Otak Manusia Saat Percaya Takhayul & Cara Menghindarinya

Bagaimana cara kerja otak manusia saat percaya takhayul? Lalu, bagaimana kiat untuk menghindari hal tersebut? Yuk, cari tahu di sini!
Takhayul memang bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan elo sendiri. Bahkan, merasa memiliki barang yang membawa keberuntungan itu pun termasuk percaya pada takhayul, lho. Tapi saat ini, masih banyak orang yang percaya dengan takhayul. Dari mulai soal benda rumah tangga, hewan, hingga tanaman pembawa keberuntungan.

Walaupun banyak orang percaya sama yang namanya takhayul, tapi nggak sedikit juga yang tidak percaya karena memang takhayul itu bukanlah sesuatu yang masuk akal. Namun, kenapa sih, sebagian orang bisa percaya takhayul?
Setelah gue baca-baca, ternyata alasannya berhubungan dengan karakter orang yang kreatif nih, Sobat Zenius. Kok bisa ya?

Nah, gue akan bagikan informasinya ke elo di artikel ini karena gue akan membahas tentang apa itu takhayul dan contohnya, bagaimana otak mempercayai takhayul yang berkaitan dengan kreativitas, dan manfaatnya untuk anxiety atau rasa cemas yang berlebihan.
Yuk, simak artikelnya supaya nggak ketinggalan informasi!
Apa yang Dimaksud dengan Takhayul?
Sebelum kita bahas nih, tentang bagaimana otak menerima, memproses, hingga percaya takhayul, kita bahas sekilas dulu yuk, apa pengertian dari takhayul itu.

Menurut seorang psikolog behaviorisme dari Amerika, Burrhus Frederic Skinner, takhayul merupakan sebuah gagasan yang salah tentang realitas dunia. Kenapa ya, kok salah?
Hal itu didasari dari temuannya tentang tingkah laku berdasarkan takhayul pada tahun 1947 yang dilakukan dengan menggunakan subjek burung merpati, Sobat Zenius. Memang apa sih temuannya?
Jadi, Skinner menemukan kalau burung merpati membentuk pola tingkah laku tertentu seolah-seolah ada hubungannya dengan waktu pemberian makanan mereka. Ada merpati yang suka berputar-putar di kandang, ada juga yang suka menganggukkan kepala mereka dengan anggapan mereka akan segera diberi makan setelah melakukan hal itu.

Padahal, kenyataanya waktu pemberian makan mereka itu sudah diatur otomatis dengan mesin.
Itulah kenapa, menurut Skinner takhayul itu sebenarnya kepercayaan yang salah. Hingga saat ini pun takhayul banyak diartikan sebagai suatu hal atau kepercayaan yang tidak masuk akal dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Nah, kalau elo ingin tahu pengertian, contoh, sejarah kemunculan takhayul lainnya, dan alasan psikologis kenapa orang mempercayainya elo bisa cek artikel yang sudah pernah gue tulis sebelumnya dengan judul Mengenal Apa itu Takhayul & Alasan Orang-Orang Mempercayainya ini ya, Sobat Zenius.
Baca Juga
Pola Pikir Orang Cerdas Berkaitan dengan Kecerdasan Emosionalnya
Jenis Jenis Emosi, Kenali Dirimu Lebih Dekat!
Bagaimana Otak Percaya Takhayul
Kalau takhayul itu suatu hal yang tidak terbukti kebenarannya, apa sih sebenarnya yang terjadi di dalam otak manusia sehingga seseorang bisa mempercayainya?
Ternyata, menurut studi proses seseorang mempercayai takhayul kemungkinan besar berhubungan dengan apa yang terjadi di otak bagian inferior frontal gyrus kanan, Sobat Zenius. Elo bisa lihat gambar di bawah ini untuk mengetahui letak bagian itu pada otak.

Apa sih, inferior frontal gyrus kanan itu? Inferior frontal gyrus (IFG) merupakan bagian otak yang dikaitkan dengan fungsi-fungsi kognitif otak. Dalam jurnal yang berjudul Functional Segregation of the Right Inferior Frontal Gyrus: Evidence From Coactivation-Based Parcellation (Gesa Hartwigsen, dkk., 2019) menyampaikan bahwa bagian ini memiliki fungsi pengaturan perhatian, penghambatan motorik, penangkapan gambar, hingga pemrosesan dan penyampaian informasi secara verbal.
Media internasional, Fast Company (2014) juga menyampaikan bahwa IFG kanan memiliki fungsi yang namanya penghambat kognitif atau cognitive inhibition. Penghambat kognitif ini berguna untuk membuang informasi-informasi yang tidak relevan atau tidak dibutuhkan oleh otak. Fungsi ini nih yang menentukan seseorang percaya atau tidak dengan takhayul, Sobat Zenius.

Contohnya seperti ini. Seseorang yang percaya takhayul ketika melihat atau mendengar angka 13 di otaknya akan langsung membuat koneksi nih, antara angka itu dan kesialan. Sedangkan orang yang nggak percaya, nggak akan membuat koneksi hubungan yang bersifat takhayul itu.
Kenapa? Karena, otak bagian IFG sudah membuang informasi-informasi yang memungkinkan seseorang untuk membuat koneksi takhayul itu, Sobat Zenius.
Marjaana Lindeman, seorang ilmuwan otak, bersama dengan rekannya sudah pernah mengadakan penelitian terhadap aktivitas IFG kanan dan hubungannya dengan takhayul. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2013 dengan melibatkan 23 sukarelawan sebagai subjek penelitiannya yang terbagi menjadi 12 orang yang percaya takhayul dan 11 yang tidak percaya takhayul.
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa orang yang mempercayai takhayul justru memiliki tingkat aktivitas IFG kanan yang lebih rendah dibandingkan yang tidak percaya, Sobat Zenius. Hal itu bisa dilihat dari hasil pemindaian otak menggunakan alat khusus.

