Apakah OSPEK masih dibutuhkan di zaman sekarang ataukah OSPEK adalah konsep yang sudah ketinggalan zaman? Mari kita bahas dan diskusikan bersama sejauh mana tujuan dan manfaat OSPEK masih dibutuhkan.
Pengumuman kelulusan SBMPTN udah, ujian mandiri udah. Pengumuman kelulusan universitas yang lain rata-rata juga udah. Nah, mungkin sebagian besar dari lo nih lagi nggak sabar nunggu untuk memulai kehidupan yang baru akhir tahun ini, yak masuk kuliah!!
“Gimana ya ntar pas pertama kali gw masuk kampus? Haduh, bisa survive nggak ya gue ntar? Bakal suka nggak ya dengan lingkungannya?”
Kali ini gue pengen bahas satu hal yang erat banget dengan hal memulai perkuliahan yang mungkin bisa ngejawab pertanyaan-pertanyaan nervous di atas. Yep, Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus, a.k.a OSPEK!
Nah, kalian pernah gak sih mikirin apa pentingnya ospek?
“Memangnya kenapa gue harus ikutan? Ah malesin ah, tugas ospek lagi…. Tugas ospek lagi. Ospek kan cuma jadi ajang bagi senior untuk balas dendam!”
Nah, tulisan ini akan mengulik sebenernya apa sih pentingnya OSPEK. Kita juga akan bahas apa benar sistem pengenalan kampus ini sesuai dengan stigma negatif yang beredar selama ini. Dan terakhir, lo bisa tentukan sendiri sebenarnya ospek itu bermanfaat ga sih buat lo.
Oiya, sebelumnya gue mau ngenalin diri dulu nih. Gue Annisa Wibowo, biasa dipanggil Sasa. Kali ini gw berkesempatan untuk jadi guest blogger di Zenius Blog. Sekarang, gue lagi menjalani proses studi di Fakultas Psikologi – Universitas Indonesia.
Tulisan ini mungkin emang spesifik banget buat lo yang udah lulus dan mau masuk kuliah. Tapi, tulisan ini bisa berguna juga buat lo yang kelas 12 karena setahun lagi lo juga akan menghadapi yang sama. Dan walaupun OSPEK emang khusus buat anak kampus, tapi esensinya masih mirip2 lah dengan orientasi-orientasi masuk sekolah baru, kayak masuk SMA pertama kali.
Daftar Isi
Kenapa OSPEK Dipandang Negatif?
Beberapa tahun terakhir ini, udah lumayan banyak kasus-kasus terkait ospek di Indonesia yang beredar di internet. Kebanyakan sih, berita-berita buruk yang ngelibatin kekerasan, intimidasi, bahkan pemerkosaan. Padahal faktanya, gak semua ospek itu melibatkan hal-hal yang disebutkan dalam berita itu. Coba liat ini deh.
Beberapa waktu belakangan ini sempat beredar di media sosial kabar tentang mahasiswa-mahasiswa universitas di Singapura yang lagi ngejalanin masa orientasi mahasiswa dengan tugas bertemakan “Kindness campaign”. Kemudian, banyak orang-orang di media sosial yang membandingkan tugas ospek universitas tersebut dengan tugas-tugas ospek di universitas Indonesia.
Sebenarnya kenapa sih sebagian besar dari kita mandang OSPEK itu negatif? Apa benar fakta di lapangan semuanya begitu?
Ini adalah salah satu fenomena psikologis yang namanya negativity bias, yaitu kita lebih cenderung mengingat hal-hal negatif yang kita alami, diceritakan oleh orang lain, atau diberitakan di media. Karena berita negatif tentang ospek lebih sering diberitakan daripada berita positif atau yang sifatnya netral, maka kita jadi semakin terasosiasi dengan mosi bahwa ospek itu merupakan hal negatif dan patut untuk dihindarin oleh kita.
Coba deh, sebelum kalian lanjut baca artikel ini, gue mau ngajak kalian untuk menghilangkan pandangan-pandangan tersebut terlebih dahulu. Gue akan ngajak kalian untuk mikirin esensi ospek dari sudut pandang yang netral.
