Artikel ini membahas sejarah bagaimana Jepang memulai Perang Dunia II, yang dimulai dengan menyerang mendadak Pearl Harbor tanpa peringatan.
Kira-kira 75 tahun yang lalu, tepatnya 7 Desember 1941. Terjadi serangan militer mendadak yang menggemparkan seluruh dunia, terutama publik Amerika Serikat.
Yak, mungkin beberapa di antara lo ada yang bisa nebak, serangan yang gua maksud adalah serangan atas pangkalan militer AS di Pearl Harbor (Kepulauan Hawaii) oleh 400+ pesawat tempur imperialis Jepang.
Serangan ini begitu mengejutkan karena dilakukan tanpa peringatan atau deklarasi perang apapun. Terlebih, hal ini dilakukan oleh sebuah negara yang selama ini mengucilkan diri dari dunia luar.
Sebuah negara yang sekilas tidak punya kepentingan apapun pada percaturan politik dunia, tiba-tiba saja melakukan serangan mendadak pada salah satu negara superpower, yang juga sekaligus menjadi pemicu Perang Dunia II.
“Kenapa yah Jepang cari gara-gara aja nyerang Pearl Harbor? Padahal selama ratusan tahun Jepang selalu menutup diri terhadap dunia luar. Kenapa tiba-tiba Jepang ikut memulai Perang Dunia II?”
Terkait dengan pertanyaan di atas, banyak orang menyamakan kondisi Jepang dengan Jerman: “Ah, keduanya kan sama-sama dikuasai diktator dan militerisme yang berniat menguasai dunia!”
Pada kenyataannya, tidak sesederhana itu. Penyebab, latar belakang, akar masalah Jepang menyerang Pearl Harbor dan memulai PD2 di Pasifik berbeda jauh dari latar belakang Jerman memulai PD2 di Eropa.
Nah, untuk mengurai akar masalahnya ini, mari kita telusuri bersama sejarah budaya Jepang yang menarik ini.
Era Ninja dan Samurai…Berakhir!
Kita akan mulai penelusuran sejarah ini pada masa ketika kekuasaan kaum samurai mulai berakhir, yaitu sekitar pertengahan abad ke-19.
Jepang saat itu adalah “Negara pertapa” yang menutup diri secara total selama ribuan tahun terhadap dunia luar. Tidak ada orang asing yang boleh menginjakkan kakinya di Jepang.
Sama seperti orang Jepang juga tidak boleh pergi meninggalkan kepulauan Jepang. Secara praktis, orang Jepang ga pernah punya kontak sama sekali dengan orang asing.
Bagi masyarakat Jepang, dunia di luar Jepang adalah ibarat planet lain yang penuh misteri.
Politik isolasi Jepang akhirnya menerima tantangan dari pihak luar pada 31 Maret 1854, Komodor Matthew Perry dari AL Amerika Serikat dengan 10 kapal perangnya memborbardir pantai timur Jepang serta MEMAKSA Jepang untuk mengakhiri pertapaannya.
Pada saat itulah untuk pertama kalinya, orang-orang Jepang melihat teknologi militer yang begitu berbeda dengan persenjataan mereka yang masih menggunakan katana, wakizashi, yari, yumi, dll.
Kedatangan Matthew Perry dan tentara AS ke pantai Edo Jepang begitu menggemparkan seluruh masyarakat Jepang.
Para bangsawan takut, rakyat kecewa, mereka mulai berpikir bahwa pemerintah Jepang gagal & tidak berdaya menghadapi kapal perang asing.
Singkat cerita, kekecewaan rakyat dan para bangsawan berhasil memaksa pemerintahan Jepang saat itu (Shogun Tokugawa) untuk digulingkan.
Para masyarakat berharap pemerintahan kembali dipimpin oleh sang Kaisar yang selama ini dipasung kekuasaannya serta dikurung di dalam istananya sendiri oleh pemerintahan Tokugawa.
Penggulingan ini berhasil, dan berdirilah negara Jepang “modern”, negara yang mulai menerapkan prinsip politik ala Barat seperti parlemen, tentara profesional, wajib militer modern, sistem kabinet, dan lain-lain.
Ribuan anak-anak muda Jepang dikirim untuk kuliah di Inggris, Perancis, Jerman, dan lain-lain, untuk menjadi motor pembangunan negara Jepang baru!
Jepang yang “memodernkan” pemerintahan dan militernya berhasil mengalahkan 2 negara raksasa: Cina (1894 – 1895) dan Rusia (1904 – 1905).
Di bidang politik, Jepang juga berhasil menjadi sekutu negara terkuat di dunia waktu itu, yaitu Inggris (1902).
Kemenangan dan persekutuan ini membuat gengsi, kepercayaan diri seluruh bangsa Jepang membumbung tinggi ke langit! Modernisasi sudah sukses! Sudah saatnya Jepang menjadi penguasa Asia!
Ketika Inggris terlibat dalam Perang Dunia 1, Jepang turut bergabung sebagai sekutu Inggris.
Inggris sangat terbantu oleh Jepang yang berperan sebagai penjaga wilayah jajahan Inggris di Asia, sementara kapal perang Inggris dipulangkan untuk menghadapi armada tempur Jerman.
Singkat kata, ketika PD1 berakhir, Jepang sebagai sekutu Inggris berada di pihak pemenang!
Pasca PD1, percaturan politik dunia masih sangat panas. Banyak negara yang khawatir ancaman perang di kemudian hari bisa membuat negaranya hancur.
Berbagai ketegangan politik paska perang, membuat banyak negara berlomba-lomba membangun armada tempur, termasuk Amerika, Inggris, dan Jepang.
Dalam lomba ini, tentu Jepang yang bercita-cita menguasai Asia Pasifik tidak mau ketinggalan. Ini saatnya Jepang menunjukkan dirinya sebagai penguasa Asia!
Namun demikian, perlombaan ini nampaknya tidak sehat bagi perekonomian dalam jangka panjang. Yah namanya bikin kapal perang kan pasti menguras banyak anggaran negara.
Untuk itu pada 12 November 1921- 6 February 1922, diselenggarakan sebuah konferensi internasional (Washington Naval Conference) yang dihadiri oleh semua kekuatan militer laut terkuat di dunia.
Tujuan utamanya adalah untuk meredakan perlombaan industri militer. Bagi negara Jepang sendiri, ada 2 point yang bisa gua highlight dari perjanjian tersebut:
- Semua pihak WAJIB MEMBATASI ARMADA TEMPURNYA! Jumlah berat kapal tempur (battleship) Amerika dan Inggris dibatasi cuma 525 ribu ton! Untuk Jepang, batasnya lebih kecil: 315 ribu ton! Artinya, perbandingannya 5:5:3.
- Selama persekutuan Inggris dan Jepang masih ada, artinya armada Amerika Serikat akan dikeroyok oleh 2 armada ini! Jadi supaya kekuatannya seimbang, persekutuan Inggris dengan Jepang wajib diakhiri.
Dalam menanggapi 2 poin perjanjian ini, para pemimpin Jepang terbagi menjadi beberapa faksi. Ada yang mendukung, ada juga yang menolak.
Tanpa sadar, perpecahan politik internal Jepang ini menjadi bibit masalah yang nantinya akan menyeret Jepang pada Perang Dunia II:
Perpecahan Internal di Militer Jepang
Setelah perjanjian Washington ditandatangani, terjadi perpecahan pada kalangan militer Jepang. Singkat cerita, angkatan bersenjata Jepang terpecah menjadi 4 faksi.
Keempat faksi ini hubungannya tidak stabil: terkadang bersaing memperebutkan posisi, terkadang bahkan saling bunuh, tapi tak jarang juga mereka bersekutu.
Berikut adalah keempat faksi militer Jepang tersebut:
1. Faksi Perjanjian (Joyaku-ha)
Diisi oleh kalangan Angkatan Laut yang MENYETUJUI perjanjian Washington. Mereka berpendapat, hasil perjanjian Washington yang membatasi pembangunan militer Jepang dengan porsi 3/5 adalah hal yang masuk akal.
Di satu sisi, Jepang memang tidak memiliki kekuatan ekonomi maupun teknologi yang cukup untuk bersaing dengan Amerika Serikat ataupun Inggris.
Di sisi lain, luas perairan yang perlu dijaga oleh AL Jepang juga tidak seluas perairan negara Amerika yang mencakup 2 samudera, yaitu Pasifik dan Atlantik.
Jadi pada intinya, porsi 3/5 itu wajar dan bahkan menguntungkan bagi Jepang.
Anggota faksi ini adalah para admiral profesional yang mendapat pendidikan di luar negeri seperti admiral Mitsumasa Yonai, Osami Nagano, Isoroku Yamamoto, Shigeyoshi Inouye, dan lain-lain.
2. Faksi Armada (Kantai-ha):
Berbeda dengan Faksi Perjanjian, Faksi ini adalah pihak Angkatan Laut yang MENOLAK perjanjian Washington. Bagi faksi armada, pembatasan ini adalah soal harga diri Jepang!
Pembatasan industri militer sebesar 3/5, adalah tidak adil. Jepang telah diremehkan, dianggap tidak sederajat, dan dikadalin oleh kekuatan Barat.
Oleh karena itu, Jepang harus menolak isi perjanjian ini dan membangun kekuatan militer sesuai dengan takdirnya: sebagai penguasa Asia!
Anggota faksi ini adalah admiral ultranasionalis seperti Kato Kanji, Chuichi Nagumo, Pangeran Hiroyasu Fushimi, dan lain-lain.
3. Faksi Jalan Kekaisaran (Kodo-ha):
Didirikan oleh jendral angkatan darat yang ultranasionalis seperti Sadao Araki dan Jinzaburo Masaki.
Mereka hakul yakin bahwa kejayaan Jepang hanya bisa dicapai jika dibimbing oleh semangat bushido (semangat samurai tradisional)!
Mereka beranggapan bahwa kekuatan semangat bushido yang diusung oleh angkatan darat membimbing bangsa Jepang untuk menghapuskan semua pengaruh buruk partai politik, korupsi, individualisme, dan budaya Barat!
Intinya, faksi ini adalah faksi ultra-nasionalis, dengan landasan semangat traditional bushido, yang percaya bahwa Angkatan Darat adalah pihak yang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin Jepang.
4. Faksi Kontrol (Tosei-ha):
Berseberangan dengan faksi Jalan Kekaisaran, ada juga faksi angkatan darat yang dipimpin oleh Tetsuzan Nagata, yang diikuti oleh Hideki Tojo dan beberapa jendral lainnya.
Tidak seperti faksi Jalan Kekaisaran yang mementingkan tradisi & semangat bushido, faksi kontrol ini berpendapat bahwa Jepang perlu mengutamakan modernisasi untuk meningkatkan efisiensi.
Buat mereka, segala hal sebaiknya ditempuh dengan pertimbangan pragmatis demi progresivitas, termasuk menyingkirkan tradisi. Jepang perlu segera meninggalkan hal-hal tradisional yang tidak masuk akal, dan fokus pada keputusan-keputusan yang efisien dan masuk akal.
Mereka juga yakin, Angkatan Darat adalah organisasi terbaik yang bisa memimpin Jepang menuju modernisasi.
****
Perpecahan faksi di kalangan militer ini menciptakan kekacauan politik di Jepang pasca PD1. Namun kekacauan ini jangan disamakan dengan kekacauan di Jerman.
Kalau masyarakat umum bisa menyebut “Jermannya Hitler” untuk merujuk pada saat Jerman dikuasai mutlak oleh Hitler.
Di Jepang, tidak ada “Jepangnya Tojo” atau “Jepangnya Yamamoto” atau Jepangnya siapapun, sebab situasi politik militer maupun sipil Jepang di tahun 1930 sangat kacau balau!
Segala bentuk kekacauan politik ini secara perlahan terus membawa langkah Jepang menuju jalan peperangan. Sejujurnya jika ingin dijabarkan secara detail, akan sangat rumit sekali ceritanya.
Tapi dalam artikel ini, gua akan coba merangkum menjadi 5 bagian penting, sebagai berikut:
- Dominasi Militer dalam Politik Jepang
- Peperangan dengan Cina
- Upaya Menguasai Sumber Daya Alam
- Persekutuan Jepang dengan Hitler
- Kemelut Politik Internal sebelum Serangan Pearl Harbor
1. Dominasi Militer dalam Politik Jepang
Perang Dunia 1 yang berujung pada kekalahan Kekaisaran Jerman dipelajari dengan cermat oleh Jepang.
