Alasan pentingnya perlindungan hewan langka dibahas dengan penjelasan detil tentang dampak dari kepunahan dan peranan penting spesies dalam ekosistem.
Guys, kalian pernah ga sih pas lagi jalan di kampus, di mall, atau tempat umum lainnya, disamperin oleh perwakilan suatu LSM lingkungan yang ngajak untuk dukung kampanye perlindungan satwa langka? Kalian pastinya juga pernah liat kampanye perlindungan spesies yang terancam punah ini di social media.
Malahan, kampanye ini ga hanya diserukan oleh para ativis lingkungan aja. Beberapa selebriti dunia juga ikut menyuarakan pentingnya perlindungan terhadap satwa langka. Kalo kalian masih ingat, pada Maret 2016 lalu, aktor terkenal Leonardo DiCaprio datang blusukan ke hutan Indonesia (tepatnya ke Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh) dan menentang perusahaan kelapa sawit yang telah mengganggu habitat gajah Sumatra sehingga membuat spesies ini terancam punah. Di lain kesempatan, Leo juga menyumbangkan dana $1 juta untuk konservasi gajah di Afrika. Wih.. Ada yang lumayan ekstrem juga nih. Aktris cantik Hayden Panettiere (pemeran utama di serial TV Heroes) pernah terlibat konfrontasi langsung di tengah laut dengan para nelayan Jepang yang melalukan perburuan lumba-lumba. Ckckck. Mungkin lo juga tau cerita selebriti lain yang sangat peduli terhadap perlindungan satwa liar.
Barangkali lo ga habis pikir, kenapa ya ada orang yang bela-belain banget melindungi spesies langka. Pertanyaan ini sebenarnya mengantarkan kita ke pertanyaan yang lebih mendasar lagi, yaitu
Kenapa sih kita butuh melakukan upaya konservasi satwa? Ngapain sih nyelametin hewan yang hampir punah?
Ada berbagai alasan kenapa ada orang yang peduli banget dengan hewan langka. Kalo disodorin pertanyaan seperti di atas, biasanya nih muncul jawaban dengan alasan-alasan seperti berikut:
- “Iya, hewan kan pada jadi langka karna manusia, jadi harus kita jaga supaya ga punah.”
- “Sebagai pemimpin di bumi, kita harus ngejaga satwa biar ga ada yang punah.”
- “Iya, kita harus ngelindungin satwa-satwa tersebut biar anak-cucu kita tetap bisa liat hewan-hewan itu.”
Sah-sah aja sih orang mau punya alasan apa. Tapi sorry to say, guys. Gue bisa bilang, menurut sudut pandang Ekologi, alasan-alasan di atas tuh kurang kena ke real problem-nya! Alasan no 1 & 2 kurang karena FYI kepunahan udah jadi bagian dari cara alam bekerja. Bahkan saat ini, tercatat setidaknya udah ada 5 Kepunahan Massal yang terjadi di bumi dan itu semua terjadi sebelom spesies manusia menapakkan kaki di muka bumi ini. Untuk alasan no 3, emangnya hewan-hewan tersebut cuma bisa dijadikan tontonan untuk manusia aja ya? Hehehe..
Nah lho, sampai di sini gue rasa lo makin penasaran, jadi kenapa kita harus repot-repot melakukan konservasi satwa kalo ternyata udah banyak spesies punah tanpa campur tangan manusia? Apa juga peran sebenarnya dari satwa-satwa tersebut sampe harus kita lindungin?
Pada artikel ini, gue akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Gue bakal mengajak lo semua untuk mikirin kenapa kita perlu melakukan konservasi satwa di habitatnya sendiri (atau istilahnya konservasi in-situ). Gue juga akan kasih contoh-contoh nyata dari peran suatu spesies dan apa efeknya kalo mereka punah. Gue tertarik nulis ini karena gue ngerasa isu ini kurang banget dibahas secara mendalam di sekolah. Di kelas 10 SMA, ada bab khusus tentang Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem. Tapi sayangnya bab ini biasanya cuman dibahas asal lewat aja. Para siswa jadi ga ngerti betapa pentingnya usaha konservasi. Oke deh, let me tell you the real story.
KEPUNAHAN: ALAMI, MASSAL, DAN AKIBAT MANUSIA
A. Kepunahan Alami sebagai Bagian dari Siklus Alam
Mungkin lo masih bingung saat gue bilang kepunahan itu merupakan siklus alam. Tapi memang di dalam sejarah panjang dari bumi yang berumur 4,5 milyar tahun ini, bisa dibilang lebih dari 95% mahluk hidup yang pernah ada di bumi ini udah punah. Kepunahan spesies adalah hal yang wajar dalam perjalanan makhluk hidup di bumi. Ada kepunahan alami yang terjadi sepanjang waktu ketika di waktu dan lingkungan tertentu, secara random, alam melakukan seleksi pada spesies-spesies yang kurang bisa menyesuaikan diri pada (perubahan) lingkungannya.