Tujuan dan Manfaat OSPEK Sebenarnya
1. Experience Langsung Kuliah itu Gimana
Coba bayangin, pas kita baru lulus SMA, informasi yang kita punya terkait lingkungan di kampus lo sangat terbatas. Mungkin lo udah dapat informasi dari website universitas, atau dari senior, keluarga, temen, atau mungkin bapak dan ibu lo dulu pernah kuliah di universitas yang sama. Tapi, informasi yang lo dapatkan gak komprehensif dan nggak menutup kemungkinan juga kalau informasi yang lo dapatkan penuh dengan bias dan sentimen dari orang yang memberikan lo informasi itu.
Salah satu hal yang bisa lo lakuin untuk mengetahui medan yang akan lo hadapi di kampus adalah dengan terjun langsung ke lapangannya.
Contohnya aja, misalnya lo nanya “Gimana sih rasanya naik kicir-kicir di Dufan?” ke sepuluh orang temen lo yang berbeda. Jawabannya bisa bervariasi. Ada yang bilang naik kicir-kicir itu menyenangkan karena memicu adrenalin. Ada juga yang bilang kalau naik kicir-kicir itu rasanya kayak disamperin sama malaikat penjemput nyawa. Tiap orang punya opini yang beda-beda.
Nah, kalau lo mau menilai gimana rasanya naik kicir-kicir di Dufan, datang lah ke Dufan, observasi medannya, takar seberapa besar nyali dan kemampuan lo untuk mencoba wahana itu, terus lo putusin: apakah lo akan naik kicir-kicir atau enggak. Ketika lo coba, lo akan ngerasain sensasi naik kicir-kicir. Setelah itu, baru deh lo bisa punya opini tentang pengalaman naik kicir-kicir.
Sama juga dengan dulu gue bertanya-tanya, “Kuliah di Psikologi gimana ya rasanya?” Kan ada aja tuh stigma terkait kuliah di Psikologi. Ada yang bilanglah kalo Fakultas Psikologi itu fakultas cewek banget. Kalo gue cowok, apa gue masih bisa punya temen? Ada yang bilang kuliah di Psikologi itu isinya buat orang-orang yang mau “berobat jalan” ngatasi kondisi mentalnya xD Ada juga yang bilang kalo kuliah di Psiko, lo akan diajarin caranya “ngebaca” orang, diajarin ilmu nujum, meramal, dan apalah itu. Hahahaha.
Tiap orang yang gue tanya tentang kuliah di psiko, pasti punya opini yang beda. Untuk menjawab semua stigma itu, kan gue harus punya insight sendiri, ngerasain sendiri kuliah Psikologi itu. Barulah gue bisa tahu dan menilai kalo mempelajari human behavior itu sebenarnya gimana, apa benar Fakultas Psikologi itu isinya orang aneh-aneh, dan lain-lain.
Nah, sistem pengenalan kampus membantu gue menjawab stigma itu. Waktu gue jadi mahasiswa baru dulu, gue sempat ragu juga kalau ospek itu cuma ajang balas dendam dari senior ke juniornya. Disuruh bikin esai lah, wawancarain banyak orang di universitas dan fakultas lah, pokoknya gue dibimbing untuk ngerjain hal-hal yang nambah beban pikiran gue selama gue masih jadi mahasiswa baru.
Tapi, setelah mulai semester pertama, gue ngerasain kalau ospek itu berguna banget bagi gue. Ngerjain esai pas ospek itu ternyata gak ada apa-apanya dibandingin ngerjain esai buat tugas kuliah.
Esai buat kuliah tuh bebannya jauuuh lebih berat daripada esai pas masa pengenalan kampus , dari segi deadline, kuantitas, dan materinya. Ibaratnya sih, ngasih tugas esai pas ospek itu kayak ngasih peringatan ke kita, “Eh, lo bakal ngehadepin ginian loh pas kuliah entar. Supaya entar gak kaget, ini gue kasih pemanasan dulu, yak.”
2. Ngenalin Kondisi Sosial Kampus
Masa pengenalan kampus sebenernya juga ngebantu kita untuk ngenalin kondisi sosial di lingkungan kampus loh. Dengan ngikutin kegiatan ini, lo bisa kenal ama senior, dosen, dan karyawan di universitas lo.