Kesimpulan para jendral dan admiral Jepang: Jerman kalah karena kekurangan Sumber Daya Alam (SDA).
Jadi, kalau Jepang mau siap berperang dengan negara-negara Eropa, Jepang harus memastikan memiliki SDA yang memadai.
Artinya, Jepang perlu memiliki jajahan yang punya banyak tambang, dan terhubung dengan tanah air Jepang!
Untuk mengamankan sumber daya itu, pihak militer terus berupaya mewujudkan dominasi militer dalam politik Jepang.
UU pemerintahan Jepang memastikan semua Perdana Menteri (PM) Jepang “tersandera” oleh angkatan laut & angkatan darat.
Selain desakan politik, kekuasaan militer juga dipengaruhi oleh adanya tentara liar (assassin) yang kerap melakukan pembunuhan terhadap tokoh politik yang berhaluan pada pelemahan peran militer di Jepang.
Lo bisa bayangin situasinya mirip banget dengan latar belakang cerita manga Kenshin “Batosai” sang pembantai yang membunuh para petinggi politik.
November 1921, PM Takashi Hara dibunuh karena dianggap terlalu lembek pada Korea. Sepuluh tahun kemudian, PM Osachi Hamaguchi juga dibunuh karena kebijakannya memotong anggaran Angkatan Laut.
Tidak hanya melakukan pembunuhan politik, tentara Kwantung (Tentara Jepang yg berkedudukan di daerah Korea) juga menyabotase rel KA di Manchuria.
Saat tentara Cina memeriksa sabotase tersebut, tentara Jepang menembaki tentara Cina. Insiden ini berubah menjadi perang terbuka, dan awal 1932, tentara Jepang merebut Manchuria, dan mendirikan negara boneka bernama Manchukuo.
Kejadian ini seharusnya berujung pada dihukum matinya banyak perwira AD yang melakukan operasi militer tanpa perintah, tanpa ijin, tanpa sepengetahuan pemerintah pusat di Tokyo!
Konyolnya, Pemerintah pusat Jepang bukannya memecat dan menghukum mati para opsir yang terlibat, malah mengundurkan diri, termasuk sang Perdana Menteri Wakatsuki Reijiro!
Ketika PM pengganti yang baru (Inukai Tsuyoshi) mencoba merundingkan perdamaian dengan pemerintah Cina, kaum militer dari Faksi Armada yang ultranasionalis tidak mentolerir sikap lembek dengan pihak asing.
Mereka mencoba menembak mati PM Inukai beserta para menteri terdekatnya di rumah dinas mereka.
Gila banget kan! Para serdadu ini mencoba membunuh PM mereka sendiri demi harga diri militer! Pembunuhan ini sekaligus menandakan berakhirnya semua kendali sipil atas militer Jepang.
Kegilaan ini memuncak tanggal 26 Februari 1936, lebih dari 1.000 tentara dari faksi Jalan Kekaisaran menyerang rumah-rumah pejabat tinggi kekaisaran dan semua petinggi militer dari faksi lain, termasuk PM Keisuke Okada (hampir terbunuh).
Untungnya, pemerintah Jepang kali ini bertindak tegas. Kaisar Hirohito sendiri memerintahkan untuk melibas upaya kudeta tsb.
Setelah kudeta berhasil ditumpas, semua jendral dari Faksi Jalan Kekaisaran dipecat atau dimutasi. Pemberangusan kudeta ini praktis mengakhiri kekuasaan Faksi Jalan Kekaisaran.
Sayangnya, berhentinya pembunuhan tokoh politik ala Hitokiri Battosai ini tidak berarti berakhirnya pengaruh militer atas kabinet Jepang.
Setelah kudeta gagal ini, pihak sipil makin takut dan tak berdaya, berselisih pendapat dengan militer berarti nyawa adalah taruhannya.
Militer Jepang makin berkuasa. Militer Jepang juga makin bernafsu untuk merebut daerah yang kaya SDA, Masalahnya cuma arahnya: ke Selatan (Nanshin) atau ke Utara (Hokushin)?
Angkatan laut terutama Faksi Armada, jelas menginginkan serangan ke Selatan, ke Filippina dan Hindia Belanda.
Alasannya simpel, kalau langkah ini diambil, AL yang akan memegang kendali di Jepang! Sementara itu di AD , jelas lebih memilih menyerbu ke Utara, ke Siberia, wilayahnya Uni Soviet.
Alasannya juga simpel, serbuan macam ini jelas lebih membutuhkan AD! Namun, sebelum upaya mengambil alih SDA ini terwujud, Jepang sudah terlibat perang, kali ini melawan tetangga raksasanya.
2. Peperangan dengan Cina
7 Juli 1937, tentara Jepang yang sedang menjaga jembatan Marcopolo di dekat Beijing, terheran-heran ketika mereka sadar ada 1 rekan mereka yang menghilang.
Dalam keadaan panik, mereka mengira 1 rekan tersebut telah diculik oleh pihak Cina. Untuk itu, mereka menuntut untuk melakukan sweeping ke daerah Cina, untuk mencari si tentara yang hilang itu.
Permintaan ga jelas ini tentu saja ditolak oleh pihak Cina, keadaan makin panas, dan akhirnya berujung pada baku tembak. Tentara yang menghilang itu sendiri sebetulnya … sedang ke toilet untuk buang air besar!!
- “Lho kita lagi diserang sama Cina ya? Sorry barusan gua sakit perut jadi BAB agak lama”
- “Lo kemana aja kampret, daritadi kita nyariin lo!”
Kembalinya si tentara itu tak meredakan ketegangan, baku tembak terus berlangsung, dan berubah menjadi pertempuran besar-besaran. Konyol banget kan? Konyol tapi ini bukan cerita anime, ini kejadian sejarah nyata.
Logikanya, agresi militer yang ga beralasan ini masih bisa dihentikan. Pihak Jepang bisa saja minta maaf atas kesalahpahaman ini dan tentu pihak Cina juga takkan mau memulai perang.
Tapi PM Fumimaro Konoe merasa perlu “mengambil hati” kalangan extrimis militer, sekaligus juga mungkin takut dibunuh karena dianggap terlalu lembek dengan pihak asing.
Sehingga sang PM tetap mengirim serdadu tambahan ke daerah tersebut dan menyampaikan pidato bahwa “akan memastikan Cina menerima ganjarannya”.
Akhirnya, gencatan senjata awalnya yang sudah terjadi malah cuma mendapat sedikit perhatian, pidato Konoe yang provokatif malah menjadi headline media! Pihak Cina tentu saja berpikir bahwa Jepang ngotot ngajak berperang.
Ketegangan berlanjut, baku tembak dimulai lagi, dan kedua belah pihak mengirim segenap pasukannya.
Artinya, dengan alasan yang sangat konyol, Jepang memulai peperangan dengan Cina dan 400 juta rakyatnya!
Masalahnya, menyerang Cina itu sebetulnya tidak ada dalam agenda militer Jepang. Agenda militer Jepang yang sebenarnya adalah merebut SDA di Siberia (Utara) atau di Asia Tenggara (Selatan).
Nyerang Cina, ya ga akan dapet apa-apa. Bukan hanya uang, SDM, dan SDA saja yang habis secara konyol dalam perang melawan Cina ini. Jepang juga mengalami kerugian dari sisi diplomasi di mata dunia internasional karena kebengisan tentara Jepang yang melakukan pembunuhan dan pemerkosaan massal (Di Nanjing misalnya).
Misionaris-misionaris Agama Kristen asal Amerika yang berada di Cina terus mengabarkan kekejaman tentara Jepang kepada media AS.
Hal ini membuat publik AS makin membenci Jepang! Cina juga menolak menyerah, dan terus mengobarkan perlawanan, bahkan setelah pasukan Jepang menguasai seluruh pantai Cina!
Perang melawan 400 juta rakyat Cina tidak berjalan singkat seperti keinginan para petinggi AD Jepang.
3. Upaya Menguasai Sumber Daya Alam
Kembali pada rencana awal untuk menguasai SDA, masalahnya mau ke Utara (Hokushin) atau Selatan (Nanshin) nih? Setelah perang dengan Cina semakin panas, perwira-perwira AD Jepang di Manchuria tetap ngotot untuk menyerbu ke utara.
Mereka berkali-kali bergerak di luar perintah dari pusat dan terus-terusan memprovokasi tentara-tentara Uni Soviet dan Mongolia (Saat itu Mongolia adalah sekutunya Uni Soviet). Puncaknya adalah insiden kecil di desa Nomonhan (11 Mei–15 September 1939). Insiden ini juga sama konyolnya seperti di jembatan Marcopolo.
Jadi pada 11 Mei 1939, ada seorang tentara berkuda mongolia yang entah iseng atau ga sadar memasuki daerah sengketa. Melihat ada 1 orang tentara Mongol, tentara Manchukuo (negara boneka bentukan Jepang) mengusir tentara Mongol tersebut.
Nampaknya tentara Mongol ini tidak terima dengan negara boneka yang sok kuasa ini, dan akhirnya pihak Mongol mendatangkan pasukan besar-besaran, termasuk pasukan Uni Soviet yang merupakan sekutunya Mongolia.
Insiden kecil ini berujung pada pengerahan segenap tentara Jepang di daerah tsb, lengkap truck, tank, meriam, dan pesawat tempur.
Namun, tak seperti di Cina, pihak Jepang “ketemu batunya.” Di Nomonhan, tentara Uni Soviet dipimpin oleh Jendral Georgy Zhukov, jendral terbaik Uni Soviet yang nantinya menjadi pahlawan di PD2! Pertempuran berakhir dengan kekalahan telak tentara Jepang.
Dalam analisisnya setelah kekalahan, jelas sekali AD Jepang kalah segalanya dari AD Uni Soviet: jumlah, tentara, jumlah tank, kualitas tank, kualitas meriam, koordinasi unit, dll.
Dipermalukan sedemikian rupa, hilang sudah nafsu AD Jepang untuk menyerbu Uni Soviet. Jadi, tinggal arah Selatan yang tersisa. Inilah awal mula yang menyebabkan Jepang akhirnya memutuskan menjajah negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Dalam upaya memperluas daerah jajahan dan membendung kekuatan Amerika, Jepang perlu sekutu. Saat itu, negara yang paling realistis bisa dijadikan kawan tinggal Jerman dan Italia.
4. Persekutuan Jepang dengan Hitler
Pada admiral Jepang dari Faksi Perjanjian tahu betul kekuatan industri Amerika Serikat. Admiral Yonai, anggota Faksi Perjanjian, menteri AL di tahun 1939, dan rekan-rekannya semakin khawatir: di saat perang dengan Cina belum selesai juga, para pemimpin dan rakyat Jepang semakin bernapsu menyerang Asia Tenggara!
Dalam pembicaraan resmi, Yonai menyatakan dengan tegas dan jelas: Jepang MUSTAHIL menang dalam perang melawan AS dan Inggris! AL Jepang kalah jumlah, industri Jepang tak mungkin memproduksi keperluan perang sebanyak industri AS dan Inggris!
Yonai dan admiral lain dari Faksi Perjanjian juga memprotes keras usaha faksi lain yang ingin mencoba membangun persekutuan dengan Hitler dari Jerman.
Saat itu, Jerman sudah memulai PD2 di Eropa, Jerman sudah berperang melawan Inggris dan Perancis! Apalagi Yonai, yang menguasai bahasa Jerman, tahu betul bahwa Hitler memandang rendah orang-orang Asia seperti Jepang.
Semula, usaha perlawanan ini cukup sukses. Namun, situasi politik Jepang sudah terkunci oleh dominasi militer. Seperti biasa, menteri AD mengundurkan diri, dan AD menolak mengirim penggantinya, mereka menuntut pengunduran diri Yonai.
Tak punya pilihan lain, Yonai terpaksa mengundurkan diri. Penghalang terbesar berhasil disingkirkan, akhirnya menandatangani “Pakta Berlin” bersama dengan Jerman dan Italia tanggal 27 September 1940.
Maka terciptalah persekutuan antara Jerman, Italia, Jepang dalam ketegangan politik di masa PD2.
Akibat perjanjian politik ini, Jepang harus menelan pil pahit karena terkena embargo oleh Amerika Serikat.