Contoh spesies yang mengalami kepunahan alami adalah hiu Megalodon yang hidup 23 hingga 2,6 juta tahun yang lalu. Megalodon tuh punya ukuran tubuh yang guedee banget. Tentunya butuh makan mangsa yang buanyak banget untuk memenuhi kebutuhan kalori tubuhnya. Di saat yang bersamaan, ada satu spesies pesaing Megalodon yang punya menu makanan sama, yaitu moyangnya paus pembunuh, yang berukuran tubuh lebih kecil. Salah satu hipotesis ilmuwan menyatakan kalo akhirnya Megalodon kalah saing dan lama-kelamaan punah.
B. Kepunahan Massal karena Kerusakan Lingkungan
Kepunahan alami “hanya” terjadi di habitat tertentu, pada spesies tertentu. Laju kepunahannya juga relatif lebih lambat. Lain cerita dengan Kepunahan Massal. Dalam sejarah panjang kehidupan bumi, paling tidak ada 5 peristiwa kepunahan besar-besaran yang terjadi.
1. Ordovician-Silurian mass extinction
Diperkirakan ini terjadi sekitar 443 juta tahun yang lalu di akhir periode ordovician dan awal periode Silurian. Pada zaman ini sebagian besar kehidupan berada di dalam laut yang dipenuhi hewan-hewan, seperti trilobites, brachiopods and graptolites. Hasil dari kepunahan massal ini, diperkirakan 85% mahluk hidup penghuni lautan musnah. Kepunahan ini diperkirakan disebabkan oleh perubahan iklim, yaitu terjadinya ice age.
2. Late Devonian Mass Extinction
Ini terjadi sekitar 359 juta tahun yang lalu. Sekitar 3/4 spesies yang terdapat di bumi saat itu mengalami kepunahan. Spesies yang hidup di laut dangkal menjadi kelompok yang mendapatkan dampak yang paling parah. Contohnya terumbu karang yang hidup saat itu, hampir semuanya punah. Terumbu karang mulai kembali mengisi lautan di bumi saat muncul jenis-jenis terumbu karang baru 100 juta tahun kemudian. Diduga kepunahan ini diakibatkan oleh perubahan iklim yang dipicu oleh jatuhnya meteor ke bumi.
3. Permian Mass Extinction
Peristiwa ini terjadi pada 248 juta tahun yang lalu. Permian mass extinction sering disebut sebagai “the great dying” karna 96% mahluk hidup saat itu punah. Jadi seluruh mahluk hidup yang ada sekarang, termasuk kita merupakan keturunan dari 4% sisanya. Saking parahnya, peristiwa ini sekaligus menandakan berakhirnya periode permian dan mulainya periode Triassic. Penyebab dari great dying ini diduga merupakan kombinasi dari perubahan iklim, naiknya kadar metana, penurunan kadar oksigen, dan hantaman meteor.
4. Triassic-Jurassic Mass Extinction
Peristiwa ini terjadi pada 200 juta tahun yang lalu. Kepunahan ini di diduga membuat punah sekitar 50% spesies yang hidup pada saat itu. Diperkirakan kepunahan ini disebabkan oleh perubahan iklim, aktivitas vulkanik, dan hantaman meteor.
5. Cretaceous-Tertiary (K-T) Mass Extinction
Peristiwa ini terjadi pada 65 Juta tahun yang lalu. Boleh jadi ini merupakan peristiwa kepunahan massal yang paling dikenal oleh orang-orang karena inilah era ketika reptil-reptil besar, seperti dinosaurus, benar-benar punah. Peristiwa ini juga menandakan mulainya massa mamalia mendominasi daratan bumi. Meskipun pemahaman orang awam sering menganggap dinausaurus punah akibat hantaman meteor, sebenarnya dinosaurus atau reptil-reptil besar lainnya sudah diujung kepunahan saat jutaan tahun sebelum meteor menghantam bumi. Yang menyebabkan meningkat tajamnya kepunahan reptil besar pada era ini adalah perubahan iklim akibat aktivitas vulkanik. Hantaman meteor hanya menjadi “killing blow” untuk benar-benar memunahkan dinosaurus yang memang sudah tinggal sedikit pada era tersebut.