Di beberapa universitas negeri dan swasta, saat lo mengikuti rangkaian acara ini, lo biasanya akan dikasih tugas wawancara. Nah, tugas wawancara ini juga berguna buat kita nanya ke senior terkait “medan” yang akan kita hadapi pas kuliah entar. Kalian juga akan kenalan dengan teman-teman seangkatan kalian, ngerjain tugas bareng-bareng.
Kenapa mengenali kondisi sosial kampus itu penting?
Karena dunia SMA dan dunia kampus itu beda. Dunia kampus itu kompleks. Kalo di SMA, lo cuma ada satu arah, tinggal ngikutin arus, disuapin lagi. Kalo di kuliah, lo sendiri yang menentukan mau jadi mahasiswa macam apa lo ntar.
Apakah lo akan jadi mahasiswa yang bakal aktif di kepanitiaan atau kelembagaan, lebih fokus ke riset atau kompetisi-kompetisi, jadi mahasiswa kunang-kunang (kuliah-nangkring, kuliah-nangkring), atau jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang)?. Lo sendiri yang menentukan dunia lo, UKM mana yang bakal lo pilih, dll.
Dengan mengenali kondisi sosial kampus, you know who to ask when you need something. Staf administrasi mana yang perlu lo hubungi kalo misalnya mau urus beasiswa. Kalo lo lagi ada masalah, lo bisa hubungi dosen pembimbing. Dan inget juga, pas belajar di dunia perkuliahan, lo ga akan selalu belajar dan mengerjakan tugas dengan teman seangkatan.
Ga menutup kemungkinan banget kalo lo bakal belajar dan ngerjain tugas lintas angkatan. Belum lagi kalo lo mau punya proyekan, ambisi riset/kompetisi, atau ikut kepanitiaan.
Dan satu lagi, mengenali kondisi sosial kampus juga berarti memahami culture kampus itu. Ini ngebantu banget soalnya lo bakal tau gimana cara berinteraksi yang tepat dengan elemen kampus tertentu untuk mencapai tujuan yang sedang lo kejar saat itu.
3. Ngenalin Sistem Perkuliahan
Di beberapa universitas, pada saat mengikuti masa pengenalan kampus juga akan ngebahas sistem akademik di perkuliahan yang pasti akan jauh beda dengan sistem akademis pas kalian SMA. Dari sistem kredit semester, penilaian, hingga cara dosen ngajar pun beda-beda.
Belum lagi biasanya beberapa universitas udah nerapin metode PBL (problem based learning) dan CL (collaborative learning). Nah, gak semua SMA nerapin metode ini dalam kegiatan belajar mengajar. Pada saat ospek inilah biasanya dikasih tau dasar-dasar PBL dan CL itu apa, kemudian ada simulasinya juga.
Kebayang gak pentingnya masa ospek gimana? Ngikutin ospek bisa jadi sarana buat lo supaya bisa survive di dunia perkuliahan, baik dalam segi akademis, non-akademis, dan lingkungan sosial. Dari ospek juga lo bisa menakar-nakar dan ngedapetin referensi kira-kira lo akan jadi mahasiswa yang akan fokus ke ranah mana (bisa ranah akademis, kelembagaan, kepanitiaan, dll).
Tapi kan, Beneran Ada yang Menjalankan OSPEK Secara Negatif?
Terkait kekerasan yang sifatnya fisik, verbal, atau psikologis sebenarnya sudah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi no 38/DIKTI/Kep/2000 yang ditegaskan lagi di Surat Edaran no. 3120/D/T/2001.
Jadi sebenarnya lo ngga mesti takut. Karena secara konstitusi, lo sudah dilindungi dari hal-hal yang melibatkan pelecehan, pemerasan, pemaksaan kehendak, penganiayaan yang mengakibatkan cidera, dan kemungkinan dapat mengakibatkan cacat tubuh dan meninggal dunia akibat pelaksanaan ospek.