AS secara resmi menghentikan export baja ke Jepang sekaligus membekukan semua harta Jepang yg berada di AS. Ini membuat Jepang khawatir, sebab AS adalah eksportir minyak terbesar di dunia, sumber utama minyak Jepang!
5. Kemelut Politik sebelum Serangan Pearl Harbor
Setelah AS menghentikan pengiriman minyak, setelah persekutuan dengan Hitler ditandatangani, markas besar militer Jepang fokus merancang “Strategi Perang mengalahkan Amerika Serikat dan Inggris”.
Tapi lo jangan bayangkan bahwa perancangan ini dilakukan oleh para admiral Jepang papan atas yang berpengalaman di medan tempur, justru rancangan ini dilakukan oleh para perwira muda menengah sekelas mayor dan letkol yang radikal, sembrono, dan cenderung ultra-nasionalis.
Dalam kepala para perwira muda ini, tidak ada analisis untung-rugi, tidak ada pertimbangan rasional untuk jangka panjang.
Bagi mereka, perang melawan AS adalah perang heroik yang harus dihadapi untuk mendapatkan kejayaan Jepang! Untuk harga diri Jepang!
Dengan semangat bushido, niscaya semua ini akan tercapai! Intinya adalah pola pikir Faksi Jalan Kekaisaran dan Faksi Armada.
Merekalah yang pada akhirnya menyetir Jepang menuju jalan peperangan, yang dimulai dengan menjajah wilayah yang kaya dengan SDA di Asia Tenggara.
Pihak yang tak setuju dengan sudut pandang agresif ini bukannya tidak ada. Tapi animo perlawanan terhadap Inggris dan AS sudah terlalu kental.
Ini bukan soal pertimbangan rasional lagi, ini soal harga diri bangsa dan semangat bushido! Setiap kali masalah “perang melawan AS dan Inggris” dirundingkan oleh kementrian Jepang, mereka semua menolak membicarakannya secara gamblang, dan cenderung memberikan opini yang mengambang.
Kaisar Hirohito sendiri menutup rapat mulutnya. Begitu pula PM saat itu, Pangeran Fumimaro Konoe.
Konoe sebagai PM saat itu sadar, perang besar sudah di ambang pintu. Dia mengajukan rencana nekat: meminta bertemu LANGSUNG dengan presiden Roosevelt untuk membicarakan hal ini!
Saat itu, semua pihak cenderung setuju bahwa pertemuan ini sangat penting. Pihak AS juga menyambut positif usulan ini.
Apalagi para petinggi militer Jepang juga sebetulnya sudah tau, betapa mustahilnya memenangkan perang melawan kekuatan AS saat itu.
Walaupun kaum ultranasionalis terus mengobarkan bahwa “semangat bushido” itu mampu mengalahkan segalanya. Namun, semua perwira militer tahu persis semangat saja tidaklah cukup untuk melawan armada perang AS.
Dalam rencana pertemuan dengan Roosevelt, jangan dikira semua pihak terpusat pada 1 skenario perdamaian saja.
Situasi politik Jepang yang tumpang-tindih membuat 2 agenda yang bertolak belakang berjalan bersamaan:
- Agenda pertemuan dengan Presiden Roosevelt, yang pada hakikatnya bertujuan untuk meredam ketegangan (usaha berdamai)
- Agenda untuk menyusun strategi perang mengalahkan Amerika. Pada intinya, jika ingin menyerang AS, harus dilakukan secepat mungkin ketika mereka tidak siap.
Konoe sendiri pada dasarnya seorang yang terlalu perduli pada pencitraan, tapi tak mampu mengambil keputusan.
Saat kedua agenda ini makin bertabrakan, bukannya mengambil kendali dan menulis proposal untuk mengajak AS bertemu secara resmi, dia malah mengurung diri di kantornya. Akhirnya, anak buahnya di kementerian luar negerilah yang menulis proposal tsb.
Tanpa bimbingan sang PM, mereka menulis proposal yang intinya mengulang tuntutan Jepang kepada AS. Tuntutan yang sudah ditolak pihak AS.
Keadaan ini jelas membuat Kaisar Hirohito bingung dan marah. Merasa perlu lebih memahami kesiapan dari kedua agenda ini, akhirnya Hirohito memanggil Konoe.
Karena kerap tidak bisa memberikan penjelasan memuaskan, Konoe memanggil kastaf AD & AL untuk menjelaskan mengapa persiapan perang terus dilakukan kendati upaya diplomasi masih berjalan.
Kaisar juga meminta penjelasan mereka terkait sejauh mana perkembangan persiapan perang & seberapa besar peluang Jepang untuk menang.
Kastaf AD & AL yang diminta penjelasan oleh sang Kaisar, tentu segan dan tidak mau terlihat terlalu mengecewakan.
Lagi-lagi budaya Jepang membuat penjelasan yang seharusnya sederhana menjadi dilematis.
Akhirnya penjelasan mereka jadi berbelit-belit, di satu sisi mereka tau Jepang tidak siap, di sisi lain mereka malu untuk terlihat takut & juga malu untuk mengakui bahwa persenjataan AS jauh lebih unggul dari Jepang. Intinya, respons kastaf ini jadi serba salah.
Dalam pertemuan kabinet keesokan harinya, banyak menteri maupun jendral dalam hatinya berharap Kaisar mengambil keputusan untuk tidak berperang.
Tapi kenyataannya, sang Kaisar bukannya memberikan keputusan, malah memberikan pesan berupa puisi karangan kakeknya yang ditulis saat perang melawan Rusia (1904 – 1905):
“Di empat samudera, semua orang adalah saudara dan saudari. Mengapa, oh mengapa, angin dan ombak hebat ini?”
Para menteri, jendral, dan admiral tinggi Jepang cuma bisa bengong. Bukannya mendapat perintah tegas dan jelas dari sang Kaisar, mereka malah mendapat sebuah puisi!
Puisi yang bisa diartikan sebagai anti perang. Tapi puisi yang bisa dibaca juga sebagai dukungan atas perang (karena konteks pembuatannya dulu saat mulai perang).
Situasi semakin ga jelas setelah Kaisar menyetujui proposal yang ditulis kementerian luar negeri Jepang. Sebuah proposal ngawur yang dari awal sudah pasti akan ditolak oleh AS.
Otomatis pertemuan langsung dengan presiden Roosevelt dibatalkan. Akhirnya Konoe sang PM yang merasa malu karena kegagalannya, mengundurkan diri pada 16 Oktober 1941.
Dalam situasi ini, satu-satunya harapan terakhir adalah Jendral TOJO sebagai menteri Angkatan Darat, yang diangkat kaisar menjadi PM menggantikan Konoe, untuk membatalkan rencana perang melawan AS.
Sayangnya, Tojo bukanlah tipe penggebrak. Dia adalah sosok orang Jepang pada umumnya saat itu, seorang tradisionalis, birokratis, sungkan, malu untuk mengakui kekurangan negara.
Pada intinya tarik-ulur politik Jepang bisa gua bilang adalah korban dari bentuk budaya mereka sendiri pada saat itu.
Ketika sang Kaisar menginginkan Tojo yang meredam nafsu berperang pihak militer, Tojo justru berharap sang Kaisar yang memiliki hak veto untuk memberikan perintah membatalkan perang.
Pada akhirnya, tidak ada yang mematikan api peperangan yang semakin membesar di kalangan militer Jepang.
yang tadinya pemikiran awal mereka adalah…
“Amerika begitu kuat, kita tidak mungkin menang”
berubah menjadi…
“Amerika begitu kuat. Oleh karena itu kita harus secepatnya menyerang, sebelum mereka bertambah kuat lagi!”
Diplomasi akhirnya menjadi alat untuk menipu pihak Amerika Serikat agar mereka tidak sadar bahwa Jepang sudah mengirim armada kapal induknya untuk menyerang pusat armada Pasifik AS: Pearl Harbor pada 7 Desember 1941.
Ketakutan Jepang kalah dalam perang, pada akhirnya menyeret Jepang ke dalam perang yang dari awal tak mungkin mereka menangkan.
Demikianlah sekelumit kisah kekacauan politik Jepang yang melatar-belakangi keterlibatan Jepang pada Perang Dunia II yang ditandai oleh penyerangan Pearl Harbor.
Gua harap artikel ini bisa menambah wawasan lo tentang sejarah politik dunia, dan bisa secara pro-aktif menelusuri lebih mendalam pada banyak topik sejarah politik lainnya. Sampai jumpa di artikel berikutnya!
Kalo ada di antara kamu yang mau ngobrol atau diskusi sama Marcel tentang sejarah perang dunia, khususnya keterlibatan Jepang, silakan langsung aja tinggalin komentar di bawah.
Sumber
Dan van der Vat: The Pacific Campaign: The US-Japanese Naval War 1941 – 1945
Eri Hotta: Japan 1941: Countdown to Infamy
John A. Adams: If Mahan Ran the Great Pacific War: An Analysis of World War II Naval Strategy
Richard B. Frank: Downfall: The End of the Japanese Empire
Samuel P. Huntington: The Soldier and The State: The Theory and Practice of Civil-Military Relations.
“Lho kita lagi diserang sama Cina ya? Sorry barusan gua sakit perut jadi BAB agak lama”
“Lo kemana aja kampret, daritadi kita nyariin lo!”
LOL
akhirnya artikel nya rilis juga
^^
Keren !
Aq tertarik utk mempelajari sejarah dunia.
Ada saran buku yg menurut kakak keren buat belajjar sejarah dunia.
Bisa mulai dari 3 buku ini:
“100 Tokoh Paling Berpengaruh di dunia” karangan Michael Hart
“Guns Germs and Steel” karangan Jared Diamond
“The Ascent of Money” karangan Niall Ferguson
Bang, maaf pertanyaan ane agak ngawur.
Misalkan dalam Perang Dunia 2 yang menang dari blok Sentral (Jerman/NAZI,Jepang,Italia), apakah Indonesia tetap akan dijajah oleh Jepang atau Indonesia akan merdeka karena Jepang sudah memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia?
Jangan harapkan pemenuhan janji dari orang² yg menggunakan diplomasi sbg alat untuk menipu!
Satu hal yg pasti, kaum yahudi akan musnah dari bumi, dan komunisme tidak akan ada lagi, palestina tidak akan berperang sperti sekarang dan israel tidak akan pernah ada. Sekutu = komunis vs nazi = anti komunis. Sang pemenang yg berhak memutar balikan fakta dan mengatur dunia, jadi seolah2 semua salah nazi
Wkwkwkwkwk jangan mudah percaya, Jepang dan Hitler tu sm2 kejam, mrk ttp menganggap ras TImteng itu lbh rendah, bukan ga mungkin akan dilibas juga atau bahkan Palestina blm tentu ada, keduanya bs aja malah saling perang. Jgn salah, Indonesia jg blm tentu merdeka, banyak korban perempuan yg berjatuhan. Intinya jgn percaya sm diplomator tipuan
ini pernah di post di 1cak….
dan FP ensiklopedia bebas
Satu hal yg pasti, kaum yahudi akan musnah dari bumi, dan komunisme tidak akan ada lagi, palestina tidak akan berperang sperti sekarang dan israel tidak akan pernah ada. Sekutu = komunis vs nazi = anti komunis. Sang pemenang yg berhak memutar balikan fakta dan mengatur dunia, jadi seolah2 semua salah nazi.
Wkwkwkwk mau aja percaya sm diplomator tipuan. Nazi ga cuma nargetin Yahudi doang, dia jg bakal nargeti bangsa Asia dan lain2 krn mengangungkan ras arya, cm media aja yg mempropaganda seolah2 cuma Yahudi doang musuhnya, pdhl Hitler jg menganggap bangsa non Yahudi lain jg lebih rendah, Jangan mau percaya hny krn kebencian kan hal itu, ingat jyga brp jumlah korban perang dan Jugun Ianfu Jepang.
Satu hal yg pasti, kaum yahudi akan musnah dari bumi, dan komunisme tidak akan ada lagi, palestina tidak akan berperang sperti sekarang dan israel tidak akan pernah ada. Sekutu = komunis vs nazi = anti komunis. Sang pemenang yg berhak memutar balikan fakta dan mengatur dunia, jadi seolah2 semua salah nazi..
Wkwkwkwk mau aja percaya sm diplomator tipuan. Nazi ga cuma nargetin Yahudi doang, dia jg bakal nargeti bangsa Asia dan lain2 krn mengangungkan ras arya, cm media aja yg mempropaganda seolah2 cuma Yahudi doang musuhnya, pdhl Hitler jg menganggap bangsa non Yahudi lain jg lebih rendah, Jangan mau percaya hny krn kebencian kan hal itu, ingat jyga brp jumlah korban perang dan Jugun Ianfu Jepang.
