Seorang ilmuwan harus menghindari bias konfirmasi. Apa yang dimaksud dengan bias konfirmasi? Semua dijabarkan di artikel ini.
Beberapa waktu yang lalu, Johann Wibowo, alumni Zenius, nulis 2 artikel di blog ini. Yang pertama tentang serunya menjadi ilmuwan, dan yang kedua tentang gimana serunya untuk berusaha mengerti gimana dunia ini bekerja (dan berpikir layaknya seorang ilmuwan) terlepas apakah lo adalah seorang ilmuwan atau bukan. Nah, di sini gue mau nunjukin salah satu habit yang bagus banget untuk lo biasain dari sekarang supaya lo punya pola pikir seperti ilmuwan. Nggak peduli apakah lo akan punya profesi jadi ilmuwan atau enggak, menurut gue habit ini penting sih.
Sebelum gue kasih tau habit/kebiasaan yang gimana yang penting untuk lo kuasain, gue mau tunjukin lo satu video dulu deh. Ini videonya Derek Muller. Dia datengin beberapa orang di jalan, terus dia nantangin mereka untuk memecahkan soal yang dia punya. Videonya bisa lo lihat langsung di sini:
Kalau mau nonton dulu boleh, kalau mau lanjut baca juga nggak masalah kok, karena percakapan di video itu bisa lo baca juga di bawah. Di video itu, Derek sebenernya ketemu dengan banyak orang, tapi supaya jadi sederhana, gue bikin seolah-olah percakapannya cuma Derek dengan satu orang.
====================================================================
Derek: “Gue akan tunjukin 3 bilangan, dan gue punya aturan di kepala gue yang diikuti oleh 3 bilangan ini… Gue pengen lo coba cari tau apa aturannya. Tapi cara lo untuk dapet informasi adalah dengan mengajukan 3 bilangan. Nanti gue akan kasih tau apakah bilangan itu mengikuti aturan bilangan gue atau enggak. Lo bisa gunain itu untuk nebak apa aturannya. Jelas ya?”
Orang di Jalan: “Okay”
Derek: “So.. ini 3 bilangannya: 2, 4, 8.”
Orang di jalan: “hmm…”
Derek: “Lo nggak perlu lanjutin bilangannya. Lo bisa ajuin 3 bilangan yang berbeda jauh dari yang gue ajuin. Nanti gue kasih tau apakah 3 bilangan itu mengikuti aturan bilangan gue atau enggak.”
Orang di jalan: “16, 32, … 64.”
Derek: “Sip. 16, 32, 64 mengikuti aturan bilangan gue. Kalau gitu apa aturannya?”
Orang di jalan: “Aturannya, lo ambil sembarang bilangan, terus kaliin dengan 2!”
Derek: “Itu bukan aturannya.”
Orang di jalan: “What?!” (kaget)
Derek: “Bukan itu aturannya. Tapi lo boleh mengajukan lagi 3 bilangan yang berbeda.”
Orang di jalan: “Okay. 3, 6, 12?”
Derek: “Itu juga ngikutin aturan gue.”
Orang di jalan: “10, 20, 40?”
Derek: “Yup. Juga ngikutin aturan gue.”
Orang di jalan: “Tapi itu semua dikaliin dengan 2.”
Derek: “Iya. Gue tau apa yang lo lakuin, tapi dikaliin dengan 2 itu bukan aturan gue.”
Orang di jalan: “500, 1000, 2000.”
Derek: “Itu juga sesuai sama aturan gue.”
Orang di jalan: “Hmmm… apa gue ngerjain ini dengan cara yang salah ya?”
Derek: “Well, sebenernya cara lo bener-bener aja, tapi pendekatan yang lo lakuin itu mirip kayak yang kebanyakan orang lain lakuin. Okay, coba berpikir lebih strategis tentang persoalan ini. Lo butuh informasi kan?”
Orang di jalan: “Iya.”
Derek: “Gue punya informasi. Kira-kira 3 bilangan yang gimana yang harus lo sebutin untuk bisa dapet informasinya?”
Orang di jalan: “Oo… okay. Kalau gitu gue akan ngasih lo 3 bilangan yang menurut gue nggak fit dengan aturan lo.”
Derek: “Sip”
Orang di jalan: “Misalnya gue bilang…. 2, 4, 7”
Derek: “Itu masih ngikutin aturan gue.”