Nah, dari contoh-contoh kepunahan massal di atas, sebenarnya ada suatu pola, di mana setiap kepunahan massal terjadi akan selalu diikuti oleh munculnya spesies-spesies yang baru. Ini semua mengikuti teori evolusi yang menyatakan saat ada kepunahan massal, banyak relung-relung yang menjadi kosong. Saat itu mahluk hidup yang masih bertahan, dalam waktu yang lama akan berevolusi menjadi spesies-spesies baru yang mengisi relung tersebut.
*relung = status fungsi atau peran unik suatu spesies dalam sebuah ekosistem
Contohnya, saat terjadi kepunahan massal pada masa Cretaceous-Tertiary yang membuat reptil-reptil besar, yang awalnya mendominasi di bumi, punah. Saat mereka punah, mamalia mendapatkan kesempatan untuk dapat menguasai relung-relung kosong yang terdapat di bumi. Sebelum terjadi kepunahaan massal K-T, nggak ada tuh mamalia-mamalia besar dan memiliki otak kompleks yang bisa banyak kita temukan di bumi sekarang. Adanya mamalia yang kecil-kecil aja, semacam “tikus” (maksudnya mirip tikus, bukan tikus kayak jaman sekarang).
C. Manusia sebagai Penyebab Kepunahan Massal ke-6?
Selanjutnya, kita liat perbandingan laju kepunahan di saat normal (saat tidak terjadinya great extinction event) dibandingkan dengan laju kepunahaan saat manusia mulai mendominasi bumi ini.
Dari kedua gambar di atas, bisa lo liat bahwa laju kepunahan meningkat tajam seiring dengan meningkatnya populasi manusia. Dan ternyata kepunahan besar-besaran itu mulai terjadi saat manusia telah mengalami Revolusi Industri. Bahkan menurut penelitian IUCN (International Union for Conservation of Nature), manusia berkontribusi meningkatkan laju kepunahan spesies menjadi lebih dari 100 KALI LIPAT LOOOH!!! Bukan 100% ya. Lo pikirin aja tuh seberapa pesat peningkatannya. Karena itu, para peneliti konservasi menduga kalau saat ini bumi sedang mengalami masa kepunahan massal ke-6, dan itu mostly disebabkan oleh manusia!
“Kok bisa sih manusia se-mempengaruhi itu?”
Karena manusia (termasuk manusia purba) merupakan spesies yang survive dengan cara aktif mengubah lingkungan. Manusia secara aktif mengubah hutan menjadi perkebunan, rawa menjadi perkotaan, sungai menjadi bendungan, dll. Dalam perubahan tersebut, jelas akan ada mahluk hidup yang tersingkirkan dari habitatnya dan mungkin akan punah. Manusia juga aktif dalam mengubah lingkungan secara global dengan menggunakan peralatan yang menghasilkan limbah atau gas buang yang dapat secara langsung berbahaya bagi lingkungan, seperti logam berat, Chloroform, dll, atau yang dapat mempengaruhi iklim, seperti CO2, Metana, SOx dan NOx.
PERAN SESUNGGUHNYA DARI TIAP SPESIES DALAM EKOSISTEM
Kalo manusia memang berkontribusi banyak dalam memunahkan berbagai spesies hewan dan tumbuhan, terus kenapa? Bukankah hewan-hewan yang berbahaya, kayak ular, hiu, buaya, dan lain-lain, lebih baik punah aja biar kita hidup lebih aman? Sebenarnya apa sih pentingnya menjaga hewan biar ga punah? Cuma biar anak cucu kita bisa liat?
Sepertinya kita harus benar-benar flashback ke materi Biologi kelas 10 SMA tentang Ekosistem untuk tau konsep gimana suatu ekosistem itu bekerja.
Ekosistem merupakan perwujudan dari kumpulan komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi.
Suatu ekosistem dikatakan stabil saat komponen biotik dan abiotiknya tidak mengalami fluktuasi dalam jangka waktu yang panjang. Gimana sih wujud dari interaksinya? Lo bisa liat gambar jaring makanan yang kayaknya udah ga asing lagi buat lo.
Gambarnya mungkin terlihat ribet, tapi itu masih simpifikasi loh. Aslinya lebih ribet lagi karena di gambar itu belom dimasukin faktor abiotik. Tapi dari gambar di atas, lo bisa kebayang kan kalau di dalam suatu ekosistem, setiap mahluk hidup itu pasti punya relung atau perannya masing-masing. Ada yang jadi produsen, konsumen I, konsumen II ,dst.