Dan Komunisme sendiri skrg musuhan sm sekutu, ga ada ceroitanya sekutu = komunisme skrg. Ngerii anda ini
Nice artikel.
Politik mah begitu ya. Tapi ka, pengen penjelasan lebih lanjut nih ttg politik. Begitu sekali denger kata politik itu, pikirannya langsung ke korupsi lah, janji palsu, bla bla yg negatif semua. Thx sebelumnya.
ok
“Jangan pernah BAB pada saat bertugas” XD
SejarahTERKONYOL yg pernah saya dengar
Ada 1 hal yg bikin gua penasaran, Marcel. dalam artikel ini, lo menyatakan betapa tidak siapnya persiapan militer Jepang utk melawan Amerika. Tapi kenyataannya, dengan persiapan segitu aja, Jepang berhasil mengalahkan tentara kolonial Belanda di Hindia Belanda dalam waktu sangat singkat (kalo ga salah kurang dari seminggu). Padahal Belanda telah menduduki Nusantara ratusan tahun.
Sebetulnya, strategi militer apa yg digunakan Jepang utk bs segera menguasai negara2 di Asia Tenggara? khususnya di Hindia Belanda.
Belanda itu beda banget sama Amerika Serikat. Negeri Belanda di Eropa udah direbut Jerman di tahun 1940, sehingga tentara Belanda di negara jajahannya tak bisa menerima bantuan.
Lalu, strategi militer Jepang juga sebetulnya strategi NEKAD yaitu menyerang dg brute force dan kecepatan tinggi. Strategi ini sukses karena pihak sekutu sendiri masih kocar-kacir. Pihak Inggris, Belanda, dan AS boro² latihan bersama, sepakat dg 1 strategi besar untuk menahan serangan Jepang saja mereka tak bisa! Inggris bilang Singapura bisa jadi “benteng tak bisa ditembus” yg akan menghentikan invasi Jepang. Belanda skeptis dg konsep ini dan lebih memilih memusatkan pasukannya di Jawa, sementara Jendral McArthur di Filipina dg pede bilang “Jepang gak akan mungkin menyerang Filipina! Mereka takut sama saya!” dst.
Jadi, ketika armada Jepang benar² menyerang dan mendaratkan pasukannya di Filipina, Malaya, Singapura, dan Indonesia, armada sekutu masih blum kompak, kekurangan orang, kekurangan senjata, kekurangan kapal perang, dan kekurangan kapal terbang. Semuanya jatuh cuma dalam 3 bulanan, jauh lebih cepat dan mudah bahkan dari perkiraan Jepang sendiri!
Namun, strategi Jepang ini bukannya tanpa kelemahan. Kalau mereka mau ngotot mendapatkan SDA di Indonesia, mereka mustinya tidak membom Pearl Harbor dan MELEWATI Filipina. Rakyat AS yg ogah berperang demi membela jajahan Inggris dan Belanda akan sulit menerima perang melawan Jepang.
Untungnya buat kita, Jepang tak rasional. Mereka terlalu terobsesi pada perang dg AS, sampai² melakukan apa yg Bismarck umpamakan dg “Bunuh diri karena takut mati”.
Kalo gak salah ketika Jepang menyerang Asia Tenggara mereka menggunakan Strategi Katak Loncat. Strategi yang menurut ane setelah melihat petanya adalah strategi yang berfokus pada penyebaran pasukan secara cepat dari satu titik ke titik sekitarnya. Menurut ane sih gitu
strategi katak loncat digunakan oleh jenderal mcarthur gan, yaitu strategi melompati pulau yang ngga penting
Gila kehormatan nih, kalau udah malu rasanya mau mati kali ya dulu orang jepang…
Dilihat dari cara “menghukum” masyarakatnya secara sosial, ada 2 jenis kebudayaan: Budaya yg menggunakan rasa malu, dan budaya yg menggunakan rasa bersalah.
Budaya Jepang, Timur Tengah, dan banyak budaya Asia-Afrika lainnya banyak yang termasuk yg pertama.
Budaya² Barat (Amerika, Jerman, dll) cenderung yg kedua: menggunakan yg kedua.
Sepintas rasa bersalah dan rasa malu itu mirip, tapi ada perbedaan penting: rasa malu menitik beratkan interaksi sosial, melibatkan orang lain. Rasa bersalah menitik beratkan pikiran & perasaan internal seorang individu.
Jadi, kelemahan budaya yg menitik beratkan rasa malu sbg hukuman adalah “Kalo orang laen enggak tahu, EMANG GW PIKIRIN!!” Giliran orang laen tahu soal kesalahan kita, org² di masyarakat dg “Budaya malu” juga jadinya malah sering melakukan pembunuhan karakter thd org² yg membuka kesalahan kita: “Siapa suruh dia bikin saya malu!” Fokusnya jadinya bukan diri kita sendiri, tapinya orang lain! Ini jadi masalah pencitraan.
Tentu aja gak semua orang di daerah² yg menggunakan “budaya malu” bereaksi seperti itu, dan gak semua orang di daerah² yg menggunakan “budaya rasa bersalah” lepas dari politik pencitraan, tapi jelas budaya malu membuat banyak orangnya jadi mengutamakan pencitraan.
Great article as always, Marcel.
Orang dulu getol banget ya sama perang.
Beruntung banget kita sekarang hidup di masa yang relatif lebih damai. Semoga orang sekarang tetap melek sejarah supaya ga mengulangi kesalahan konyol orang2 dulu.
https://www.quora.com/What-was-the-most-peaceful-time-in-human-history
Nice … bagus bgt
Agak berasa konyol saat Hitler menyatakan perang dengan AS, Alasan Hitler apa? Ada beberapa perwira Jerman Gak begitu antusias.
kebetulan kronologi perang perang dunia 2 di Eropa yang dipicu oleh Hitler sudah pernah dibahas Marcel pada artikel ini >> https://www.zenius.net/blog/biografi-adolf-hitler
Seperti biasanya, nice artikel..
Oh iya kak, jangan lupa artikel tentang peran penting Uni Soviet di PD II, Perang Patriotik Raya
Oh jangan kuatir, selain perang Pasifik, perang patriotik raya adalah episode favorit saya selama PD2!
Mantapp,
Dunia berhutang banyak pada Uni Soviet 😀
Kak, kalau buku “The Day until Yesterday”-nya Jared Diamond bagus engga? Soalnya aku cari Guns, Germs and Steel gak ada 🙁
Bagus kok. Tapi the day until yesterday itu menceritakan topik general antropology dalam sejarah peradaban manusia secara umum. Sementara Guns Germs and Steel lebih membawa topik antropologi yang spesifik, yaitu mengapa terjadi ketimpangan dominasi kekuatan budaya Barat pada abad 15 – sekarang.
Hmmm gua udah banyak baca , tentang apa yang didapatin jepang , jerman pas PD II dan kekejamannya.
sama referensi setelah PD ii . Jerman dipecah dua. jepang nyerah .
tapi jarang ane baca tentang italia. yang ikut2an nandatanganin pakta aliansi.
pas itu pemimpinnya siapa , mussolini kaa . atau?
kekejamannya apa ajaa?
kalo jerman invasinya ke inggris prancis . dan eropa
italia invasi apa?
Betul, pemimpinnya Mussolini. Kekejaman Mussolini itu jauh lebih
terbatas, karena dia memang gak serasis Hitler dan orang2 Jepang.
Italia invasinya ke :
Albania -> SUKSES! Albania gak punya apa2 untuk menghentikan Italia
Yunani -> Gatot, tentara Italia terpukul mundur, bahkan tentara Yunani mulai memasuki Albania.
Mesir -> Gatot juga, tentara Italia terpukul mundur oleh tentara Inggris.
Rusia
-> Gatot, tentara Italia membantu tentara Jerman dan Rumania
menyerang Rusia, dan tentara Rusia memperlakukan tentara2 Italia sbg
“titik lemah”.
Jepang dlu blm ada chidori,rasengan,seribu bayangan dan sebagainya ya? Padahal itu serem loh.
Jepang blm ada chidori,rasengan,seribu bayangan dan sebagainya ya? Padahal serem tuh.
Kalau Jepang masa dulu (zaman pertapaan) itu kaya korea utara sekarang? atau lebih kuper lagi?
Lebih kuper lagi. Korea Utara masih berhubungan erat dengan Cina, dengan negara² anti Barat lainnya. Jepang jaman Shogun Tokugawa itu menolak berhubungan dg siapapun.
Kira2 bagaimana ya proses pemulihan daerah hiroshima-nagasaki setelah terkena bom atom as?
Pemulihannya biasa saja, sama seperti Dresden, Berlin, Nagoya, Tokyo, dan kota² korban bom biasa.
Mengenai masalah radiasi, sebagian besar radiasi dari ledakan bom atom sudah tertiup angin. Saat ini Hiroshima maupun Nagasaki tingkat radiasinya sama saja dg kota² besar lainnya di Jepang.
Kurang tepat dibilang biasa saja. Jika ada kesempatan, tidak ada salahnya datang ke museum bom atom di hiroshima untuk paham bahwa proses pemulihannya tidaklah biasa. Atau persepsi biasa kita beda?
Perbedaan terbesar antara bom atom dg bom biasa adalah radiasinya. Karena bom atom “Little Boy” diledakkan di udara Hiroshima, bukan di permukaan tanahnya, radiasi yg tercipta langsung tertiup angin, sehingga efek jangka panjangnya tak ada.
Jadi, pembangunan ulang Hiroshima itu tak ada bedanya dg pembangunan ulang kota² yg hancur karena bom biasa.
http://content.time.com/time/world/article/0,8599,1087168,00.html
Apakah kota2 yg hancur karena bom biasa yg dimaksud (Dresden, Berlin, Nagoya, Tokyo dsb) dibom dengan efek ribuan ton bom biasa? Jika tidak, seberapa memungkinkan kota hiroshima yg dibom dengan efek ribuan ton (tepatnya 12-15rb ton TNT) bom biasa pembangunan ulangnya dan proses pemulihannya dapat disamakan dengan kota2 yg dimaksud? Kalo ada duit lebih, ngga ada salahnya datang ke museum bom atom hiroshima. Kadang kalo googling doank kurang nendang 🙂
“Apakah kota2 yg hancur karena bom biasa yg dimaksud (Dresden, Berlin, Nagoya, Tokyo dsb) dibom dengan efek ribuan ton bom biasa? ”
-> Betul. Kota² itu hancur dibom oleh ribuan ton bom biasa dan bom bakar secara kontinu, terus menerus. Restorasi kota² tsb sama saja dg restorasi Hiroshima maupun Nagasaki. Satu²nya perbedaan, di Hiroshima dan Nagasaki dilakukan pemeriksaan efek jangka panjang radiasi. Pemeriksaan tsb berujung pada hasil “Tidak ada efek jangka panjang!”
“Kota² itu hancur dibom oleh ribuan ton bom biasa dan bom bakar secara kontinu, terus menerus”
>> Ambil contoh Tokyo: Hanya 1.667 ton bom dengan 279 pesawat selama berbulan-bulan. Dampaknya Tokyo kehilangan tidak lebih dari 2% populasi penduduknya. Hiroshima 1 bom atom (eq 12.000-15.000 ton bom) dengan 1 pesawat dalam hitungan jam. Hiroshima kehilangan hampir separuh populasi penduduknya. Apakah yg dimaksud “biasa” atau “sama saja” dalam hal pemulihan di sini relatif sama jika dilihat dari “cara teknis” membangun kembali kota yg terkena gempa besar? Jika ya, dari awal udah ngga nyambung.
“Hanya 1.667 ton bom dengan 279 pesawat selama berbulan-bulan. Dampaknya Tokyo kehilangan tidak lebih dari 2% populasi penduduknya.”
-> Kehancuran pelan² yah korban jiwanya lebih sedikit. Tapi restorasi kota² itu yah sama saja. Tidak seperti upaya restorasi Fukushima dimana radiasi mencemari air dan tanah.
“Apakah yg dimaksud “biasa” atau “sama saja” dalam hal pemulihan di sini relatif sama jika dilihat dari “cara teknis” membangun kembali kota yg terkena gempa besar? ”
-> Yup.