Orang di jalan: “Jadi aturan lo itu adalah lo bisa ajuin sembarang bilangan?”
Derek: “No”
Orang di jalan: “Damn”
Derek: “Haha… tapi lo udah di jalan yang bener sekarang.”
Orang di jalan: “5, 10, 15?”
Derek: “Itu juga ngikutin aturan gue.”
Orang di jalan: “Masa sih? 1, 2, 3?”
Derek: “Masih ngikutin aturan gue.”
Orang di jalan: “10, 9, 8”
Derek: “Itu nggak ngikutin aturan gue.”
Orang di jalan: “Ooo… Jadi aturan lo itu adalah semua bilangan yang urutannya naik? Bisa apa aja selama bilangan berikutnya lebih besar dibanding bilangan sebelumnya?”
Derek: “Yes! Itu aturannya.”
=================================================================
Ternyata aturan barisan bilangannya gampang banget ya. Tapi kenapa orang-orang di video dia awalnya pada kesulitan ya nebaknya? Kelihatannya, orang-orang yang dia tanyain kejebak sama pola yang dia ajuin di awal. Ketika orang-orang ini denger tiga bilangan 2, 4, 8, mereka langsung berpikir, “Oh.. gue tau. Cuma dikali dua aja.”. Padahal sebenernya mereka belum tentu bener. Bisa jadi yang mereka percaya itu salah.
(Sumber: http://online.wsj.com/news/articles/SB10000872396390444405804577558973445002552)
Pada saat mereka dikasih kesempatan untuk ngajuin 3 bilangan, mereka memilih bilangan yang sesuai dengan apa yang mereka yakinin aja. Padahal, untuk mendapatkan informasinya, yang harusnya mereka lakukan adalah sebaliknya. Ketika si Derek bilang “Iya itu sesuai dengan aturan gue“, itu justru nggak informatif buat mereka. Tapi ketika si Derek bilang, “Enggak. Itu nggak sesuai dengan aturan gue“, baru deh mereka bisa dengan mudah nebak apa aturannya.
Btw, kalimat terakhir itu rada penting juga, jadi gue tegasin lagi:
Ketika si Derek bilang “Iya itu sesuai dengan aturan gue”, itu justru nggak informatif buat mereka. Tapi ketika si Derek bilang, “Enggak. Itu nggak sesuai dengan aturan gue”, baru deh mereka bisa dengan mudah nebak apa aturannya.
Confirmation Bias
Kesalahan yang kayak contoh di atas itu ada namanya, yaitu Confirmation Bias. Kalau diterjemahin ke Bahasa Indonesia jadi Bias Konfirmasi kali ya. Confirmation Bias itu kira-kira bisa disingkat gini: kecenderungan orang untuk mencari informasi yang mendukung (confirm) pendapat atau kepercayaannya aja. Untuk orang-orang di video tadi, mereka udah punya kepercayaan bahwa aturan bilangannya pasti tinggal dikali dua aja. Makanya ketika mereka “mencari informasi”, mereka cenderung milih bilangan yang sesuai dengan aturan yang ada di dalam pikiran mereka aja.
Btw, Derek bukan orang yang pertama kali bikin “eksperimen” kayak gini ya. Sebelumnya, Peter Wason, psikolog asal Inggris, juga pernah melakukan hal yang sama di tahun 1960. Konsepnya mirip, cuma bilangan yang dia ajuin itu 2-4-6. Bahkan Peter Wason ini yang pertama kali menggunakan istilah confirmation bias.
Terus, apa hubungannya sama ilmuwan?
Di percakapan di atas, kan si Derek yang punya aturan, mereka yang nebak. Kalau lo jadi ilmuwan, kira-kira itu lah yang lo lakuin. Alam semesta punya aturan, terus lo berusaha tebak. Kalau lo masih terjebak sama confirmation bias ini, hukum alam yang sedang lo cari itu nggak akan ketemu-ketemu. Banyak loh ilmuwan yang pernah kejebak di sini, termasuk ilmuwan terkenal seperti Michael Faraday, Louis Pasteur, Robert Millikan, dan lain-lain.
[sumber: http://psy2.ucsd.edu/~mckenzie/nickersonConfirmationBias.pdf ]
Kalau gue nggak jadi ilmuwan gimana?