Memang pada kenyataannya relung tersebut banyak yang tumpang tindih satu sama lain. Sebagai contoh, jika burung jalak bali punah dalam suatu ekosistem, masih ada burung jalak lain, seperti jalak kerbau, yang berpotensi mengisi relung yang ditinggalkan jalak bali sehingga ekosistem tidak akan terpengaruh signifikan. Namun, ceritanya akan lain jika hewan yang punah atau menghilang di dalam suatu ekosistem tersebut merupakan kelompok hewan “keystone species”.
“Keystone species” merupakan spesies hewan yang memiliki biomassa (berat hidup seluruh anggota spesies tersebut dalam ekosistem) yang relatif rendah, namun memiliki peran yang sangat penting di dalam ekosistem.
Perannya penting karena relung yang diisi tidak (atau sangat sedikit) beririsan dengan hewan-hewan lainnya.
Jadi, begitu hewan keystone species punah (atau hilang secara lokal), akan terjadi efek domino di dalam ekosistem tersebut, yaitu ikut punahnya spesies lain (atau hilang secara lokal) yang berujung pada kerusakan ekosistem secara menyeluruh. Apa aja contoh hewan-hewan yang jadi keystone species itu, silahkan disimak di bawah ini…
A. Top Predator sebagai Keystone Species
Top predator dalam suatu ekosistem umumnya berukuran besar dan memiliki daya jelajah yang sangat tinggi dibandingkan hewan-hewan lain di dalam ekosistem tersebut. Ga cuman punya daya jelajah yang jauh, top predator biasanya juga merupakan predator yang generalis. Maksudnya, dia bisa makan banyak jenis hewan lain. Contoh gampangnya itu, harimau. Harimau punya jarak jelajah yang sangat tinggi di hutan dan bisa makan macem-macem, mulai dari lutung, rusa, kancil, orang utan, dan hewan-hewan lainnya. Oleh karenanya, top predator punya kemampuan untuk mengontrol populasi banyak jenis hewan agar tidak melewati daya dukung lingkungan (carrying capacity). That’s why top predator, semacam singa, buaya, hiu, dan lain-lain, punya peranan penting dalam ekosistem.
Sayangnya, justru top predator ini merupakan spesies yang paling rawan untuk punah. Kok bisa? Jawabannya ada di konsep ekologi lainnya, yaitu aliran energi dalam ekosistem. Di dalam ekosistem, aliran energi itu sangat ga efisien. Setiap naik satu tingkatan tropik (misal, dari produsen ke konsumen 1), energi berkurang jadi tinggal 10%. Inget bro, jadi tinggal 10%, bukan ngurang 10%.
Si top predator ini biasanya badannya gede-gede. Tambah lagi, energi yang mereka dapat dari makan satu mangsa itu kecil karena aliran energi yang ga efisien. Karenanya, dia butuh makan mangsa yang buanyak. Top predator juga umumnya memiliki waktu tumbuh dan berkembang serta kehamilan yang lama. Oleh karena itulah, begitu top predator diburu oleh manusia, jadi cepet abis.
Lo semua pasti udah ngerti lah ya dengan pelajaran SMP berikut:
-
populasi produsen turun –> populasi konsumen I turun –> populasi konsumen II turun –> populasi top predator turun : BOTTOM-UP EFFECT
-
populasi top predator turun –> populasi konsumen II naik –> populasi konsumen I turun –> populasi produsen naik : TOP-DOWN EFFECT
Efek top-down bakalan berbeda di setiap ekosistem, bergantung dengan jumlah tingkatan tropik yang ada di dalam ekosistem tersebut. Mekanisme Top-down effect itu yang bikin Top predator jadi keystone species karena keberadaannya penting banget untuk mengontrol kestabilan suatu ekosistem.
Langsung aja deh ke contoh-contoh tentang gimana kehilangan top predator berakibat fatal bagi suatu ekosistem.
1. Contoh klasik di Taman Nasional Yellowstone Amerika
Cerita ini udah sering banget muncul di buku textbook Ekologi. Jadi ceritanya sekitar tahun 1800an, Serigala (Canis lupus) merupakan top predator yang paling dominan di Taman Nasional Yellowstone, Amerika Serikat. Jumlah tingkatan tropik di Yellowstone hanya ada 3:
produsen – herbivor – top predator
Pada saat itu, banyak yang menganggap serigala hanya merusak keindahan Taman Nasional Yellowstone karena dipandang sebagai hewan yang berbahaya bagi manusia. Serigala juga dianggap sebagai hewan kejam karena memburu hewan-hewan herbivor besar di sana, seperti rusa, Elk dan Antelope.
“The wolf is a monstrosity of nature…possessing the cruelty of Satan himself.”