“Kehancuran pelan² yah korban jiwanya lebih sedikit”
-> Korban jiwa hampir imbang, persentase jomplang karena rasio densitas penduduknya. Namun karena nyaris setengah penduduknya hilang hanya dalam hitungan hari, “effort” pemulihan Hiroshima tidak sebanding dengan Tokyo yg “biasa” aja.
Ada sih 1 segi pemulihan Hiroshima yg berbeda jauh banget dari restorasi Dresden, Tokyo dll.
Sampai sekarang, bahkan setelah pemulihan fisik Hiroshima sudah sukses, bahkan setelah sekian banyak jendral Jepang dihukum mati akibat kejahatan perang, bahkan setelah cerita² Jugun ianfu menghiasi media, orang² Jepang masih bilang “kami korban bom atom!”. Restorasi Hiroshima dan Nagasaki secara spirit, secara historis, adalah penggunaan kehancuran ini sbg bukti bahwa “Jepang adalah korban perang, bukan pelaku perang!”, membuat, memungkinkan bangsa Jepang meminimalkan kekejian yg dilakukan serdadu²nya di Cina, Indonesia, Korea, dll. Sampe sekarang, pelajaran sejarah di sekolah² Jepang terus menerus mengingatkan “Kita adalah korban”.
Gak heran sampe sekarang, anime², manga² Jepang dg senang hati menjadikan tentara Nazi & Hitler sbg iblis, bahkan sbg musuh si jagoan anime & manga. Namun, gak ada anime & manga yg menunjukkan penyesalan yg serupa dg penyesalan yg ditunjukkan bangsa Jerman lewat karya² seni dan sastranya, yg menunjukkan penyesalan dan rasa malu akibat kekejaman Nazi.
Dalam hal itu, “pemulihan Hiroshima & Nagasaki” sukses membuat orang Jepang gagal mengakui kesalahan fundamentalnya dalam Perang Pasifik ini. Itulah keunikan paling fundamental dalam pemulihan kedua kota ini, dibandingkan pemulihan kota manapun.
Secara fundamental tidak ada bedanya pemulihan Hiroshima dan kota manapun. Effort yg bisa jadi beda. Walaupun Jepang kalah bukan karena bom atom, sudah dari “sononya” mereka akan sulit mengakui kesalahan fundamentalnya dalam perang. Namun yg menarik, Jerman dan Jepang yg kalah perang kini mampu menjelma menjadi raksasa ekonomi, Indonesia yg merdeka 71th ya gitu deh.
Jepang tu udh dr dulu maju, mrk walau hancur dibom pun msh punya otak dan tenaga buat melakukan pemulihan dan perbaikan dgn baik dan cepat, beda sama negara kita yg msh harus bergulat dgn perang, pemberontakan, penduduk banyak, revolusi mental, pejabat yg begituan. Indonesia 70 tahunan begitu, tp Jepang udh ratusan tahun merevolusi negaranya.
keren bang
Nice artikel
BTW mau nanya, tentang pearl harbor itu sendiri, ada yang bilang bahwa pearl harbor sendiri itu salah satu operasi yang bisa dibilang “gagal” karena target kapal induk amerika sedang tidak disana sehingga serangan kurang efektif. bagaimana ini terjadi?
selain itu, mau nanya lagi. kalo ga salah, admiral Yamamoto, kepala armada gabungan, pernah bilang, “Kita tidak akan bisa menginjakkan kaki di rumput amerika”. kata-kata itu keluar dari mulut seorang Yamamoto, namun pertempuran masih terus dilakukan. apa penyebab hal ini juga karena budaya yang dibahas di atas?
trims
correct me if i wrong
Nonton filmnya dulu bro, aktor2nya ganteng2 dan soundtracknya keren kok. Yg menarik, pilot jepun udah jelas mau harakiri, tapi ngapain juga tetap pake helm di pswt coba? 🙂
Kalo mau tahu soal sejarah Pearl Harbor, tonton “Tora Tora Tora” bukannya film bombastis ala koran Lampu Merah yg dipenuhi drama romantis buatan Michael Bay.
OK, satu² yah:
1) Kapal induk Amerika tidak berada di situ murni karena keberuntungan. Jepang padahal sudah memilih menyerang di hari Minggu: Hari saat kebanyakan kapal berkumpul di pelabuhan, saat awak²nya ke gereja.
2) Yamamoto sudah pernah tinggal di Amerika. Dia tahu betul Amerika terlalu kuat untuk dilawan oleh Jepang. Sepanjang karirnya, Yamamoto mati²an menjerit “Jangan berperang melawan Amerika!” sampai² dia dipindahkan dari posisi di kementerian ke posisi di lapangan, sebab kawan²nya terlalu takut dia akan dibunuh oleh Faksi Armada atau Faksi Jalan Kekaisaran! Namun, dia juga merasa, kalau perang memang akhirnya pecah, dialah orang yg paling pas, yang paling mampu memimpin armada Jepang.
Yamamoto juga seorang pribadi yg hobinya itu berjudi: poker, bridge, dan permainan² judi lainnya adalah cara dia mengisi waktu senggang. Ketika perang melawan Amerika Serikat kelihatannya tak bisa dihindari, dia akhirnya memilih strategi yg penuh perjudian ini. Diapun menekankan: “Kalau diplomasinya berhasil, SERANGAN HARUS BATAL!” padahal dia sudah dapat info bahwa pusat sudah menganggap diplomasi dg pihak Amerika Serikat cuma sbg manuver untuk menutupi gerakan armada Jepang tsb.
wew…..
ohiya tanya lagi
di penjelasan kayaknya ka marcel nyebutin kaisar dikit banget. Apa emang peran hirohito dalam insiden ini agak minor? saya penasaran bagaimana pandangan kaisar soal ini. jika admiral sekelas Yamamoto udah tau bahwa mereka ga cukup kuat untuk menyerang amerika, seharusnya hirohito lebih tau dan punya kuasa lebih untuk menghentikan peperangan sebelum terjadi.
trims
Hirohito itu kaisar yg penuh dengan kontradiksi. Siap² yah, ini agak panjang …
Maret – September 1921, Hirohito yang masih menjadi Putra Mahkota, mengunjungi Inggris dan Eropa. Istana Inggris yang jauh lebih informal benar² mengesankan sang calon Kaisar. Tak heran tanpa sadar dia menjadikan raja² Inggris yang “Bertakhta tapi tidak berkuasa” sbg teladannya.
Dia juga terguncang melihat dampak PD1 yg masih amat terasa di seluruh Inggris dan Eropa. Masih banyak puing² PD1 berserakan. Bahkan pemandu wisatanya selama di Eropa kehilangan anaknya dalam PD1, membuat sang calon kaisar menitikkan air mata saat mendengar kisahnya.
Terakhir, biar bagaimanapun juga, dia tetap (calon) kaisar Jepang. Sejak dia kecil, dia dididik bahwa dia adalah dewa yg ditakdirkan memimpin bangsa Jepang, bangsa yang ditakdirkan menjadi teladan, yang akan diikuti oleh bangsa² Asia lainnya.
Intinya, sang kaisar sendiri ter-cabik² antara pendapat² yg seringkali bertolak belakang ini. Ini sama sekali tidak membantu memberikan arah untuk membereskan kekacauan yg melanda pemerintahan Jepang saat itu.
Lalu, ketika dia bertanya kepada bawahan²nya, para bawahannya juga karena budaya malu dan segan, malah memberikan jawaban ber-belit².
Setelah Jepang kalah perang dan pihak Amerika Serikat mengadili penjahat² perang, politikus² Jepang ramai² melindungi sang kaisar, meminimalisir campur tangan kaisar dalam persiapan maupun pengaturan Perang Pasifik.
Pada akhirnya, dg data yg ada, kesimpulan yg bisa ditarik adalah, biarpun sang kaisar punya kuasa, dia hampir tak pernah campur tangan dalam pemerintahan maupun militer Jepang.
wew makasih penjelasannya, nanti kalo ada pertanyaan lagi bakal diajukan, seputar perang dunia 2. aku agak tertarik sama front pasifik, tapi nanti soal front lain kalo ada yang ditanyain aku tanyain.
makasih banyak~
Kak mau tanya, maaf kalau agak melenceng.
Di Jepang kenapa budaya malu seperti itu kok mengakar kuat, berbelit-belit seperti itu bukannya hal yang bikin ribet diri sendiri kenapa bisa bertahan?
Ada sejarah kenapa budaya malu Jepang itu kok ‘sebegitunya’? sedangkan disini aja ga segitunya dan bahkan males dibikin ribet seperti itu.
OK, siap² yah, jawabannya agak panjang. Pertama, karena Jepang makan nasi.
Serius.
Semua budaya yg makan nasi, itu lebih komunal, lebih sosial daripada kebudayaan yg makan gandum, soalnya merawat sawah itu lebih butuh kerjasama sosial daripada merawat ladang. Akibatnya, orang² yg lebih kekeluargaan di daerah² yg menanam padi menjadi lebih sukses, lebih kaya, lebih punya banyak anak. Akibatnya, budaya² yg didominasi oleh nasi, jadi lebih komunal.
Ingat, rasa malu itu adalah hukuman sosial! Di masyarakat yg kuat kekeluargaannya, otomatis menghukumnya juga secara kekeluargaan, otomatis lebih mengandalkan malu daripada rasa bersalah.
Nah, orang Indo makan nasi jugakan? Makanya kebudayaan Indonesia juga lebih menekankan rasa malu daripada rasa bersalah. Kok gak seextrim Jepang? OK, lanjut ke bagian kedua:
Soalnya Jepang itu keadaannya lebih extrim. Biarpun tanah Indo dan Jepang sama suburnya, tapi tanah pertanian di jepang itu lebih sedikit. Udah begitu, daerah Jepang juga lebih sering mengalami bencana seperti gempa bumi dan tsunami (Kata “tsunami” aja adalah kata internasional yg berasal dari bahasa Jepang!). Karena keadaan lebih susah, masyarakatnya jadinya lebih sering susah, menderita, mengeluh, dll. Untuk mengontrol masyarakat yg lebih susah, diperlukan kekangan yg lebih kencang. Jadi, seiring berjalannya waktu, masyarakat Jepang benar² menekankan betapa pentingnya rasa malu. Bahwa, mati lebih baik daripada menanggung malu.
Buset, ada hubungannya sama nasi hahaha. Serem juga ya, mereka berhasil survive tapi sekaligus dapet kekangan yang kuat.
Makasih kak udah dijawab.
Nasi di Jepang hanya sejenis asupan, bukan makanan utama. Masalah utama Indonesia, wilayah nan subur DAN di khatulistiwa 2 musim.
“Bukan makanan utama”.
http://spice.fsi.stanford.edu/docs/rice_its_more_than_food_in_japan
Bisa dijelaskan bagian mana dari artikel saduran tersebut yang menyatakan secara explisit bahwa nasi adalah makanan utama (pokok) di Jepang? Gw asumsikan bahwa makanan pokok yg dimaksud sama dengan nasi bagi orang Indonesia, kalo belum nasi ketelen dianggap belum makan. Apakah bro pernah ke Jepang dan ikut ritual makan siang/malam di sana? Jika pernah, coba diingat-ingat nasi dapat urutan ke berapa dimakan orang sono. Dan apakah kalo nasi tidak tersedia, mereka menganggap belum makan?
“Bisa dijelaskan bagian mana dari artikel saduran tersebut yang menyatakan secara explisit bahwa nasi adalah makanan utama (pokok) di Jepang?”
-> Bukan cuma soal nasi itu adalah makanan utama, tapi nasi sbg pembentuk budaya Jepang:
“Many believe that the following aspects of Japanese social behavior originate from wet rice cultivation: the notion of wa (harmony), consensus-seeking, and the assessment of the context of actions. Some even include the concept of amae (feelings of dependency). Historically, wet rice cultivation was a labor-intensive task that could not be accomplished easily. As a result, families pooled their labor. More importantly, they also shared their water resources and irrigation facilities. Typically, irrigation arrangements called for water to run downhill, linking all the surrounding families in their shared destiny of communal resource usage. Further, people lived in houses clustered together and depended heavily upon each other since the rice was usually planted on the same day after several days of watering. This necessitated an emphasis on group interests, the enhancement of skills in group decision-making and the avoidance of friction between families who would be neighbors and workmates for generations. This historic commitment to group harmony, a hallmark of the original culture of rice, echoes today and continues to shape group consciousness. Despite the fact that a small number of people actually grow rice, 124 million people still try to sustain group harmony, as they seek daily accommodation in a relatively confined space.”