Tapi gue rasa gak semua universitas mendapatkan sosialisasi atau paham sama aturan ini. Mungkin juga panitia ospeknya gak mempertimbangkan aturan itu untuk ngerancang acara ospeknya. Atau mungkin penegakan hukum di Indonesia dan kesadaran intelektual di lingkungan akademis belum maju apabila dibandingkan dengan universitas di luar negeri sana.
****
So, bagi lo semua yang baru keterima SNMPTN, SBMPTN, dan seleksi universitas lainnya, it’s up to you to judge and decide! Kalau lo menilai bahwa lo butuh ospek buat survive selama masa kuliah, silakan ikutan ospek. Tapi, ada juga nih, yang mungkin punya mekanisme sendiri buat survive di lingkungan baru kampus tanpa ospek.
Ya bisa aja lo udah punya banyak kenalan di kampus, atau keluarga merupakan salah satu elemen kampus, atau sebelumnya lo udah pernah kuliah. Kalau lo menilai bahwa lo punya mekanisme lain buat survive, silakan dipikirkan dan diimplementasikan.
Kalau lo udah ngejalanin ospek dan lo ngerasa bahwa ospek lo bisa dikemas dengan cara yang lebih menarik dan bermanfaat bagi pesertanya, jadilah panitia ospek ketika lo udah memasuki tahun kedua, ketiga, atau keempat kuliah.
Ubah mindset orang-orang yang seringkali menganggap ospek jadi ajang balas dendam dan bullying. Masa pengenalan kampus gak harus sarat akan senioritas dan hal-hal yang serius, kok. Justru kalau kita bisa bikin ospek sebagai ajang yang fun tapi memberikan manfaat besar bagi mahasiswa baru buat survive di kehidupan kampus, kita akan bikin gebrakan baru dalam tradisi ospek di negeri kita.
Kalo ada yang mau ngobrol lebih lanjut soal ini, bisa langsung tinggalin comment di bawah, ya!
Sipp bener bgt, pengkaderan atau ospek memang perlu. Sy ITS angkatan 2011
Terus kenapa ospek kita bada sama di luar negeri yang contoh kasusnya NTU yang tertera di atas ? Apa landasan pikiran dan tujuan mereka yang menyelenggarakan kindness campaign itu ?? Intinya kenapa jalan kita dan jalan yg mereka terapkan berbeda jauh kak ??
searching2 masuk Wikipedia nyari NTU, fasilitas dan fakultasnya bikin ngiler apalagi kegiatan yang diadakan oleh PINTU (Pelajar Indonesia NTU) untuk pelajar dari Indonesia memang berbeda dengan kebanyak Univ. di Indonesia
Saya mau coba jawab dengan segala keterbatasan pengetahuan saya,
Setahu saya itu karena tujuan yang ingin dicapai beda. Kebanyakan universitas di Indonesia menggunakan ospek sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, misal: mengeratkan satu angkatan, mengakrabkan diri sama almamater. Kenapa? Karena rasa cinta pada almamater di Indonesia sangat dijunjung tinggi, tiap universitas punya pride dan idealisme masing-masing yang berusaha untuk dipertahankan.
Sedangkan kalau yang saya lihat di universitas luar negeri, saya ambil contoh MIT (karena cuma tahu ini hehe), mereka nggak butuh kegiatan pengkaderan karena sudah banyak kegiatan lain yang menunjang pencapaian tujuannya itu. Mereka punya banyak hari ‘besar’, mereka punya banyak eventful weeks, dan acara mereka banyak mulai dari skala klub/unit sampai satu kampus. Pride yang mereka dapatkan bukan karena hasil dicekokin senior-senior, tapi karena mereka benar-benar merasakan nyamannya belajar disitu. Bahkan sampai lulus pun mereka masih akan tetap bangga dengan kampusnya karena nilai yang mereka punya adalah hasil dari apa yang mereka lakukan; bukan apa yang sekedar diberikan pada mereka.
Nah kalo dibandingkan, ospek yang dilakukan di Indonesia ini ada bagusnya, karena nilai yang ingin disampaikan tentang almamater dsb pasti lebih merata, semua pasti kena. Universitas luar negeri akan lebih menuntut mahasiswanya untuk aktif dan engaged dalam kegiatan kalau ingin rasa cinta ke almamaternya benar-benar meresap; tapi sekali lagi: universitas luar tidak menekankan hal ini.