The Dillon Montana Examiner, 1921
Karna itu, pada 1883, pemerintah Amerika mengadakan perburuan besar-besaran untuk mengurangi jumlah serigala yang ada di sana. Bahkan pemerintah memberikan hadiah bagi orang-orang yang berhasil memburu dan membunuh serigala. Hasilnya pada tahun 1926, sepasang serigala terakhir yang hidup di Taman Nasional ini dibunuh. Sejak saat itu, tidak ada serigala yang tersisa di sana.
Setelah serigala “hilang”, apa yang terjadi dengan Taman Nasional Yellowstone?
Hasilnya, alih-alih Taman Nasional Yellowstone menjadi lebih asri dan indah, yang ada justru rumput dan bahkan pohon-pohon di Yellowstone malah jadi berkurang! Sesuai dengan tingkatan tropiknya, saat top predator hilang, jumlah herbivor langsung tidak terkontrol. Selain makan daun, herbivor-herbivor itu juga bisa dengan mudah makanin anakan-anakan pohon yang masi kecil-kecil. Jadi pohon-pohon ga punya keturunan yang selamet.
Kerusakaan ekosistem hutan di Taman Nasional Yellowstone berlangsung sampai pada sekitar tahun 1970an ketika perburuan serigala diilegalkan oleh pemerintah. Dan tahun 1995, serigala kembali di-re-introduksi ke Taman Nasional Yellowstone. Hasilnya bisa kita lihat di bawah.
Dari gambar di atas, lo bisa liat, begitu serigala di-reintroduksi, serigala langsung berperan aktif menurunkan populasi elk dan herbivor besar lainnya. Dengan demikian, rumput dan anakan pohon di Taman Nasional Yellowstone bisa tumbuh kembali. Ekosistem kembali stabil.
2. Hilangnya Hiu di Ekosistem Terumbu Karang
Sekarang kita ambil contoh kasus yang ada di deket kita, yaitu ekosistem terumbu karang. Pada ekosistem terumbu karang, top predator biasanya adalah spesies-spesies hiu, mulai dari hiu karpet, hiu bambu, hiu black tip, dan lain-lain. Tapi yang paling bisa kita anggep sebagai Top Predator di ekosistem terumbu karang itu adalah hiu black tip dan white tip karena paling gede di antara yang lain di ekosistem terumbu karang.
Pada ekosistem terumbu karang, kita bisa sederhanakan tingkatan tropik minimal jadi 4:
Produsen – Herbivor – Meso Predator – Top Predator
Produsen: mikro alga (fitoplankton), makro alga (rumput laut), dan terumbu karang
Terumbu karang sendiri adalah simbiosis hewan karang & mikro alga (jadi sebenernya yang produsen adalah si alga simbiosisnya). Di antara 3 kelompok produsen, terumbu karang memiliki laju pertumbuhan yang paling rendah. tapi paling dominan di ekosistem terumbu karang. Kenapa? Karena makro alga secara konstan dimakan oleh banyak herbivor laut. Di sisi lain, terumbu karang cuman dimakan oleh 1 kelompok herbivor aja, yaitu parrot fish, ikan yang memiliki gigi khusus buat makan karang.
Terus gimana kira-kira efeknya kalo hiu nya ilang? Hayoo. coba lo pikirin dulu.
Beberapa penelitian menunjukkan saat populasi hiu turun drastis akibat dipancingin oleh manusia, efek top-down yang terjadi:
populasi top predator (hiu) turun –> populasi meso predator meningkat –> populasi herbivor menurun –> populasi produsen (makro alga) meningkat
Jumlah makro alga yang meningkat drastis, mulai mendominasi menggantikan karang. Akhirnya, karang kalah saing dan mati. Efeknya, ikan-ikan kehilangan rumah tinggal dan tempat bagi mereka membesarkan ikan-ikan yang baru menetas. Efek jangka panjangnya adalah turunnya populasi ikan. Yah ga bisa mancing lagi deh. Nelayan juga ga bisa nangkep ikan lagi! Ironisnya, penangkapan Hiu yang berpotensi membuat ekosistem ikan di laut kacau balau malah dilakukan oleh nelayan itu sendiri. Contohnya potret miris dari pasar ikan Karngsong, Indramayu Jawa Barat di bawah ini:
B. Keystone Species Non-Top Predator
Dari dua contoh tersebut, lo bisa melihat gimana peran top predator sebagai keystone species. Tapi ga cuman top predator aja yang bisa jadi keystone species. Ada lagi organisme lain yang bisa jadi keystone species.
