Nazi, dan sampai sekarang (2017), dg semua masalah internalnya, AfD ini masih diperhitungkan.
Masih banyak sih yang lain, tapi itu aja yg terpikir sama saya saat ini.
Bang sorry nih gw nanya lagi. Apakah krisis yang melanda amerika ini sama parahnya dengan krisis sebelum WW2 atau masih lebih ringan tetapi memicu ketegangan global juga bang ? Kaya yang korut sekarang alami itu masih dampak dari krisis 2008 ? Terus ada negara yang malah bisa naik jadi negara dengan ekonomi kuat ga setelah krisis itu ? Sorry bang banyak nanya.
Krisis ini tidak separah krisis “The Great Depression” yg memicu hiperinflasi di negara² Eropa.
Korut sendiri ekonominya babak belur karena terisolasi dari ekonomi negara lain, bukan karena krisis ekonomi 2008.
Dalam semua krisis, ada pemenang, ada pecundang. Salah 1 pemenang dlm krisis 2008 itu adalah Indonesia, yang cukup terlindung dari krisis karena:
1) Bank² dan lembaga² keuangan Indonesia tidak banyak menginvestasikan uangnya ke pasar real estate AS atau Subprime mortgage.
2) Besarnya pasar domestik Indonesia, sehingga produk² Indonesia masih bisa dibeli oleh pasar lokal ketika pasar export mendadak ambruk karena krisis 2008.
Pengalaman pribadi nih, saya di tahun 2008 itu bekerja di Singapura yg amat mengandalkan pasar luar negeri. Banyak banget perusahaan supplier maupun konsumennya perusahaan tempat saya bekerja mendadak bangkrut atau mengurangi produksi/order. Itu beda banget dg keadaan ekonomi Indonesia yg relatif tidak banyak terpengaruh.
Namun, hati² jangan berpikir bahwa mengisolasi ekonomi negara kita adalah ide bagus! Benar sekali bahwa makin terisolasi ekonomi sebuah negara, makin kecil peluangnya terkena krisis keuangan negara lain. Di saat yg sama, isolasi ketat cuma akan menciptakan ekonomi Korea Utara, ekonomi yg terus menerus mengalami krisis kekurangan pangan, kekurangan modal, dst.
Ohh makasih bang. Ga nyangka gw ternyata negara yang bukan superpower kaya indonesia lah yang bisa bertahan di krisis 2008.
kabar baik!!!!
Hello All, nama saya Jane alice seorang wanita dari Indonesia, dan saya bekerja dengan kompensasi Asia yang bersatu, dengan cepat saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia yang mencari pinjaman Internet agar berhati-hati agar tidak jatuh ke tangan penipu. dan fraudstars banyak kreditor kredit palsu ada di sini di internet dan ada juga yang nyata dan nyata,
Saya ingin membagikan testimonial tentang bagaimana Tuhan menuntun saya kepada pemberi pinjaman sebenarnya dan dana pinjaman Real telah mengubah hidup saya dari rumput menjadi Grace, setelah saya tertipu oleh beberapa kreditor kredit di internet, saya kehilangan banyak uang untuk membayar pendaftaran. biaya. . , Biaya garansi, dan setelah pembayaran saya masih mendapatkan pinjaman saya.
Setelah berbulan-bulan berusaha mendapatkan pinjaman di internet dan jumlah uang yang dikeluarkan tanpa meminjam dari perusahaan mereka, saya menjadi sangat putus asa untuk mendapatkan pinjaman dari kreditor kredit genue online yang tidak akan meningkatkan rasa sakit saya jadi saya memutuskan untuk menghubungi teman saya. yang mendapatkan pinjaman onlinenya sendiri, kami mendiskusikan kesimpulan kami mengenai masalah ini dan dia bercerita tentang seorang pria bernama Mr. Dangote yang adalah CEO Dangote Loan Company.
Jadi saya mengajukan pinjaman sebesar Rp400.000.000 dengan tingkat bunga rendah 2%, tidak peduli berapa umur saya, karena saya mengatakan kepadanya apa yang saya inginkan adalah membangun bisnis saya dan pinjaman saya mudah disetujui. Tidak ada tekanan dan semua persiapan yang dilakukan dengan transfer kredit dan dalam waktu kurang dari 24 jam setelah mendapatkan sertifikat yang diminta dikembalikan, maka uang pinjaman saya disimpan ke rekening bank saya dan mimpiku menjadi kenyataan. Jadi saya ingin menyarankan agar setiap orang segera melamar kepada Mr. Dangote Loan Company Via email (dangotegrouploandepartment@gmail.com) dan Anda juga bisa bertanya kepada Rhoda (ladyrhodaeny@gmail.com) dan Mr. jude (judeelnino@gmail.com) dan Juga Pak Nikky (nicksonchristian342@gmail.com) untuk pertanyaan lebih lanjut
Anda juga bisa menghubungi saya melalui email di ladyjanealice@gmail.com
Dan Anda bisa mengikuti Mr dangote on instagram untuk lebih jelasnya di dangoteloancompany
Gua bingung kenapa tiap kali pecah konflik Israel-Palestina para ustadz selalu selalu menyalahkan USA karena memberikan sokongan ke Israel, dan selalu muncul isu untuk membuat boikot terhadap Amerika, dan parahnya banyak yang percaya, bang bisa kasih penjelasan bagaimana sadarin orang yang udah termakan omongannya berpikiran seperti ini?