So that’s why there isn’t any activities like this in overseas universities.
Karena kebanyakan orang Indonesia, kekanak2an.
Di luar negeri, semua orang pernah bekerja saat SMA, di restoran, mcdonald, jadi kasir, etc dan sekolah bersamaan. Mereka juga lebih dewasa daripada orang2 di Indonesia, mereka beli barang dari hasil jerih payah sendiri, bayar kuliah sendiri, saking sibuk kerja dan sekolah, mereka banyak yang gak punya waktu.
Orang Indonesia, kebanyakan kuliah dibayarin orang tua, SMA kerjaannya main game, liburan, nonton tv doang. Ga pernah ngerasain capek.
Pas MOS, di luar negeri, mereka adanya orientation, cuman kasih tahu library dimana, gym dimana, kelas ini, gedung ini, etc. Kasih tahu ini adalah advisor untuk faculty science, advisor untuk faculty of business etc. Mereka juga kasih tahu, untuk kerja suka rela, join organisasi ini itu. Dibilang juga kalau masuk faculty ini bisa karir di bidang apa.
Di Indonesia, senior2 yang kekanak2an cuman suruh lu bawa ember, permen, etc, hal2 bodoh yang hanya menghabiskan waktu dan suruh lu berjemur berjem2. Bikin orang capek, tapi tidak menghasilkan apapun. MOS di Indonesia terlihat seperti anak keterbelakangan mental.
Menurut saya, sekolah TIDAK PUNYA HAK untuk suruh murid2 MOS, atau memberi hukuman seperti jemur dilapangan, potong rambut dll. Itu adalah HAK ORANG TUA untuk menghukum anaknya sendiri. (Kecuali kalau nyontek, hukumannya kasih nilai 0, kalau telat mengumpulkan tugas nilai 0), hukuman fisik hanya orang tua yang berhak menghukum anaknnya. Kalau anaknya berantem telepon polisi saja, itulah cara kerja di luar negeri.
Menurut gw sih esensi ospek itu penting, tp kebanyakan implementasinya kurang tepat, malah ada yang sampai melenceng dari tujuan awal, btw gue setuju sama poin nomor 2 sama 3 tapi poin nomor 1 menurut gue miss banget hehe :))
Yah menurut gw ospek penting lah yah. cuman klo di jalanin dengan bener. gk pake kekerasan.Sayangnya banyak oknum2 yg pake kekerasan pas ospek. Yah gw jg mau kasi ucapan selamat buat kampus2 ato sekolah yg menjalankan ospeknya dgn bener. tetep lanjutin ya.
tapi tetap saja kan ada yang melakukan ospek secara negatif. informasi di atas hanya memberikan informasi tentang ospek negatif tersebut, kalau bisa mohon sertakan dengan solusi untuk mahasiswa baru yang menjadi korban ospek negatif tersebut.
saya memiliki teman yang menjadi korban ospek negatif, di suatu universitas negeri di sumatera yang saya tidak perlu sebutkan namanya. disana dia dipukuli oleh senior-seniornya, dihembuskan asap rokok, dan beberapa hal-hal tak bermoral lainnya. tentu saja, dia mencoba melaporkan hal tersebut. dia mencoba melapor ke kepala dekan, kepala dekan tersebut hanya berkata ‘coba laporkan ke ketua prodi’. dia melapor ke ketua prodi, ketua prodi berkata ‘coba lapor ke kepala dekan’ saat dia melapor kembali ke kepala dekan, yang dikatakan: “KALAU TIDAK SIAP DIPERLAKUKAN SEPERTI ITU YA JANGAN MASUK UNIVERSITAS INI”. this is idiocy. pihak universitas hanya gelap mata mengenai kekerasan yang tak bermoral tersebut. ini suatu bentuk kebodohan beberapa universitas di Indonesia.
nasib teman saya? dia keluar dari universitas tersebut beberapa hari kemudian, dan sekarang menjalani hidup baru di salah satu universitas ternama di Indonesia, dan mengaku puas akan ospek yang didapatkan di universitas tersebut, karena sesuai dengan hal-hal yang disebutkan di atas.
sekali lagi, mohon sertakan solusi untuk para mahasiswa baru yang menjadi korban ospek negatif.