1. Agen penyebar biji tanaman
Salah satu keystone species non top predator adalah spesies yang berperan menyebarkan biji dari tanaman. Mungkin lo bakalan komentar: “Yaela, semua yang makan buah juga bisa nyebarin biji, ”. Lo mesti inget, keystone species itu harus memberikan efek yang sangat signifikan terhadap ekosistem meskipun populasinya kecil. Penyebar biji yang seperti ini jarang ada. Salah satu species yang berperan sebagai agen penyebar biji dan menjadi keystone species adalah orangutan. Orangutan menjadi keystone species karena memiliki perilaku unik, yaitu daya jelajah yang tinggi dan membawa buah-buahan saat mereka bergerak menjelajah. Perilaku itu yang membuat orangutan menjadi agen penyebar biji ideal dalam ekosistem hutan hujan tropis.
2. Organisme yang mengubah secara aktif lingkungannya
Organisme ini secara aktif mengubah lingkungan tempat dia tinggal sehingga mempengaruhi organisme-organisme lainnya. Contohnya adalah gajah. Sebagai herbivor, gajah bisa merobohkan pohon-pohon muda untuk mendapatkan makanannya. Perilaku gajah meroboh pohon ini ternyata berperan sangat baik di ekosistem hutan hujan tropis. karena secara langsung akan mengurangi jumlah spesies yang dominan. Ini akan membuat spesies pohon yang tidak dominan dapat kesempatan hidup.
Selain gajah, parrot fish di ekosistem terumbu karang juga punya peran yang mirip dengan gajah. Parrot fish merupakan salah satu dari sedikit kelompok ikan yang dapat memakan terumbu karang. Perilaku parrot fish ini berguna untuk menjaga karang agar tetap beraneka ragam jenisnya sehingga saat terjadi perubahan lingkungan, ekosistem terumbu karang masih bisa bertahan.
Ada juga berang-berang. Berbeda dengan gajah dan parrot fish, berang-berang menjadi keystone species karena perilakunya membuat bendungan yang membawa efek signifikan terhadap ekosistem air.
Kalau gitu, manusia termasuk keystone spesies ga? Manusia kan banyak mengubah alam? Manusia bukan keystone spesies! Karena jumlah manusia udah banyak banget. Ingat, definisi dari keystone species adalah organisme yang jumlah biomassa-nya dikit tapi efeknya gede.
3. Polinator
Kalo dari tadi kita cerita hewan-hewan gede yang jadi keystone species (sebenernya parrot fish kecil sih), sekarang kita bahas organisme yang kecil banget, yaitu organisme polinator (organisme yang membantu penyerbukan tumbuhan). Umumnya yang menjadi polinator adalah serangga. Mesipun jumlahnya secara individu banyak, jumlah serangga secara biomassa tetap sedikit.
Polinator ini penting ga cuman di ekosistem alami aja. Keberadaan polinator juga sangat penting di ekosistem perkebunan untuk bisa menjaga produktivitas suatu tumbuhan. Ironisnya, polinator di ekosistem perkebunan justru sering dilupakan oleh pengelola perkebunan. Mereka seringkali menggunakan pestisida yang tidak aman bagi polinator. Akibatnya, polinatornya ikutan mati dan produktivitas perkebunan turun.
****
Sebenernya masih banyak keystone species lain yang belom gue ceritakan. Kalo dibahas semua pastinya bakal panjang banget. Dan menurut gue, manusia belom 100% paham dengan cara ekosistem apapun bekerja. Keystone spesies yang udah ketauan sekarang itu, baru sebagian aja. Masih ada sebagian lagi yang belom kita tau. Sayang banget kalo keystone tersebut udah keburu punah sebelom kita tau perannya yang sesungguhnya. Gue berharap tulisan ini bisa membuat lo ngeliat gimana ternyata banyak hewan yang berperan sepenting itu di dalam ekosistem.
Kembali lagi gue sampaikan, sebenarnya sah-sah aja orang mau melindungi hewan dan lingkungan dengan alasan apa pun. Ada orang yang peduli aja udah bagus. Tapi sampai di sini, gue harap lo udah ngerti secara Ekologis kenapa kita perlu mengkonservasi satwa di habitatnya? Jelas, karna di habitatnya, setiap satwa memiliki peran. Jika satwa itu ga ada, ekosistem bisa collapse. Dengan kata lain, alesan kenapa kita harus melindungi satwa langka yang paling jujurnya adalah..
karena kita butuh mereka, meskipun kita sering ga sadar kalo mereka ternyata berguna banget bagi kita
Wait wait..
Kenapa emang kalau ada ekosistem yang collapse? Ya biarin aja lah hutan rusak. Kan kita ga tinggal di hutan. Ngapain gue harus peduli, misalnya dengan collapse-nya hutan Kalimantan, toh gue tinggal di Jakarta. Makanan juga nanem di kebon/sawah..
