“Duh, gue abis diputusin sama pacar gue. Dengerin musik aja ah, biar bisa nenangin pikiran”. Jiah ….
Ada nggak sih, yang pernah mikir kayak gitu pas lagi galau? Soalnya, gue sendiri kadang suka begitu. Kalau lagi ada masalah, rasanya mojok di kamar sambil dengerin musik udah jadi pelarian terbaik buat gue.
Atau, elo pernah sengaja pakai headset di tempat umum, terus dengerin lagu supaya nggak diganggu orang lain? Duh, gue juga pernah begini, sih. Ternyata secara nggak langsung, hidup kita ini ditemani banget sama musik, ya.
Makanya, pas banget, nih. Gue mau ngucapin Selamat Hari Musik Nasional! Sebenarnya, perayaannya ini di tanggal 9 Maret kemarin, bertepatan sama ulang tahunnya Wage Rudolf (W.R.) Soepratman, pencipta lagu Indonesia Raya.
Nah, kebetulan juga! Buat ngerayainnya, Tulus, salah satu penyanyi dari Indonesia, baru aja ngerilis album berjudul Manusia (2022). Nah, lagu “Hati-Hati di Jalan” dalam albumnya, mengambil hati banyak orang, nih.
Pas dengar lagunya, gue langsung terbawa suasana galau karena liriknya yang cukup dalam. Terus, gue ngebayangin kalau dengerin lagu ini secara langsung di konsernya Tulus. Duh, seru banget, sih. Dengan suara musik yang lebih keras, rasanya kayak galau berjamaah bareng penonton lainnya.
Namun ternyata, gue baru baca berita kalau World Health Organization (WHO) ngeluarin imbauan terbaru soal volume di konser musik. Katanya, volume musik yang disaranin ini maksimal 100 desibel. Itu sekeras apa, ya?
Terus, emangnya kenapa kalau lebih? Ternyata, ada hubungannya sama kesehatan telinga seseorang.
Yuk, kita bahas bareng-bareng di sini.
Baca juga: Tren Lagu Remake dan Pentingnya Musik di Era Pandemi
Pengaruh Musik ke Otak
Sebelum kita bahas lebih jauh, gue mau ngajak elo buat explore manfaat musik ke otak dulu, nih. Yap! Ternyata, pengaruh musik itu sampai ke otak kita.
Menurut informasi yang gue temuin dari John Hopkins Medicine, salah satu platform di bidang kesehatan dari Amerika Serikat, otak bakal langsung mengalami perubahan saat mendengarkan musik.
Ini nggak terjadi di musik yang bikin senang atau tempo upbeat aja, ya. Kalau elo dengerin lagu yang galau, otak juga tetap ngelepasin hormon dopamin. Efeknya, elo bisa lebih rileks pas dengerin lagu galau. Apalagi, musik klasik dibilang bisa bikin seseorang jadi lebih pintar. Elo percaya, nggak? Nah, langsung aja cari tahu di Musik Klasik Bikin Kita Lebih Pintar, Benar Gak Sih?
Itu baru dari sisi otak aja. Pas gue cari tahu lebih dalam, ternyata pengaruh musik juga sampai ke sisi kreativitas seseorang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di University of Berkeley, Amerika Serikat, musik bisa meningkatkan sisi kognitif atau aktivitas mental seseorang. Nah, para peneliti mencoba membandingkan kinerja peserta yang dibagi ke dua kelompok, nih.
Kelompok pertama, mencari ide dengan suasana yang hening. Sedangkan kelompok kedua, mencari ide sambil mendengarkan musik. Hasilnya, ternyata ide-ide dari kelompok kedua lebih kreatif dan inovatif.
Dari sini, para peneliti menyimpulkan pengaruh musik bisa memberikan dampak yang signifikan saat proses pembentukan kreatifitas. Hal ini juga sejalan sama emosi yang dikeluarin tubuh.
Gue sempat ngejelasin di atas kalau musik bisa melepaskan hormon dopamin, kan? Nah! Pas hormon dopaminnya lepas, suasana hati jadi semakin senang. Pas suasana hati senang, pemikiran kreatif seseorang juga jadi lebih terasah.
Hayo … kalau elo, lebih suka belajar sambil dengerin musik atau pas suasana hening, nih?
Baca juga: Genre Musik Emo, Apa Pengaruhnya dari Masa ke Masa?
Pengaruh Suara Musik yang Terlalu Kencang ke Pendengaran
Nah, sekarang elo udah tahu sejauh apa pengaruh musik ke otak, sampai ke sisi kreativitas seseorang. Tapi, ternyata mendengarkan musik yang terlalu kencang juga ada bahayanya ke kesehatan telinga.