Kalau nggak jadi ilmuwan pun ternyata penting juga loh untuk menghindari confirmation bias ini. Contoh yang simple banget nih, misalnya, lo punya hipotesis kalau semua cowok itu brengsek. Terus ada temen lo yang nyeritain kalau si A brengsek, langsung deh bilang “Tuh kan bener semua cowok itu brengsek”. Terus ada lagi yang bilang kalau si B brengsek, informasi itu bikin lo meng-confirm lagi bahwa semua cowok emang brengsek. Tapi kalau kita jeli sedikit, sebenernya gampang banget mematahkan argumen bahwa semua cowok itu brengsek. Di pelajaran logika, lo tau kalau negasi dari pernyataan “semua cowok itu brengsek” adalah “ada cowok yang nggak brengsek”. Jadi, kalau ketemu satu aja cowok yang nggak brengsek, hipotesis lo itu langsung salah.
Itu baru satu contoh yang simple. Gimana dengan isu-isu yang lebih kompleks, misalnya lo punya hipotesis kalau “Penyebab tawuran adalah kurangnya pendidikan BK di kelas”, “Ujian Nasional meningkatkan kualitas pendidikan”, “Penyebab terjadi kekerasan seksual adalah karena perempuan memakai pakaian minim”, “Pembangkit listrik tenaga nuklir itu bahaya”, atau berbagai isu lainnya. Kalau lo terjebak dengan confirmation bias, paling informasi yang lo ikutin cuma informasi yang mengkonfirmasi apa yang lo yakini aja. Padahal, mungkin banget kalau itu salah.
Intinya sih gini, cara berpikir seorang ilmuwan itu bagus banget untuk kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari, terlepas dari bidang apapun yang kita tekuni. Karena dengan terus menguji korelasi setiap masalah atau fenomena yang lihat di sekitar kita, maka pertimbangan dan keputusan kita akan lebih optimal.
—————————CATATAN EDITOR—————————
Buat lo yang mau ngobrol sama Wisnu bisa langsung tinggalin comment di bawah artikel ini. Buat yang belum gabung sama Zenius, lo bisa langsung sign-up di zenius.net
hehe jadi nyadar kalau kebiasaan gue akhir2 ini kurang baik hehe
keren artikelnya
but it’s still,
easy to speak, hard to do
Yup. Emang susah. Di atas juga gue sebutin kalau ilmuwan2 yang terkenal pun pernah kok kejebak bias ini. Yah, yang pasti butuh latihan lah kalau ga mau kejebak 🙂
gimana cara nglatihnya yg efektif ?
latihan yg cukup panjang kak,
apalagi kalo udah kebiasaan mikir secara instan.
dan kadang bingungnya, harus mulai dari mna?
Nah, berpikir secara instan itulah yang memang jadi cikal-bakal kesalahan berpikir. Cara melatihnya? Bisa dimulai dengan ga “sok tahu” sama apapun sih. Hehe…. Ragu sama apapun yang lo pikir lo udah tau itu penting juga.
btw “Bisa dimulai dengan ga “sok tahu” sama apapun sih”, itu maksudnya seperti apa kak?
Mulai biasakan skeptis. Ga selalu mengamini apa yang lo pikir. Challenge your own mind.
Seperti kata Wisnu, “ragu”
Be curious 🙂
(mau nambahin penjelasan kak wisnu)
dimulai dengan gak “sok tahu” itu maksudnya jangan “tong kosong nyaring bunyinya” alias asal ngomong tapi gak akurat kebenarannya/tanpa referensi yang jelas. lebih baik bawel banyak nanya daripada sok tahu trus asal ngomong biar keliatan seolah olah pakar.
ooh,kaya “Ketika si Derek bilang “Iya itu sesuai dengan aturan gue”, itu justru nggak informatif buat mereka. Tapi ketika si Derek bilang, “Enggak. Itu nggak sesuai dengan aturan gue”, baru deh mereka bisa dengan mudah nebak apa aturannya.
latihan yg cukup panjang,
apalagi kalo udah kebiasaan mikir secara instan.
dan kadang bingungnya, harus mulai dari mna?
Latihan soal2 TPA.
intinya si harus menjadi orang yg skeptis dan kritis 🙂
Sip 🙂
wah berati kemaren kemaren gue mengalami confirmation bias tentang capres 😀
Hehehe…. Sebenernya gue jadi inget confirmation bias dan pengen nulis ini gara2 ngeliat kelakuan orang2 di twitter dan facebook tentang capres sih.