Nah, sebenernya gue pengen juga membahas kenapa kita perlu melakukan konservasi lingkungan secara umum. Tapi karena tampaknya bakalan panjang banget, jadi itu bakal gue bahas di artikel Zenius Blog selanjutnya yaahh. Oh iya, buat lo yang ingin menggali lebih dalam konsep-konsep Ekologi yang gue singgung di atas, mulai dari ekosistem, jaring makanan, relung, tingkatan tropik, sampe aliran energi, lo bisa simak lebih lengkapnya di zenius.net: Materi Kelas 10 SMA – EKOSISTEM
PS. Penjelasan ringkas dari artikel di atas juga bisa lo tonton dalam format video singkat berikut ini:
—————————CATATAN EDITOR—————————
Kalo ada di antara kamu yang mau ngobrol atau diskusi sama Ijul tentang konservasi satwa langka, silakan langsung aja tinggalin komentar di bawah artikel ini. Kalo lo tertarik dengan isu lingkungan lainnya, lo bisa baca lebih lanjut artikel Zenius Blog yang ga kalah keren berikut ini.
kak mau nanya boleh? agak oot nih ..zenius xpedia yang kelas 12 kurikulum 2013 udah ada materi saintek juga nggak ya?btw thanks artikelnya keren as always…jadi ngerti banyak nih 😀
Halo Ayu,
Untuk XPedia kelas 12, isinya disesuaikan dengan bab pelajaran sekolah. Jadi, lo bakal menemukan materi Matematika Peminatan, Fisika, Kimia, dan Biologi sesuai yang lo pelajari di sekolah.
Tapi kalo Saintek yang lo maksud adalah materi Saintek SBMPTN, itu adanya di paket XPedia Alumni. Kalo emang lo mau mempersiapkan diri buat SBMPTN, lebih baik pake paket Alumni ya.
Wah ini nih min, ane miris lihat hewan di gituin, tp gw bingung, “gw bisa apa ya?”
Gw cmn anak sekolah, blm punya kredit buat donasi, kalo minta ortu ntar pasti di giniin “buat apa sih?”, ya kalo pengen jd relawan, hmm kayanya hrs bolos sekolah deh,
Yg gw bs lakuin jujur, hmm doa yg terbaik :’)
Sebenernya untuk kontribusi nga harus lewat ngasi donasi atau jadi relawan. Justru yang paling penting adalah mengedukasi orang-orang sekitar lo dari keluarga deket sampe temen-temen lo. Karena begitu lo ngasitau mereka mereka tentang betapa pentingnya melakukan konservasi, mereka bisa nyebarin ke orang lain. Nah terus jadi efek bola salju kan hehhe
Suara kita juga bisa berguna kok, contohnya greenpeace indonesia mereka sering adain petisii petisi gitu buat pemerintah dan lain lain.
kalau tidak bisa turun tangan langsung, kamu bisa menolong para satwa dengan menjaga habitatnya agar tidak terus dirusak atau dikonversi menjadi hutan produksi/perkebunan, caranya dengan lebih bijak dalam konsumsi. pilih produk-produk yg kita tahu dihasilkan oleh perusahaan yg menerapkan prinsip-prinsip bertanggung jawab dan tidak asal merusak habitat satwa.
pilih produk yg berekolabel.
khususnya utk produk yg menggunakan bahan dari minyak sawit dan turunannya, juga produk yg berbasis kayu termasuk kertas dan tisu, serta hidangan laut yg ditangkap tidak dengan alat tangkap yg merusak.
sedikit repot, tp kontribusi kamu akan besar sekali, juga bila kamu mengajak keluarga, kerabat dan teman-teman utk juga bijak mengonsumsi.
kalau kamu ragu apakah barang seperti yg dimaksud (berekolabel) ada atau tidak, kamu bisa juga membantu menyelamatkan sumber daya alam dengan cara: BERTANYA soal asal-usul barang yg mau kamu beli dan MEMINTA pada pedagang dan produsennya agar mereka memproduksinya. dengab bertanya dan meminta, kamu sudah mengedukasi dan memyadarkan mereka bahwa kamu dan konsumen lainnya peduli dan ingin berkontribusi lewat perubahan perilaku konsumsi.
#BeliYangBaik
Halo Kaaak, cara subscribe zeniusblog gimana ya?
Karena manusia (termasuk manusia purba) merupakan spesies yang survive dengan cara aktif *merubah* lingkungan.
Mengubah itu, Kak Jul.