Saran gw sih klo lo dibegitukan ya lo lebik baik pindah kuliah aja sih. Dan sekalian laporin univ lama lo ke pihak berwajib biar gk ngulangi lagi ospek yg gk berkualitas. Dan inget jgn sampe terlambat(misalnya sampe mengalami cacat fisik, kematian, dll). semoga membantu 😀
saya sudah di ospek kok 😀 dan ospeknya berkualitas..
Universitasnya oon itu..
Haha. Kayaknya aku tau tempat yg dimaksud. Toss deh, pengalamanku sama persis dengan tulisan ini.
Kami harus sudah hadir jam setengah 6 di kampus. Telat? Kena punishment. Duluan? Kena punishment juga-_- jadi harus dateng jam 6 TEPAT. Dan selesai ospek pas kuliah datengnya pada telat-telat aja ah, malah banyak titip absen. Jadi tujuannya apa dateng jam 6 sampe sholat shubuh aja hampir ga sempet-_-
Kalau ada panitia ospek yang baca (khususnya panitia ospek kampus yg ‘merasa terpanggil’), aku mau kritik. Terserah kalian mau bagaimana rundown acaranya, tapi tolong sisakan waktu untuk ibadah. Temanku sampai bolos kuliah agama karena ospek, kan ga etis namanya-_-
Iyaa emang bener bnyk orang lebih menilai bahwa ospek lebih kepada kekerasan,dulu pas gua juga pertama kali masuk dikampus istn yg katanya dulu terkenal keras tapi apa yg gua dapet walaupun mengubah nama OSPEK menjadi PPMB (pola pengembangan mahasiswa baru) bnyk yg gua dapet mulai dari belajar mengambil sikap,tegas,berfikir sebagaimana mahahasiswa solidaritas,dan senasib serasa ospek bisa menjadi hal mendidik kalau saja para senior atau kampus bertujuan untuk mendidik para mahasiswa baru mereka 😀
Pesan abang aku –> “Bukannya buruk, cuma keisengan mereka kelewatan. Senior kayak taik. Nganggap mahasiswa baru kayak tikus baru lahir. Sampai gue dipukulin ketika gak bisa nyanyi. Taik banget kan? Udah dilaporin toh cuma “Ahhh biasa ituuu”…memang pukulan mereka iseng dan gak luka, cuma menyebabkan sedikit lebam dan mereka memalukan harga diri gue ngasih nama Kancut Terbang”
gue gak mau kayak abang gue
satu catatan lagi kata abang gue “Itu bukan salah pihak univ, tapi itu memang tergantung orangnya. Omong kosong dek. Kamu di univ nanti bakal digituin kok. Dilaporin ke sini disuruh ke sini lagi, kayak pejamin mata aja itu UNIV. Pas kuliah umum aja, para senior dan dosen malah judge “Masih beruntung kalian bisa lulus di sini!” ah taik, kalau gitu aku bisa berusahan dapatin UI dan IPB!”
Maaf banyak taiknya, abangku emang ngomong gitu
ISENG KOK KAYAK GITU 😀 hahahaha
setuju.. 😀
nice post 😀
emangnya sejak kapan eksistensi konstitusi lebih dari hitam diatas putih?
bener, tapi tetep karakter orang beda-beda. ada yang nganggep mos atau ospek kejam padahal seniornya cuma ngetes kedisiplinan, ada yang nganggep positif. tergantung orang yang nanggepin sih. tapi meski mos atau ospek rempong atau ribet, gue yakin panitianya lah yang lebih ribet #pengalaman
Saya setuju kalau memang pada intinya perlu ada ospek untuk mencapai tiga hal diatas. Tapi apa yg salah dan dikritisi dari rata-rata ospek di indonesia adalah bagaimana tugas dan kegiatan ospek tidak mencapai hal diatas dan tidak mengajarkan mentalitas kedisiplinan yang sebenarnya.