Haha ternyata karena itu toh 😀
Bisa dibilang bahwa conformation bias adalah akibat dari cara pandang stereotipe. Iya ga ka ?
*confirmation
Stereotyping bisa jadi salah satu sebabnya. Misal, “orang padang rata2 pelit”. Terus lo cuma nyari informasi yang sesuai sama yang lo percaya itu aja. Akhirnya lo makin yakin kalau orang padang rata2 pelit. Padahal lo cuma korban dari confirmation bias aja.
Tapi stereotyping bukan satu2nya bentuk confirmation bias. Contoh2 yang gue tulis di atas kan ga semua tentang stereotyping.
well said bang wisnu 😀
hampir sama kayak proses berfikir kritis dalam analisa sebuah hipotesa(norman denzin, qualitative research)
tapi kalo diperhatiin banyak orang yang ‘males mikir’ kayak gini dan cenderung berpikiran instan.
Yup, berpikir instan emang musuhnya berpikir kritis. Ngasih mental effort yang besar ketika kita berpikir itu emang perlu dibiasain sih.
Wohoo Super Insight Kak Wisnuu! Thanks yaa, Kak :3 malem2 suwung terus baca beginian berasa keren bgt wkwk
Hehehe…. liburan kok malah suwung? Lagi nunggu pengumuman SBMPTN kah? Jadi inget dulu waktu gue nunggu pengumuman tes sama sekali ga mau di rumah. Nginep di mana-mana, naik gunung, baca buku, dsb. Asal jangan di rumah deh, deg2an nunggu pengumuman. Hahaha…
iya kak lagian bosen dan g efektif banget kalo liburan cuma leyeh leyeh dirumah. wah ternyata kak wisnu anggun ya (anak gunung)
An-gun? Pengennya sih. Tapi gue naik gunung cuma sekali itu doang. Abis itu nggak pernah kesampean lagi.
izin share di FB ya mas 😀
Ah telat gue D: padahal udah lama liat ni video haha
Intinya kecenderungan untuk mencari informasi yang mendukung kepercayaan kita itu gak baik ya karena jadi suka ‘kecolong’ gitu
Udah lama lihat video Veritasium? Kadang-kadang sesuatu itu harus ditonton/dibaca beberapa kali baru ngeh kerennya. Hehe..
iya udah lama bang waktu itu ke spotlight videonya sama 9gag.tv soalnya, awalnya juga biasanya aja sih gak engeh kerennya dimana, tapi abis baca ulang disini baru ngerti poin utama yang dimaksud itu apa 😀
yg diatas bisa dibilang skeptis ya? abis baca ini gue langsung ingat kalau bang wisnu juga pernah nulis artikel sebelumnya ttg “pentingnya berpikir kritis”. haha
keren 🙂
Sip. Thanks, Yoris.
aah ok
agree.. ijin share yaaa 😀
KA wisnu kesimpulannya dari artikel diatas KITA HARUS BERPIKIR KRITIS DAN MENCARI INFORMASI DARI SUDUT PANDANG MANAPUN???
jadi kepikiran, misalkan lagi ngerjain soal-saol TPA yang bagian ngurutin angka..
kan si pembuat soal nggak ngasih pakem rule urutan yang jelas,
lah misalkan gitu terus ngerjainnya gimana dong, terlepas jawabanna nggak ada yang bener nggak ada yang salah?
hehehehe
Hehe… kalau soal TPA sih beda. Biasanya TPA itu kan soalnya pilihan ganda, lo harus memilih satu yang paling tepat dibanding pilihan lainnya. Kalau soalnya 2, 4, 8…. terus pilihannya 1 / 2 / 16 / 23 / 37, ya tetep jawaban yang paling tepat adalah 16. Karena kalau kita anggap aturannya naik doang, jawabannya jadi ada tiga dong (16, 23 dan 37).
Soal barisan di TPA itu emang ada kelemahannya, yaitu kalau lo bisa nemuin pola yang beda dari yang dimaksud si pembuat soal, dan terus ternyata pola lo itu ada pilihannya juga.
gue suka sm tulisan lo. ini yg sering bikin debat2 ga meaningful menurut gue. sering2 share ya nu hehe!