Konservasi lingkungan aku tunggu banget ini maaah!
wah maklum aja nilai TTKI (bahasa Indonesia) gue pas TPB dapet C sih heuheuheu
wiihh cinta alam dan kasih sayang ssama manusia pokokee,, min tanya nih,, itu ,, tujuan tercipta pestisida kan buat mengurangi bahkan menghilangkan hama serangga, biar tumbuhanya sehat wal afiat,, tapi polinator kalo hilang kok palah hasil panenya berkurang,, itu sebab pastinya gimana??,, atau hama serangga sama polinator itu beda?? atau pencipta pestisida pikirannya pendek??
oiya, yang pertama harus lo tau itu nga semua polinator itu serangga. Ada beberapa jenis burung yang bisa berperan sebagai polinator. Terus pastinya serangga polinator dan serangga hama itu beda, nah tapi umumnya anti hama yang umum dipake itu pestisida yang sifatnya generalis, jadi pestisida itu bakal ngeracunin both polinator maupun hama. Tapi bukan berarti pestisida itu selamanya jelek, cuman kita mesti tau kapan make pestisida di saat yang tepat (jangan make rutin), harusnya pestisida cuman dipake saat darurat yaitu saat populasi hama udah tinggi dan berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan. Selain itu ada solusi lain yaitu pake pestisida yang sifatnya spesifik untuk satu jenis hama aja (tapi ini emang susah, dan risetnya belom sempurna)
ow ow ow,, jadi nggk harus rutin pestisida d gunain toooo,, berarti ortu gue salah kaprah dong ,, nggunain pestisida,, mungkin menurut mereka pestisida salah satu 4 sehat 5 sempurna,, buat tumbuhan wkwkw,makasih Kak Jull
wuihhhhh kerennn
thanks om 🙂
Kak, tujuan dari melindungi suatu jenis dari suatu binatang itu apa sih? misalkan ada nih badak bercula satu dan ada banyak jenis badak badak lainnya. Tujuan dilindunginnya badak bercula satu itu apa sih kak? bukannya kalau badak bercula satu punah, badak badak dari jenis lain bakalan menggantikan peran mereka di dalam ekosistem? apa emang cuma untuk menjaga ‘diversity’ di ekosistem atau ada hal lain?
coba coba lo caritau, emangnya badak bercula satu sama badak bercula dua tempat idupnya sama gitu? hehehe
Tapi pertanyaan lo menarik nih, kalo urusan badak udah jelas lah ya kenapa. yang menarik kalo urusan hiu, hiu di laut banyak kan jenisnya, dan di dalam satu ekosistem itu punya banyak jenis hiu. Nah kalo yang kayak gitu sebenernya ada jawabannya juga diatas, kalo setiap spesies itu punya relungnya masing-masing. Nga ada 2 spesies yang relungnya persis sama (mungkin overlap sebagian). Tapi bener kalo tujuan kita melindungi semua itu buat jaga diversity nya, karna makin diverse suatu ekosistem makin sulit ekosistem tersebut untuk collapse
wahahhahah, mantap deh postnya bang , dari awal ke-3 jawaban kenapa kita harus menjaga hewan dari kepunahan tuh jawaban gw banget , dulu gw gk pikir panjang sih asal denger kata orang gitu, menurut gw bener juga. tapi pandangan gw dah beda sekarang abis baca post ini bang, thanks ya sekali lagi bang , gw tunggu postingan berikutnya .
emang bener bener penting bgt ya konservasi hewan langka ini, tapi walaupun banyak yang aware banyak juga yang masih acuh dan ga peduli
acuh = peduli , coba cek di kbbi
sebelumnya saya seneng banget zen ngeluarin artikel ini:) btw, sepertinya artikel ini berhubungan dengan teori Rambo ya. apakah teori rambo ini dapat diaplikasikan pada berbagai tempat atau hanya dapat diaplikasikan pada fokus ekosistem dan sosial saja?
rambo tuh maksudnya bukun a terry rambo yang tentang human ecology? wah itu justru belom pernah baca.
gue nulis ini berdasarkan textbook nya molles yang ecology concept and application dan beberapa jurnal buat contoh kasus sih, jadi ga bisa komentar ttg teori rambo hehehe
Tampaknya emang perlu dipelajari lagii cara kerja ekosistem bagi mereka yg blum sepenuhnya paham (termasuk saya sebelum baca ini haha). Artikelnya menyadarkan dan sangat berkualitas.
Tetap menulis!!
artikel nya keren banget! suka parahh
Supaya kita (manusia) bisa terus hidup dengan memanfaatkan ‘ecosystem services’ dari hasil interaksi mereka dengan semua elemen ekosistem di dalamnya
Makasih banyak Kak Ijul udah bikin artikel yang bagus banget. Jawaban tepat untuk pertanyaan spesifik yang aku punya. Keep up the good work kak, ditunggu karya selanjutnya <3