Bagian IFG yang sangat aktif bekerja menyala merah dan yang tidak terlalu aktif menyala kuning.
Nah, hal ini berkaitan dengan fungsi penghambat kognitif yang gue sebutkan tadi, Sobat Zenius. Namun uniknya, justru semakin aktif kerja IFG tandanya otak bekerja keras untuk menolak informasi-informasi tidak penting baik yang didapat dalam bentuk gambar maupun kata-kata yang mengarah ke pembentukan takhayul.
Jadi orang-orang yang percaya takhayul tingkat keaktifan bagian IFG pada otak ini cenderung lebih lemah. Namun, menurut laporan Fast Company (2014), justru tingkat keaktifan IFG yang lemahlah yang dibutuhkan dalam proses kreatif seseorang terutama saat mengumpulkan ide-ide baru.

Jadi, mungkin aja nih proses seseorang mempercayai takhayul itu mirip-mirip sama proses kreatif saat menerima informasi.
Lalu, bagaimana cara mengatur tingkat keaktifan bagian IFG itu? Sayangnya, tingkat keaktifan IFG merupakan settingan bawaan seseorang dari lahir, Sobat Zenius. Jadi memang ada orang yang memiliki kecenderungan untuk tidak mempercayai takhayul dan ada juga yang mempercayainya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Stephen Greaf, seorang psikolog olahraga di The Ohio State University Wexner Medical Center. Pada laman universitas tersebut, dari segi psikologis Stephen menyampaikan bahwa koneksi takhayul juga terbentuk secara otomatis di dalam otak karena adanya pembentukan DNA budaya dan upaya menangani anxiety. Tinggal cara menanggapinya saja yang berbeda-beda.
Cara Menghindari Kepercayaan Terhadap Takhayul
Terkadang secara nggak sadar kita percaya pada yang namanya takhayul. Sebenarnya tidak apa-apa asalkan tidak berlebihan. Seperti yang elo tahu sesuatu yang dilakukan secara berlebihan justru bisa membawa dampak yang negatif.
Nah, supaya elo bisa menghindari percaya pada takhayul secara berlebihan elo bisa melakukan beberapa hal, Sobat Zenius.
Melansir laporan dari Health Guidance, hal pertama yang bisa elo lakukan adalah menghentikan pikiran-pikiran yang tidak rasional seketika elo menyadari hal itu. Kadang orang suka menduga satu hal yang random sebagai sesuatu yang membawa keuntungan padahal mungkin baru sekali terjadi.

Misalnya, elo dapat nilai 100 dan di hari itu bertepatan di mana elo menggunakan jam baru pemberian orang tua elo. Lalu elo mengasosiasikan keberhasilan elo dengan jam baru itu. Padahal jam itu kan, baru ada sehari saja. Elo lupa usaha-usaha belajar elo sampai dapat 100. Nah, ini nih pemikiran yang nggak rasional dan tandanya elo sudah berlebihan dalam mempercayai takhayul.
Jadi, begitu elo memikirkan hal-hal yang berbau tidak masuk akal, elo bisa mengalihkan pikiran elo terhadap hal lain yang lebih masuk akal, seperti usaha-usaha yang sudah elo lakukan untuk memperoleh kesuksesan itu.

Cara lainnya adalah dengan menuliskan daftar takhayul yang elo percaya dan langsung mencari asal dari kepercayaan itu. Elo bisa coba cari-cari informasinya melalui internet misalnya. Dengan begitu elo jadi lebih tahu tentang penjelasan yang rasional di balik takhayul itu dan tidak hanya sekadar mempercayai saja.
Hal lain yang elo bisa lakukan adalah realistis dengan ekspektasi keberhasilan dan menyadari bahwa sekalipun elo sudah melakukan yang terbaik masih ada kemungkinan suatu hal tidak berjalan seperti yang elo inginkan.
Kenapa kita perlu memiliki kesadaran itu? Karena, seperti yang dijelaskan oleh Stephen Greaf, tekanan karena ingin mengulang kesuksesan pada atletlah yang membuat seseorang cenderung menggunakan takhayul untuk seakan-akan memiliki kontrol terhadap apa yang akan terjadi.
Baca Juga
Media Sosial, Bikin Happy atau Malah Anxiety?
Penutup
Setelah membaca artikel ini, pasti elo mendapatkan informasi baru terkait bagaimana seseorang bisa mempercayai takhayul, bukan?
Semoga apa yang gue bagikan kali ini bisa menambah wawasan elo ya.
Sekian dari gue, see you in the next article!
Referensi
[bg_collapse view=”button-orange” color=”#4a4949″ expand_text=”Show More” collapse_text=”Show Less” ]
Article Navigation Functional Segregation of the Right Inferior Frontal Gyrus: Evidence From Coactivation-Based Parcellation – Gesa Hartwigsen, dkk. (2019)
How do superstitions affect our psychology and well-being? – Medical News Today (2019
How to Stop Being Superstitious – Health Guidance (2020)
Is it just a brick wall or a sign from the universe? An fMRI study of supernatural believers and skeptics – Marjaana Lindeman, dkk. (2012)
Mengenal Apa itu Takhayul & Alasan Orang-Orang Mempercayainya – Zenius (2022)
The Neuroscience Of Superstition – Fast Company (2014)
The science of superstition – and why people believe in the unbelievable – Manchester Metropolitan University (2018)
Why your brain makes you superstitious – Wexner Medical Center, The Ohio State University (2017)
[/bg_collapse]