Saking bahayanya, WHO sampai ngasih imbauan volume maksimal 100 desibel buat konser musik. Emangnya, 100 desibel itu sekeras apa, sih?
Sebelum gue jelasin itu sekeras apa, kita bahas desibel dulu, yuk! Menurut Britannica, ensiklopedia umum tertua di dunia, desibel adalah satuan yang digunakan untuk mengukur jumlah daya listrik atau nyaringnya suara.
Desibel | Bunyi |
30 | Bisikan suara |
40 | Kulkas |
60 | Percakapan biasa |
70 | Hair dryer atau pengering rambut |
75 | Dishwasher atau alat pencuci piring |
85 | Lalu lintas kota yang padat |
95 | Peron kereta bawah tanah |
105 | Musik dengan volume maksimum di ponsel |
110 | Orkestra, konser rock |
120 | Sirene ambulans |
140 | Pesawat jet yang lepas landas |
140-165 | Petasan |
Nah, itu ada tabel yang bisa ngejelasin sebesar apa suara yang dikeluarkan di desibel tertentu. Kalau menurut informasi yang gue dapetin dari CDC, salah satu lembaga perlindungan kesehatan nasional di Amerika Serikat, 100 desibel itu bisa memunculkan resiko adanya kerusakan pendengaran. Dengan catatan, kalau elo mendengarkan dalam jangka waktu yang cukup sering.
Kok,bisa? Jadi, gini. Gue jelasin dulu proses masuknya musik sampai ke telinga dan otak, ya.
Jadi, prosesnya gini:
- Gelombang suara dari musik yang elo dengar mencapai ke telinga bagian luar dan dialirkan ke tengah.
- Di telinga bagian tengah, gelombang suara itu menyebabkan gendang telinga bergetar dan meneruskannya ke bagian dalam telinga.
- Di telinga bagian dalam, gelombang suara masuk ke koklea atau bagian sel-sel rambut yang mengirimkan pesan syaraf ke otak.
- Terus, koklea akhirnya ngebawa sinyal elektronik ke bagian otak.
Nah! Pas dengerin musik dengan suara keras, prosesnya juga sama kayak yang di atas. Bedanya, musik yang keras bakal bikin gendang telinga bergetar lebih hebat. Terus, getaran itu bakal mencapai koklea dan menghancurkan sel-sel rambut di sekitar koklea yang berfungsi meneruskan sel suara.
Kalau sel rambut di sekitar koklea hancur, jadinya bakal ada gangguan pendengaran. Soalnya, si koklea nggak bisa meneruskan sel suara sampai ke otak.
Nah, ini juga yang bakal terjadi kalau elo dengerin lagu sambil pakai headset atau earphone dalam jangka waktu panjang. Apalagi dengan volume yang tinggi. Bahaya pemakaian earphone ini disebabkan sama sel-sel rambut koklea yang hancur. Sama kayak yang gue jelasin di atas.
Imbauan yang WHO kasih ini bertujuan untuk meminimalisasi orang yang mengalami gangguan pendengaran, lho. Soalnya, berdasarkan data dari WHO sendiri, 466 juta orang (6,1% dari total populasi di dunia) mengalami gangguan pendengaran di tahun 2020.
Jadi, nggak menutup kemungkinan juga kalau kesehatan telinga kita bakal ikut terganggu seiring berjalannya waktu. Solusinya, elo bisa banget mengurangi volume musik saat mendengarkan lagu.
Nah, itu dia pengaruhnya musik ke otak kita, sisi kreativitas, sampai kesehatan telinga dalam jangka waktu panjang. Yuk, kita sama-sama jaga kesehatan telinga kita yang berharga ini.
Coba, kalau dari elo sendiri, suka dengerin musik pakai headset, nggak? Kalau iya, genre musik apa yang elo suka? Share di bawah, dong!
Baca juga: Musik Bisa Meningkatkan Produksi Susu Sapi loh!
Editor: Tentry Yudvi Dian Utami
Reference:
Keep Your Brain Young with Music – John Hopkins Medicine
How Does Music Affect Your Brain? – The University of Arizona (2021)
This is your brain on music – CNN (2018)
Terapi Musik Untuk Kesehatan – Hello Sehat (2021)
How Music Help Us Be More Creative – University of California, Berkeley (2017)
Decibel Levels – Health Foundation Organization
What Noises Causes Hearing Loss? – CDC (2019)
Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran Sedunia – Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (2020)
Gk trllu suka sih klo pake headset. Gk dibolehin jg sma ortu 😅
Wah, keren Amalia! Lumayan banget lho, bisa ngejaga kesehatan telinga kamu jugaaa
Klo gue sendiri emg ga nyaman dengerin pake headset dgn vol yg gede.