Sip…
Menarik pembahasannya, btw apakah ini sama dengan Reverse Logic? Pola
pikir terbalik, kadang saya menggunakan ini dalam berpikir. (lulusan IT,
peminatan : AI)
Gue malah nggak tau reverse logic itu apa. Googling malah dapetnya judul album musik rock.
iya kalo di googling malah ketemunya album musik..jadi pake logika berpikir terbalik…ini sih metode penyebutan saya sndiri aja sebenenrya, dulu dosen AI pernah kasi tau contohnya (lupa namanya), tapi dia ga menyebut metode pemikiran seperti apa, ya udah saya namakan logika terbalik, krna metode berpikirnya melawan dari logika pada umumnya. Mirip sperti contoh nomor ini, tapi dalam kasus yg berbeda…
Tulisannya bagus banget nih, sampe jadi HT di kaskus gan
Hehe.. thanks ana
kemarin ngaskus sempet lihat artikel ini jadi Hot Thread 😀 keep inspiring us!!
Sip. Thanks ya
wow kerenn!!!
bang gua mau bikin postingan di blog ane dgn tema ‘mencerdaskan anak bangsa ‘ ,kemaren udah sempet ngirim email ke cc zenius bang.tapi belum ada reply hehe mau ngulik-ngulik informasi tentang sejarah,seluk beluk dan prestasi2 zenius nih bang 🙂 mohon bantuannya bang wisnu hehe
Kak, masih belum ngerti tentang confirmation bias. tolong jelasin ulang.
assalamualaikum wr wb. mau nanya di luar dr topik mungkin kak, sy lulusan 2013 dn alhamdulillah sdh dpt ptn melalui jalur undangan kmrn tp wktu smstr 2 sy tdk ikut kuliah krn mau tes sbmptn dn simak, prsiapan kmrn dr bulan februari dn alhasil sy tdk diterima sama sekali melalui jalur sbmptn atopun simak, skrg sy mau mngikuti umb-pt dn jns unhas. yg jdi prtanyaan sy, apa kah sy ttp ikut sbmptn dn simak tahun dpn ato kah sy cukup expert di bidang yg sy lulusi nntnya d universitas pilihan melalui jalur umb-pt ato jns unhas ? jujur klo dri keinginan yg plng dlm msh mau tes lg tp yg jd pertimbangan lain sy adalah org tua dn juga usia. mngkn kk bisa bantu dn ksh saran k dpnnya bgmn ? trima kasih sebelumnya kak
what jadi w selama ini diajarin sama alumni itb //dor
jd intinya cara pikirnya jangan cuman dari 1 sisi aja ya..
ternyata enakjuga ya dengan bergabung dan belajar memiliki tipe seorang berpengertian banyak kaya mereka mereka makasia ya zenius.
kak wisnu,,trus yg derek jelasin soal angsa2 itu gmna maksudnya kak ?? mohon bantuannya? makasih kak wisnu…aku termotivasi sllu oleh pemikiran2mu kak…kak sabda kak glen kak farofolina..
Kak aku sering mikirin hal” yang sebenernya udah biasa dianggap sama orang lain. Tapi aku ngerasa aku butuh jawaban. Kayak “Kenapa orang suka bilang ‘lo kan nggak kenal gue. Jadi lo gak berhak menilai gue’ padahal orang itu pasti pernah menilai orang lain.” Apa itu termasuk berpikir seperti ilmuwan? -_- Terus banyak temenku yang bilang itu udah manusiawi :/
oh maksud dari artikel ini kalo gue ambil intinya jangan mudah percaya ama kata2 kan kak wisnu kayak quotes,mitos,dll melainkan harus dikritisi keakuratan kebenarannya juga ya :)?
thanks banget artikelnya kak!
anw aku lagi melatih pola pikirku kayak gini kak :3
izin share di FB ya kak 😀
Jadi, basically…
“Assume Nothing; Question Everything” – James Patterson
Gitu yah?
Jempol bwt Zenius,, (y)
Betul bgt nih..
berarti selama ini gue mikir kayak ilmuwan dong :3 #kaget
gilss abis, ntapp
Kak wisnu hal ini sama seperti kita menjawab soal TPA, jdi bagaimana menurut kakak apakah berpengaruh dalam menjawab soal TPA?
Kak bias tuh kan salah satu the barriers of critical thinking berarti ya.. nah selain bias, dibahas lagi dong kak barriersnya yang umum dilakukin.. btw, thanks buat artikelnya kak ?
Ini yg lagi aku rasain, tapi ngrubahnya susah, aku juga mikir begitu tapi gg semateng ini, ???
bagus tulisannya, ini kayak tabayun gitu ya