Berbekal keinginannya untuk mencerdaskan anak-anak, Pak Sumitra merantau dari Sukabumi ke Papua. Ia ingin berbagi ilmu dan tertantang untuk mendapatkan pengalaman baru, karena seperti yang kita tahu Papua memiliki latar belakang suku, agama, dan budaya yang berbeda-beda.
Selama 8 tahun mengajar di Papua, Pak Sumitra paham kalau anak-anak di sana punya keinginan yang besar untuk belajar. Sayangnya, kondisi wilayah yang sulit, latar belakang keluarga, dan fasilitas pendidikan yang masih terbatas menyebabkan sebagian dari mereka memilih untuk putus sekolah.
“Dulu saya sempat ditempatkan di daerah pedalaman, berangkat dari sini (tempat tinggal) jam 6 sampai jam 8. Putra-putra daerah, meskipun ada di daerah, mereka antusias mengikuti pelajaran,” cerita Pak Sumitra.
Pak Sumitra menambahkan, “Ada (siswa) yang sudah lulus dan jadi tentara, ada yang lagi pelatihan tentara.”
Meskipun menghadapi kendala bahasa dan budaya, Pak Sumitra tetap semangat untuk mengajarkan anak-anak di sana tentang pentingnya pendidikan, sampai sekarang menjadi guru PJOK di SMPN 2 Sentani. Tidak sampai di situ, ia juga mengajak siswanya untuk peduli terhadap lingkungan melalui gerakan penghijauan sekolah. Kegiatan ini berhasil membawa SMPN 2 Sentani meraih piala Adiwiyata dari Bupati Jayapura di tahun 2018.
Cerita Awal Pak Sumitra Menjadi Guru
Datang dari keluarga yang sederhana, Pak Sumitra tidak pernah menyerah untuk terus bersekolah. Kakek dan neneknya selalu mendukung agar Pak Sumitra bisa berhasil dan menjadi orang sukses.
“Masih SD itu, saya sudah jualan gorengan, es batu, es balok. Saya bawa ke sekolah. Dari uang itu, saya kumpulkan buat bayar sekolah sampai selesai,” tutur Pak Sumitra.
Setelah lulus sekolah, Pak Sumitra menjadi pembina pramuka di sekolah-sekolah yang hasilnya dikumpulkan untuk biaya kuliah. Ia juga sempat mengelola PAUD di kampungnya. Meskipun tidak digaji, ia tetap senang karena bisa berbagi ilmunya ke anak-anak.
“Karena keprihatinan kampung halaman saya, banyak orang tuanya yang bercerai, latar pendidikan SD berhenti. Akhirnya 2009 mengelola PAUD sekaligus menjadi gurunya,” ujarnya.
Berhasil menyelesaikan pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi, Pak Sumitra akhirnya nekat pindah ke Papua di tahun 2014.
Awal kepindahan ke Papua, Pak Sumitra menemui banyak tantangan. Ia pun membagikan kesulitannya selama mengajar di sana.
Baca Juga: Proses Belajar yang Efektif, Bagaimana Caranya?
Tantangan Pak Sumitra Mengajar di Papua
Kesulitan utama yang dirasakan Pak Sumitra adalah memahami karakter anak-anak didiknya. Mereka belum begitu memahami pentingnya pendidikan, peran mereka dalam belajar, dan menganggap sekolah hanya sebagai kewajiban.
Karena siswa mempunyai latar belakang keluarga yang berbeda-beda, Pak Sumitra mencoba melakukan pendekatan yang sebelumnya dilakukan di kampung halamannya. Ia berusaha memahami kehidupan siswa dan memberikan penjelasan kalau setiap anak itu punya kesempatan untuk belajar dan berhasil.
“Mereka (siswa) itu banyak yang berlatar belakang orang tua dari pekerjaan buruh lepas, tinggal di pinggir danau, daerah gunung. Saya coba mendekati mereka, bagaimana caranya anak ini jadi orang sukses. Walaupun awalnya mereka tidak menerima, tidak mendengar kedatangan saya,” ungkap Pak Sumitra.
Dengan pendekatan ini, Pak Sumitra ingin membangun semangat siswa untuk belajar. Karena sebenarnya setelah muncul semangat, siswa akan tertantang untuk terus sekolah di tengah kesulitan yang ada.
Perbedaan bahasa juga jadi salah satu tantangan di awal kepindahan Pak Sumitra ke Papua. Karena berasal dari Sukabumi, Pak Sumitra harus memahami bahasa daerah Papua yang beraneka ragam. Ia dan siswa akhirnya saling belajar bahasa masing-masing agar komunikasi bisa berjalan lancar.
Ada satu lagi tantangan yang ditemui Pak Sumitra saat mengajar, yaitu kondisi lingkungan sekolah yang gersang. Tapi, ia punya cara tersendiri untuk mengatasi masalah ini.
Baca Juga: Perjuangan Guru Mengajar Selama Pandemi
Kepedulian Pak Sumitra Terhadap Lingkungan
Tidak hanya mengajar, Pak Sumitra juga menginisiasi kegiatan penghijauan di sekolah. Mulai dari gerakan penanaman pohon sampai mengolah sampah daun kering, semuanya ia lakukan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang asri.
Awalnya, kondisi sekitar SMPN 2 Sentani sangat gersang. Letak sekolah berada di pinggir jalan dan tidak banyak pepohonan. Pak Sumitra kemudian mengusulkan pihak sekolah untuk melakukan penanaman pohon. Daun-daun kering yang terkumpul pun diolah menjadi pupuk kompos yang bisa digunakan lagi untuk tanaman-tanaman di sekolah.
Baca Juga: Daur Ulang Sampah Menjadi Wayang
Lewat kegiatan ini, Pak Sumitra ingin memberikan pengetahuan dan kesadaran bagi sesama guru dan siswa untuk menjaga lingkungan. Peserta didik juga bisa mempunyai bekal dan pemahaman yang lebih tentang manfaat dari daun kering sebagai bahan dasar pupuk organik.
Kata Pak Sumitra, “Kegiatan saya sebelum masuk kelas, kita bersihkan lingkungan, jadi daun-daun kita kumpulkan dan dipisah-pisah.”
Apa yang dilakukan Pak Sumitra tidak hanya untuk mencerdaskan anak-anak Papua, tapi juga memunculkan kesadaran bagi mereka tentang pentingnya merawat lingkungan. Kondisi sekolah kini menjadi hijau dan asri, sehingga siswa lebih nyaman dan semangat untuk belajar.
Selama mengajar, Pak Sumitra juga memanfaatkan LMS (Learning Management System) Zenius untuk Guru untuk mencari referensi bahan ajar, latihan soal, sampai melakukan penilaian.
Nah, Bapak dan Ibu Guru juga bisa menggunakan LMS ZenRu seperti Pak Sumitra. Dengan begitu, Bapak dan Ibu Guru punya lebih banyak waktu untuk mengembangkan kompetensi diri. Yuk, manfaatkan LMS ZenRu dalam pembelajaran!
Baca Juga Artikel Lainnya
Kisah Miss Santi Menjadi Penjual Mimpi Para Siswa
Leave a Comment