Terlepas dari nasi sbg makanan utama atau bukan, nasi adalah faktor penting pembentuk budaya Jepang yg komunal, yg mementingkan rasa malu, yg membuat mereka lebih memilih bunuh diri daripada malu.
-> Namun, nasi memang makanan utama kok menurut artikel itu:
“The primacy of rice as a diet staple is echoed in the Japanese language. “Gohan” is both the word for “cooked rice” as well as “meal.” This is also true in other Asian cultures where rice is the main dietary staple. The use of gohan in Japanese is extended with prefixes to give us asagohan (breakfast), hirugohan (lunch), and bangohan (dinner). These multiple terms signal that it was almost impossible for most Japanese to think of a meal without rice.”
dst, di paragraf² berikutnya.
“Terlepas dari nasi sbg makanan utama atau bukan, nasi adalah faktor penting pembentuk budaya Jepang yg komunal, yg mementingkan rasa malu, yg membuat mereka lebih memilih bunuh diri daripada malu.”
–> Sepakat.
“Namun, nasi memang makanan utama kok menurut artikel itu”
–> Ini yg perlu dikritisi. Mungkin yg nulis kurang lama tinggal di Jepang 🙂
Btw, nice sharing…mungkin bisa diangkat soal makanan terhadap karakter sebuah bangsa, jadi kita bisa paham mengapa bangsa sendiri bisa seperti ini.
Sebetulnya, masalah makanan utama atau bukan, diukurnya bukan dari “sepenting nasi di indo”.
Sebuah makanan bisa tidak sepenting nasi di indo, tapi tetap saja disebut “makanan utama” karena paling sering muncul, karena sulit digantikan, karena sudah mengakar dlm bahasa, dst.
[“makanan utama” karena paling sering muncul, karena sulit digantikan, karena sudah mengakar dlm bahasa,]
–> kalo konteksnya bahwa nasi adalah makanan utama jepang, ya kembali lagi, udah pernah stay agak lama di jepang belom? apa benar nasi sulit digantikan di sana? kalo ngga ada nasi orang sana merasa ngga makan? kalo beras hilang dari jepang apakah kondisi sosial politik mereka akan sepanas jika indonesia yang mengalami? kalo ngga segawat kalo indonesia yang kehilangan beras, apa benar nasi merupakan makanan pokok mereka? kalo hanya berdasar asumsi belaka hasil googling, dosisnya jadi kurang pas, ada baiknya mainlah sekali-kali ke sana untuk mendapatkan data valid.
Tuh kan, masih balik lagi, fungsi nasi di Indonesia lagi yg jadi standard. Kalaupun udah pernah ke sana, kalo dari awal standardnya salah, yah ambil kesimpulannya juga salah.
Jadi bro punya standard bahwa jepang makanan utamanya nasi berdasarkan apa? Kalo standar dari indonesia dianggap salah (karena yg nulis orang indonesia) lalu standar mana yg mo dipakai? Kalo mo pake standar jepang, lah situ dah pernah stay di jepang? Mari kita hindari asumsi, apalagi kalo katanya, gw pikir, gw kira….hehehhe
Standard mereka biasanya makan lauk dg nasi.
Standard bahwa nasi adalah sumber karbohidrat utama orang Jepang.
Standard kata “sarapan”, “makan siang” dan “makan malam” mereka semuanya cuma variasi dari “makan nasi”.
Standard² yg dipake di artikel rujukan saya, dan dipakai orang² untuk menentukan “makanan utama”.
Standard² yg situ anggap “cuma opini” sementara opini anda sendiri adalah “standard satu²nya, standard yang paling bener sedunia.”
Gini deh kalo masih gak mudeng, coba jawab aja pertanyaan mendasar ini: kalo bukan nasi, makanan utama mereka apa? Sumber utama karbohidrat mereka apa?
Kalo pertanyaannya aja salah, gimana jawabannya? Bro sebenarnya lagi bahas padi, beras atau nasi? Sekadar mengingatkan, beras tidak hanya diolah menjadi nasi untuk dimakan. Sebaiknya dihindari pakai double standar, satu sisi tulisan buat dipahami orang Indonesia, tapi ogah istilah yg dimaksud pakai standar lazim di Indonesia, malah berasumsi hasil googling artikel tanpa memahami betul esensi tulisannya. Nasi makanan pokok Indonesia, bukan Jepang. Bahwa budaya menanam padi sebuah bangsa, bukan berarti nasi yang menjadi makanan pokoknya. Masih bingung? Silahkan datang ke Jepang dan lihat di urutan keberapa nasi dimakan (jika tersedia) 🙂
“Nasi makanan pokok Indonesia, bukan Jepang.”
-> Mereka tidak mutually exclusive. Nasi bisa jadi makanan pokok Jepang MAUPUN Indonesia.
Baca artikel yg baru saya taro di atas? Nih saya taro lagi:
http://www.japantimes.co.jp/news/2016/01/08/national/rice-remains-japanese-staple-despite-popularity-waning/
Jelas² di artikel yg ditulis oleh orang Jepang itu, yg lagi diomongin itu nasi, bukannya beras, bukannya padi. Misalnya:
“Traditional washoku (Japanese cuisine) consists of rice, miso soup, fish, vegetables and potato. Experts warned this could result in excessive intakes of carbohydrates and salt.”
“In my childhood, I usually ate two or three bowls of rice in each meal, but nowadays, people use small bowls and few have second helpings”
Keliatankan yg lagi diomongin itu nasi, bukannya padi bukannya beras? Keliatankan anda gak baca artikel itu?
Itu artikel membahas yg anda lagi bicarakan: berkurangnya konsumsi nasi di masyarakat Jepang. Namun, karena anda cuma melihatnya “Orang Jepang gak makan nasi sebanyak orang Indo” langsung memutuskan “Nasi bukan makanan utama lagi di Jepang!” Itulah sebabnya saya bilang, biarpun anda liat di lapangan, tapi kalo dari awal asumsinya udah ngawur yah kesimpulannya juga ngawur.
OK deh, saya udah ogah nanggepin orang yg gak merasa paling pinter seperti anda ini, yg gak mau terima ketika salah, yg bahkan merasa dirinya lebih tahu daripada orang Jepangnya sendiri. Silahkan ngotot bahwa nasi bukan makanan utamanya Jepang.
“Orang Jepang gak makan nasi sebanyak orang Indo” langsung memutuskan “Nasi bukan makanan utama lagi di Jepang!”
–> Mengapa bro berasumsi bahwa standar istilah “makanan utama” adalah makan nasi sebanyak orang Indo? Apakah ada kalimat gw yang menunjukkan hal tersebut?
“OK deh, saya udah ogah nanggepin orang yg merasa paling pinter seperti anda ini, yg gak mau terima ketika salah, yg bahkan merasa dirinya lebih tahu daripada orang Jepangnya sendiri.”
–> Gw pinter iya, merasa paling pinter no. Dari awal bro yang tidak setuju kalo nasi adalah asupan, lalu situ yang mulai berasumsi bahwa nasi adalah makan utama orang Jepang. Lalu mulai pakai standar ganda istilah “makanan utama” Jepang beda dengan “makanan utama” orang Indonesia. Lalu mulai menafsirkan sendiri artikel saduran Internet tanpa memiliki kompetensi yang cukup untuk memahaminya secara utuh. Jika ada televisi kabel, sekali-kali lah nontonlah BBC Earth, Discovery, NG. Tidak semua informasi yang memadai tersedia gratis di Internet lohhhh…
Percayalah, makanan pokok Jepang bukan nasi, silahkan tanya orang Jepang yg lama mengenal budaya Indonesia. Pakai standar “makanan pokok” sesuai Indonesia yaaaa, karena tulisan bro buat orang Indonesia. Bukan pakai ukuran banyak atau tidak banyak. Mana ada makanan pokok diukurnya dari banyak atau bukan? Hehehehehe
Oh ya, hampir lupa, walau sama2 memiliki budaya menanam padi, kenapa budaya malu Jepang terlihat lihat baik dari budaya malu Indonesia, bukan karena kondisi alam di sana lebih ekstrim, melainkan Jepang tidak pernah dijajah layaknya Indonesia. Dan bro tahu budaya yg tertanam pada bangsa yg terjajah sedemikian lama? Nyari aman…salah satunya males kritis.
Sekadar mengingatkan dan sebagai penutup: Padi, Beras dan Nasi adalah hal yang berbeda…salah memahami ini, ya salah juga kalo cuma ngutip2 🙂
Mari kita beragurmen dengan mengesampingkan asumsi, agar pembaca terbiasa kritis terhadap informasi apapun. Jangan menghindar (ngeles) jika memang kita tidak akurat, alangkah baiknya berbesar hati mengakuinya…biar lega aja ^_^ Dan gw serahkan kepada pembaca semua untuk menilainya sendiri. Happy Holiday!
Iya, iya, anda lebih pinter dari saya karena anda udah pernah ke Jepang, makanya anda lebih bener daripada orang Jepangnya sendiri. Saya ngerti kok.
Terimakasih ^_^ #tersipumalu
deuu bangga banget yang “pernah ke jepang”
deuu bangga banget yang “pernah ke jepang”. tapi kalo elu yang nulis kok bikin sebel ya
nyampah mulu eneg gw bacanya. what a tryhard
LOL.
tipikal bego udah lewat, pinter belom nyampe. bangga banget pernah ke Jepang.
itu kan bialng karakter orang jepang yang kekeluargaan, berarti saling peduli kan? terus kalo sikap orang jepang yang gak suka mencapuri urusan orang atau menjaga bener privasi masing masing individu itu ada alesannya gak?
Awesome!! Nice article ka, ka kalo boleh ngasih saran bahas awal mulanya konflik di suriah dong, kan sekarang lagi heboh tuh kejahatan genosida di Aleppo. Sampai sekrang saya bm ngerti awalnya mulanya konflik suriah. Terima kasih
Keren banget artikelnya kak Marcel! Ternyata hal sepele kyk gitu bisa nimbulin perang ya ?
Oh ya kak, sebenernya rasa malu yg dipunya Jepang itu lebih banyak berdampak positif atau negatif ya?
Ini … susah jawabnya. Kalo buat orang individualis yg independen, rasa malu yg merupakan tekanan sosial jelas sama sekali tidak nyaman. Rasa malu juga jelas menciptakan masyarakat yg lebih munafik.
Namun, di sisi lain, rasa malu juga berhasil menciptakan masyarakat Jepang yg begitu disiplin, yg begitu rapi, yg begitu tertib. Jadi, kalo ditanya dampaknya positif atau negatif, tricky banget jawabnya, jujur saya gak tahu. Terlalu banyak faktor yg mempengaruhi dan dipengaruhi oleh rasa malu ini.
Kalo begitu, rasa bersalah juga susah ya kak buat tau lebih banyak dampak positif atau negatifnya karena banyak faktor yg mempengaruhi?
Makasih ya kak udah jawab pertanyaan saya ?
Sama².
Saya mau nanya, kalau 1919 Racial Equality Proposal juga jadi pertimbangan Jepang ga?
Pasti. Rasio 5:5.3 aja dianggap meng-injak² harga diri Jepang, apalagi penolakan proposal yg mengusulkan persamaan ras semacam ini.
luar biasa
Kebetulan saat ini saya sedang mencari referensi buku tentang The great east war, kak marcel bs beri info buku apa saja yg perlu saya baca ? Dan bisakah ditemukan di Indonesia atau mungkin melalui ebook ?
Kalo yg berbahasa Indonesia, saya cuma tahu buku “Perang Pasifik” karangan PK Ojong yg bagus.
Kalo yg berbahasa Inggris banyak.
Perang Pasifik umum:
“The Two Ocean War” karangan Samuel Eliot Morison -> Buku klasik, boleh dibilang sejarah resmi dari AL Amerika Serikat.
“The Pacific Campaign” karangan Dan van der Vat -> Dan van der Vat itu salah 1 penulis paling hidup, yg paling enak dibaca.
“Eagle Against the Sun” karangan Ronald Spector -> Buku perang Pasifik yg fokus ke sisi logistik dari perang Pasifik.
“If Mahan Ran The Great Pacific War” karangan John A. Adams -> Membandingkan exekusi perang Pasifik dg ide perang laut ideal menurut admiral paling berpengaruh di dunia, Alfred Thayer Mahan.