Misalnya saja, tugas berpenampilan secara khusus seperti botak atau dikuncir dengan cara tertentu. Pertanyaannya adalah memang apa yg ingin dicapai dari ini? Penyesuaian kuliah? Tidak juga karena faktanya rata2 universitas tidak mempunyai peraturan yg mewajibkan botak, dikuncir dengan cara khusus, atau memakai atribut khusus, yang penting rapih dan sopan.
Tugas2 membawa barang tertentu juga tidak kalah dalam hal tidak memenuhi fungsi2 ospek yang esensial. Biasanya tugas membawa barang ini akan dalam bentuk yg tidak jelas (misal minuman 5 warna) dan sulit untuk didapatkan karena terlalu spesifik, dan bila kita bertanya akan dimarahi oleh senior. Permasalahannya adalah, pada realita saat kita disuruh mencari barang tertentu dan kita kurang punya gambaran apa yg harus kita cari, hal yg benar adalah bertanya agar kita pastikan kita tidak salah, bukannya malah berusaha menebak2. Dalam sisi fungsi juga apakah pada kenyataannya kita akan perlu ‘berlatih’ mencari sesuatu yg sedemikian spesifik misal minuman 5 warna tadi, toh selama minuman tersebut bisa menahan dahaga cukup kan? Kelima warna tadi hanya menambah bagian kecantikan dan tidak terlalu penting dalam keseluruhab fungsi sebuah minuman. Mengenalkan kita pada kuliah? Tidak juga sebab kecuali kita kuliah fakultas kurir (bila ada) kehidupan kuliah dan universitas kita tidak melibatkan pencarian barang dengan karakteristik spesifik.
Selain itu, biasanya ospek dilakukan dalam suasana kaku dimana senior2 berhak memarahi junior2 apabila si junior gagal melakasanakan tugas atau mematuhi aturan. Alasan yg sering disebutkan adalah untuk kedisiplinan, tapi kita harus kontekstualisasikan lagi apa itu kedisiplinan. Kedisiplinan adalah sikap patuh terhadap peraturan yang sudah dibuat dengan maksud bermanfaat untuk setiap orang yg terikat pada peraturan tersebut, seperti yg sudah saya jabarkan diatas peraturan2 dan tugas2 kebanyakan ospek tidak membawa fungsi dan manfaat yang konkrit. Dengan kata lain rata2 ospek di indonesia tidak mengajarkan kedisiplinan melainkan sikap submisif karena harus mematuhi peraturan yg fungsi dan manfaat nya tidak jelas.
Coba lihat puncak dan situasi ekstrim dari mental submisif, yaitu totalitarianisme dan sentralistik orde baru. Di sinilah masalahnya, sistem ospek yang ada sekarang adalah peninggalan orde lama dan orde baru, yang memang dirancang untuk membentuk mentalitas submisif dan kepatuhan total, karena pemerintahan saat itu masih berupa demokrasi tipe parokial yg semuanya terpusat di pemerintah dan peran masyarakat sangat minim. Untuk indonesia yg sekarang, aspek2 ini harus dihilangkan, karena mentalitas submisif dan kepatuhan total akan menghambat kemampuan berpikir kritis yang sangat dibutuhkan dalam peran kontrol sosial masyarakat yang sangat dibutuhkan apabila indonesia ingin berkembang menjadi negara demokrasi yg sejati.
Kalau memang bertujuan positif, lebih baik memakai pakaian yang rapi, bukan memakai atribut bodoh & ga penting, niatnya lucu2an, tapi terlihat tolong & bodoh. Hukuman2 yg di berlakulah jg tidak mendidik.
Dari sekolah aja udh dididik bodoh & diperlakukan sebagai budak, pantas usah lulus nya mau nya diperintah orang.
Masa depan bangsa ini dipimpin oleh orang2 asing yang selama sekolahnya dididik sebagai leader & tidak melakukan hal2 bodoh
cocok dehh jadi motivator.. 😀
Penulisnya udah meninggal?
Kak ini kak annisa sudah almarhumah bener atau gak ya ? Meninggal karena apa ya ?