Perang Pasifik khusus:
“Japan 1941” karangan Eri Hotta -> Membahas latar belakang Jepang sebelum dan saat memulai perang Pasifik.
“Guadalcanal” karangan Richard B. Frank -> Buku paling komplit tentang kampanye Guadalcanal (Agustus 1942-Febuari 1943) sayangnya membaca buku ini serasa membaca tabel.
“Downfall” karangan Richard B. Frank -> Buku yg membahas latar belakang dijatuhkannya bom atom Hiroshima-Nagasaki. Gak kayak “Guadalcanal”, buku ini terasa hidup.
“Racing the Enemy” karangan Tsuyoshi Hasegawa -> Buku yg membahas intrik politik Jepang yg berujung pada menyerahnya Jepang di perang Pasifik.
Masih banyak buku² menarik lainnya tentang perang Pasifik, terlalu banyak kalau saya harus sebutkan semua. Sayangnya kebanyakan bahasa Inggris. Kamu bisa coba cari di tokobuku Kinokuniya atau toko buku asing lainnya, atau bisa pesan di bookdepository.com.
Gila. Keasyikan baca eh tahu” udah sampe di paragraf
“Demikianlah sekelumit kisah kekacauan politik Jepang yang melatar-belakangi keterlibatan Jepang pada Perang Dunia 2 yang ditandai oleh penyerangan Pearl Harbor. Gua harap artikel ini bisa menambah wawasan lo tentang sejarah politik dunia, dan bisa secara pro-aktif menelusuri lebih mendalam pada banyak topik sejarah politik lainnya. Sampai jumpa di artikel berikutnya!”
Bang lagi tambah lagi, lagi seru nih serasa baca novel. Hehe, keren bgt bang marcel. Ajib dah, wawasan gue nambah lagi
Mau tanya kang. Katanya salah satu sebab Jepang jadi memusuhi Amerika dkk adalah karena penolakan mereka terhadap 1919 Racial Equality Proposal nya Jepang ya? Kalau salah koreksi saya… nuhun kang
udah kejawab sorry
Menarik dan topiknya sangat luas!!
pada akhir perang Jepang kasian banget ya.. kan tetanggaan sama Soviet tuh… Ngga diapa2in Soviet mulai dari pertempuran Mongolia sampe bom atom USA (lagipula terikat pakta Molotov-Matsuoka). Tapi pas akhir perang Soviet malah menyatakan perang dengan Jepang yg notabene udah ngga berdaya lagi karena bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Soviet malah mengambil keuntungan dengan menjarah Kep. Sakhalin sementara partisipasi Soviet dalam menghajar Jepang ngga banyak…
Mengapa militer china bisa kalah sama jepang ? Padahal “china negara raksasa dengan 400 juta rakyat” sedangkan kalau dibandingin dengan negara jepang tentu saja ngk sebesar populasi china ? Apa karena senjata perangnya atau sumberdaya manusia nya kurang modern ?
Cina kalah karena kalah tehnologi dan industri.
Di saat yg sama, Cina juga sedang dilanda perang saudara. Banyak warlord baru saja selesai dibasmi oleh pemerintah pusat, tetapi beberapa warlord terpaksa diajak kerja sama. Konflik antara partai nasionalis yg menjadi pemerintah dg partai Komunis juga mencuat, memporak-porandakan persatuan Cina.
Terakhir, SDM manusia Cina juga masih acakadut. Pendidikannya kurang, kemiskinan di mana² akibat berbagai faktor, sehingga Cina terpaksa kehilangan begitu banyak wilayah saat melawan Jepang.
Oh jadi begitu Makasih bang jadi makin tau tentang sejarah ^^
kak, bahas DI/TII dong~
Daridulu kayaknya emang militer lebih mentingin harga diri dibandingin efek yang akan terjadi kedepan
Kayaknya urusan militer sama pemerintahan emang gak bisa disatuin
“militer lebih mentingin harga diri dibandingin efek yang akan terjadi kedepan”
-> Itu militer tradisional, yg didominasi warrior, dan kode² tradisional seperti bushido. Militer tradisional juga fokusnya, selain pada harga diri, adalah pada expansi. Mereka memandang perang sbg kehormatan, sbg bagian dari “membangun bangsa dan negara”.
-> Militer modern, militer profesional jauh lebih pragmatis. Fokusnya militer modern adalah keselamatan negara.
-> Militer modern itu pesimis, skeptis thd hampir semua perang. Soalnya mereka memandang perang itu sbg masalah yang tak bisa dihindari, sbg masalah yang harus dipecahkan. Mirip dg cara dokter memandang penyakit. Karena sudah tahu perang tak bisa dihindari, bodoh banget kalo nyari² perang?
“Kayaknya urusan militer sama pemerintahan emang gak bisa disatuin”
-> Dalam militer tradisional, militer = pemerintah. Makanya di jaman dulu pangeran, raja, dan kaisar memimpin langsung pasukannya.
-> Pemisahan militer dg pemerintahan baru terjadi setelah lahirnya militer modern, militer yg profesional, yg spesialis, fokus mengurusi masalah militer, bukannya masalah² lain. Personel militer berperan sbg penasihat, memberikan masukan perihal masalah militer-pertahanan-hubungan luar negeri, untuk pejabat² pemerintahan, bukan pengambil keputusan.
Kalo mau lebih tahu soal perbedaan fundamental militer tradisional vs modern, saya amat menyarankan buku “The Soldier and The State” atau “Tentara dan Negara” karangan Samuel Huntington, terutama 5 bab pertamanya.
Kak marcel. Gw mau nanya donk. Jepang kan mengaku nyerah ama sekutu, tapi dia ngaku nyerah juga sama soviet ga ? Trus abis perang dunia 2 jepang terlibat dengan perang-perang lain ga kak ? Juga jepang ini dia terpengaruh ga pas perang dingin ? Dan mungkin ga kalo misalnya jepang jadi superpower di dunia? Dan kalo jepang dan axis power waktu ntu berhasil ngalahin soviet kira-kira percaturan politik dunia dan peta kekuatan pas waktu itu berubah ga ya ? Juga kenapa sih kak paham nasionalis dan komunis katanya ga bisa bersatu. Makasih kak. Sorry kalo panjang dan oot.
Ane mungkin bukan Kak Marcel. Namun, ane akan coba jawab pertanyaan Anda.
1. Setahu ane setelah Jepang di Bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat kepada sekutu dan ditanda tangani di atas kapal USS Missouri di Teluk Tokyo pada 2 September 1945. Uni Soviet sendiri sudah menguasai Manchuria sejak 14 Agustus 1945. Sekitar kurang dari seminggu setelah Bom atom di Nagaski dijatuhkan.
2. Pasca PD 2 Kekuatan militer Jepang itu “DITEKAN” oleh para pemenang di PD 2. Artinya Kekuatan militer Jepang dilemahkan. Namun, hal ini juga terjadi karena adanya perjanian antara Jepang dengan negara Blok Sekutu. Ane masih inget, dulu guru IPS ane waktu SMP pernah bilang bahwa pasca PD 2 ada masa dimana Jepang hanya dibolehkan memiliki lembaga keamanan setingkat security saja. Pada saat itu lembaga setingkat polisi bahkan militer sangat ditekan keberadaanya. Sebabnya adalah Sekutu agak takut bila suatu saat nanti Jepang mendeklarasikan perang lagi.
3. Mungkin untuk Cold War, Jepang sedikit kena imbasnya, karena setahu ane Pasca PD 2 hubungan Jepang dengan Amerika agak dekat (mungkin nyari dana buat ngutang).
4. Ini ane gak bisa jawab. Intinya mereka pernah “mencobanya” satu kali dan mereka gagal.
5. Pasti berubah. Dan ane gak bisa bayangin kalo itu benar-benar terjadi. Mungkin kalo seandainya Jepang masih menjajah kita ane sekarang ini lagi mengikuti pendidikan wajib militer kali sekarang. Dan lagi gak ngetik buat komen ini.
6. Paham nasionalis beda dengan komunis. Anda pernah mendengar politik Nasakom (Nasionalis Agama dan Komunis)? Yang pernah dijalankan oleh Presiden Soekarno dan akhirnya mengalami kegagalan. Menurut saya Paham Komunis itu kejam. Dilihat dari sejarahnya beberapa negara yang menganut paham komunis, pasti pernah mengalami tragedi berdarah.
a. Uni Soviet: Tragedi Holodomor
b. China : Tragedi Tiananmen
c.Kamboja : Ladang Pembantaian Choeung Ek
d. Indonesia : Pembersihan Penganut Komunis di rezim Orde Baru
Kalo paham nasionalis itu singkatnya adalah paham yang dianut oleh para founding father Indonesia seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta dll. Namun, versi ekstrim dari paham nasionalis adalah paham Fasisme (rasa cinta kepada negara yang berlebihan) seperti yang dianut Hitler. Kalo menurut ane singkatnya gini aja, paham komunis itu tidak mengenal yang namanya perbedaan. Coba aja liat contohnya di artikel Kak Marcel yang ngebahas Stalin. Salah satu tokoh komunis di dunia. Terus kalo kata emak ane, dulu di kampung ane jaman paham komunis masih berjaya dan masih ada, itu yang namanya mulut harus dijaga baik-baik. Kalo secara terang-terangan ada yang bilang “Saya gak setuju dengan paham komunis” bisa dibunuh itu orang. Bahkan saking mencekamnya gak ada itu yang berani keluar malam-malam. Bukan takut dibegal Tapi takut dibacok sama orang yang berhaluan komunis. Berbeda dengan paham nasionalis. Paham nasionalis itu mengakui dan menghargai perbedaan. Makanya bingkai dari paham nasionalisme itu adalah persatuan diantara perbedaan. Udah gitu aja dari ane. Mohon maaf bila ada kesalahan. Kalau ada kesalahan ya mohon dikoreksi juga. Terima Kasih.
“Jepang kan mengaku nyerah ama sekutu, tapi dia ngaku nyerah juga sama soviet ga ?”
-> Ngaku nyerah kok. Tanggal 2 September 1945, di teluk Tokyo, di atas geladak battleship USS Missouri, saat Jepang resmi menyerah kepada sekutu, ada letjen Kuzma Dyeryevyanko mewakili pemerintah Uni Soviet menghadiri dan menandatangani pernyataan menyerahnya Jepang.
“Trus abis perang dunia 2 jepang terlibat dengan perang-perang lain ga kak ?”
-> Gak ada. Angkatan bersenjata Jepang disunat habis²an, jumlahnya dibatasi, begitu pula penggunaannya. Selama paruh kedua abad 20, Jepang praktis bergantung pada militer Amerika Serikat untuk perlindungan.
“Dan mungkin ga kalo misalnya jepang jadi superpower di dunia?”
-> Saat ini GAK MUNGKIN. Alasannya, karena Jepang saat ini sedang terbelit krisis ekonomi dan demografis yg luar biasa. Bayangin aja, rasio hutang vs GDP Jepang itu tertinggi di dunia, bahkan lebih tinggi daripada Zimbabwe, Venezuela, Yunani, dan negara² lain yg sedang krisis ekonomi.
-> Di saat yg sama, pertumbuhan penduduk Jepang sudah minus. Boro² berperang, meregenerasi tenaga kerja yg ada saat ini saja Jepang sudah kelimpungan.
“Dan kalo jepang dan axis power waktu ntu berhasil ngalahin soviet kira-kira percaturan politik dunia dan peta kekuatan pas waktu itu berubah ga ya ?”
-> Berubah banget. Soalnya, 80% tentara Nazi itu tewas dibunuh tentara Soviet. Pasukan Sovietlah yg merebut Berlin. Kalahnya Uni Soviet berarti perang dunia akan terulur lama, mungkin kita akan melihat bom atom dijatuhkan di atas kota² Jerman juga.
“Juga kenapa sih kak paham nasionalis dan komunis katanya ga bisa bersatu. ”
-> Buat orang² komunis, negara itu adalah alatnya kelas kapitalis untuk menindas kelas proletar. Nasionalisme juga sama, menurut Komunisme diciptakan untuk meninabobokan kelas pekerja, supaya mereka nurut² aja ketika diperas oleh orang² kaya.
Ohh jadi kalo misalnya soviet jatuh perang makin sadis ya. Oh ya kak kira2 kalo kita liat ama keadaan saat ini siapa ya yang bisa jadi superpower di masa depan ? Dan juga kira2 peran dunia ke 3 bisa pecah ga kak ?
Saya jawab yg PD3 dulu.
Menurut Samuel Huntington dalam buku “Clash of Civilization”nya, PD3 bisa terjadi karena konflik Cina vs Taiwan. Nah, PD3 akan menghancurkan kekuatan² utama. Yang jadi superpower yah negara² yg tak ikut PD3 itu. Tebakan beliau sih India, Indonesia, Australia, dan Brazil. Tapi sekali lagi, beliau juga bilang ini murni tebakan, spekulasi. Kalau ternyata negara² tsb ikut²an PD3 dan ikut kena dibom nuklir yah gak akan jadi superpower juga.
Kalo PD3 gak pecah, kita lihat saja negara mana yg paling toleran, tapi gak terlalu toleran sampe “cultural suicide”. Coba saya bahas beberapa negara yg di-gadang² akan jadi superpower atau bahkan hyperpower di masa depan.
Lupain Cina. Cina itu negara yg sgt gak toleran, yg lingkungannya udah rusak, yg terlalu sibuk nyombong dan cari musuh, yg rakyatnya dikekang habis²an. Nih salah 1 pengekangan rakyat yg gak ada tandingannya dalam sejarah:
https://www.youtube.com/watch?v=lHcTKWiZ8sI
Cina paling² jadi superpower lokal. Cina gak akan jadi hyperpower, negara yg menggantikan posisi Amerika Serikat.
India juga bermasalah besar. Sampe sekarang kemiskinan, ketimpangan ekonomi, keributan SARA dll masih jadi tantangan yg memastikan India masih jauh sekali dari status hyperpower. Mungkin jadi superpower lokal juga karena ukuran negaranya yg luar biasa besar, tapi cuma lokal. Bukan hyperpower.
Uni Eropa keliatannya bisa jadi calon kuat. Gak kayak Cina dan India, kesejahteraan Uni Eropa jauh lebih bagus, ipteknya juga udah maju banget. Masalahnya, Uni Eropa itu masih mencoba memaksakan mata uang Euro pada semua negara anggotanya, padahal ini menyalahi prinsip “Optimum Currency Area” karena mereka mencoba menyamakan mata uang Yunani dg Jerman, 2 negara yg beda banget keadaannya. Dan sekarang juga sedang terjadi pengungsian besar²an ke Uni Eropa dari Timur Tengah. Akibat pengungsian ini bener² negatif. Antara Uni Eropa jadi negara rasis anti orang Timur Tengah, atau dia bunuh diri budaya, menghilangnya budaya Eropa, berubah jadi budaya gurun pasir yg hobi perang antar suku. Bukannya gak mungkin arus pengungsi ini bisa diselesaikan dg baik, hanya saja sulit banget.
Amerika Serikat sang jawara saat ini sedang dilanda kesulitan yg mirip dg masalah pengungsi Uni Eropa. Saat ini Trump membuka kotak pandora: bahwa politik rasisme itu LAKU di Amerika Serikat. Apakah Amerika Serikat akan kehilangan toleransinya sehingga kehilangan sifat dinamisnya yg membuatnya jadi kaya dan berhasil? Kita tunggu saja.
Rusia di bawah Vladimir Putin sudah berhasil jauh lebih maju daripada Rusia di bawah Boris Yeltsin, tapi korupsi di Rusia masih parah. Bahkan lebih parah daripada Indonesia. Ekonomi Rusia juga masih amat bergantung pada export migas. Jadi, saya juga tak melihat Rusia akan jadi hyperpower dalam waktu dekat.
Jadi, saya gak melihat akan ada kekuatan tunggal, hyperpower, memimpin dunia dalam waktu dekat. Saya melihatnya akan ada dunia multipolar, superpower² lokal saling bersaing, menciptakan dunia yg sayangnya lebih tak stabil daripada dunia di akhir abad 20.
Ohh begitu ya kak. Makasih banget kaka pencerahannya. Aduh lu bener-bener ngebantu ngejawab semua rasa penasaran gw ama keadaan dunia yang mungkin terjadi di masa depan. Thanks banget kak.
Kak tapi gw masih penasaran nih kak. Kalo teorinya tentang yang indonesia itu gimana kak ? Kan kalo negara-negara yang udah kakak sebutin tadi dah dijelasin tapi katanya kan kemungkinan indonesia bisa jadi superpower lokal tuh nah itu kira-kira gimana ya kak ?
Indonesia bisa jadi superpower kalo Indonesia bisa mengurangi korupsi, dan mengurangi banyaknya ikut campur pemerintah sama kehidupan pribadi rakyatnya.
Uang Indonesia itu abis dicuri oleh para koruptor, sementara pemerintahnya sendiri sibuk kepo, maunya mengontrol kehidupan “akhlak” rakyatnya, persis kayak pemerintah² di Eropa di jaman abad kegelapan.
gwe pikir pearl harbor diserang pakai AU, kok hanya AL yg nyerang -_-
Inikan ANEH? &*@!&*&(@*&#?!@*!
Jaman itu, AU itu cuma ada di beberapa negara. Jerman misalnya.
Di Jepang dan Amerika Serikat, semua pesawat dikendalikan oleh AD dan AL. Jadi, pesawat² Jepang yg menyerang Pearl Harbor itu 100% pesawat AL Jepang. Untuk Amerika Serikat, AU Amerika Serikat saat ini berasal dari AD. Pesawat² yg ada di kapal induk mereka masih dikendalikan oleh AL, bukan AU.
Tulisan yang bagus..analisa-nya juga simpel gampang dipahami…gw kebetulan juga peminat “history”..salam kenal…
Nice share, jepang memang hebat, walau kalah sama amrik ?
keren mas marcel ,..i love history of the world,mau sedikit bertanya mas,.dulu jepang begitu perkasa dengan militernya dibanding dengan negara asia yg lain,.apakah mantan-mantan veteran terdahulu mencoba /berusaha untuk menanamkan nilai-nilai jiwa kepatriotan pada masa sekarang,? dan apakah jepang sekarang ingin ato ada usaha ingin seperti dahulu ? ditakuti oleh negara2 di dunia?
“apakah mantan-mantan veteran terdahulu mencoba /berusaha untuk menanamkan nilai-nilai jiwa kepatriotan pada masa sekarang,?”
-> Gak usah soal berapa banyak para veteran yg berusaha menanamkan patriotisme pada masa sekarang, soal yg lebih fundamental deh, soal patriotisme menurut Jepang saja saya masih bingung. Apakah patriot Jepang adalah orang Jepang yg pura² gak tahu bahwa tentara Jepang secara sistematis melakukan perbudakan sex (jugun ianfu)? Apakah patriot Jepang adalah orang Jepang yg menyangkal kerja paksa romusha selama PD2? Apakah patriot Jepang adalah orang Jepang yg malah bangga negaranya sudah membunuh dan menyiksa begitu banyak penduduk sipil selama PD2?
-> Sayangnya, menurut pengamatan saya yang sempit, singkat, dan terbatas ini, patriotisme Jepang itu masih berhubungan erat dg “denial” thd kekejaman Jepang di masa lalu. Buktinya, lihat saja anime dan manga jepang. Berapa banyak yg menjelaskan kebengisan sistematis negara Jepang selama PD2? Setahu saya sih gak ada. Yang banyak itu malah anime dan manga yg menunjukkan Jepang adalah “korban bom atom Hiroshima-Nagasaki”. Sbg bangsa, mereka belum bisa mengakui rakyatnya, pemerintahnya, negaranya sudah melakukan banyak kekejian sistematis selama PD2. Apakah ini karena pengaruh veteran²nya? Apakah ini BERLAWANAN dengan kesimpulan yg ditarik para veteran? Saya kurang tahu soal ini.
-> Maaf nih kalau jawaban saya ini kurang menjawab, sebab jujur saja, saya memang kurang tahu soal ini.
“dan apakah jepang sekarang ingin ato ada usaha ingin seperti dahulu ? ditakuti oleh negara2 di dunia?”
-> Saat ini, PM Shinzo Abe sedang berusaha membangun ulang militernya. Beliau punya niat membangun ulang kekuatan Jepang.
-> Sayangnya, niat dan kenyataan lapangan masih jauh. Saat ini rasio hutang vs PDB negeri Jepang adalah yang TERTINGGI DI DUNIA, lebih dari 200%, melebihi Zimbabwe atau Venezuela atau Yunani. Selain itu, setiap pasangan Jepang rata² cuma punya 1,4 anak, sehingga penduduk Jepang sedang menyusut tajam, dan ini memperparah semua masalah lain yg ada di Jepang. Masak sih ada yg takut sama negara yg terkubur hutang dan kekurangan anak? Intinya, niat Jepang untuk kuat seperti dahulu lagi itu jauuuh banget dari kenyataan lapangan.
penjelasan yg lumayan detail mas marcel ,.thanks bgt buat informasinya, .saya hanya bisa bertanya2 kagum heran terhadap negara jepang,.yg dulu begitu perkasa dan berjiwa patriot dan berani mati karna doktrin terhadap semua serdadunya yg sangat kuat,.kini jepang bagaikan kerbau yg di rantai oleh negara adi daya yg dulu pernag di bom bardir ,..dan kini masyarakatnya focus pada hal-hal yg menyangkut teknologi dan kayanya adem ayem saja kini masyarakatnya,..dan miris juga ya liat negara sekaya jepang hutangnya besar juga,..
kak boleh tau ga sumber dari penulisan artikel ini dari mana aja? thank you sebelumnyaa
Ada di bagian akhirnya kok.
Dan van der Vat: The Pacific Campaign: The US-Japanese Naval War 1941 – 1945
Eri Hotta: Japan 1941: Countdown to Infamy
John A. Adams: If Mahan Ran the Great Pacific War: An Analysis of World War II Naval Strategy
Richard B. Frank: Downfall: The End of the Japanese Empire
Samuel P. Huntington: The Soldier and The State: The Theory and Practice of Civil-Military Relations.
Halo Kak Marcel! Menarik sekali tulisan kakak ini. Kebetulan aku lagi cari tahu sejarah Jepang, nih. Kalau aku nanya pasca PDII, boleh kan? Katanya pasca PDII, konstitusi Jepang melarang mereka buat berperang meski itu dalam rangka self-defense. Itu beneran, Kak? Kok bisa begitu, kronologi gimana? Soalnya kasihan banget kalau Jepang nggak boleh self-defense kalau suatu saat nanti negara mereka diserang.
Bang ada sumber di internet ngga? gue ada tugas nih, tentang pengruh realisme di jepang pada pd 2
Akan lebih baik bila disertakan dengan referensi, agar para pembaca juga bisa mengeksplor topik ini lebih luas.
Maaf bang saya mau nanya yg perpecahan 4 faksi di militer Jepang itu sumbernya yg lengkap dimana ya bang? Soalnya saya mau nyari buat bahan skripsi saya
Halo Sir, gua mau nanya kenapa sih Jepang bisa bersekutu dengan Jerman dan Italia? soalnya diatas nggk dijelasin alasannya, yang ada cuman penjelasan mengenai Jerman menyerang dan memulai PD2 ke negara2 sekutu di Eropa. Nah bisa dijelasin apa alasannya ketiga negara ini [Jepang, Jerman, Italia] bisa bersekutu sehingga terbentuklah Pakta Tripartit kemudian… thank you
Jepang bersekutu dengan Jerman dan Italia, karena 3 negara inilah yang paling tidak puas dengan hasil perang dunia satu. Mereka merasa Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat mengambil terlalu banyak untung. Mereka merasa, Inggris-Perancis-AS adalah kekuatan lama yang mendominasi dunia, yang sekarang dengan sengaja merintangi usaha mereka untuk berkembang.
dari sumber yang ada sumber mana yang paling banyak ngebahas perpecahan militer jepang bang?
saya mau nyari infonya buat referensi
Japan 1941 karangan Eri hotta
Downfall karangan Richard B Frank
abang gaul nih wkwk
Meski agak ragu. Tapi ini menarik dikaji. Betul kemungkinan perang diawali hal tak masuk akal bisa terjadi jika bensinnya memang sudah meluap. Api kecil hanyalah triger. Seperti kebakaran hutan akibat puntung rokok yg tidak sengaja dibuang orang
Terima kasih bang atas artikel yg sangat bermanfaat ini.. 🙏
bagus banget artikel sejarahnya. say lagi kepkiran kenapan jepang nyerang amerika. ini toh jawabannya