Logical fallacy itu seperti apa, sih? Sobat Zenius pernah mendengar istilah yang satu itu nggak selama ini? Atau elo pernah dengar istilah sesat pikir?
Kalau Sobat Zenius baru mendengarnya saat membaca artikel ini, gue akan membawa elo ke sebuah percakapan dua orang laki-laki di bawah ini.
“Coba bro elo nggak usah terlalu posesif sama cewek elo. Dia juga butuh ruang sendiri kali,” ujar seorang cowok yang jomblo.
“Halah, elo jomblo aja sok-sok nasehatin gue yang pacaran! Jelas-jelas dia, tuh, harus digituin supaya nggak macem-macem,” jawab temannya dengan ketus.
Salah satu dari Sobat Zenius pasti pernah mengalami percakapan di atas, entah jadi seorang penasihat atau seorang yang sedang dilanda cinta.
Yap, contoh percakapan di atas bisa dikategorikan sebagai salah satu logical fallacy atau kesesatan berpikir. Sebab, nggak seharusnya si cowok yang dinasehati malah menyerang kepribadian dari temannya yang jomblo tersebut. Dia seharusnya mulai melanjutkan pembahasan mengenai posesif dalam hubungan itu baik atau nggak.
Bisa jadi saran dari cowok jomblo itu justru ampuh kalau dilakuin sama temennya itu.
Nah, kira-kira apa, sih, logical fallacy atau sesat pikir itu? Apa saja jenis-jenisnya? Kalau Sobat Zenius penasaran, yuk, simak artikelnya sampai selesai!
Pengertian Logical Fallacy
Dari contoh percakapan di atas, kira-kira elo udah mulai menangkap belum definisi dari logical fallacy itu sendiri?
Yap, melansir dari ThoughtCo, logical fallacy atau sesat pikir merupakan kesalahan dalam sebuah penalaran yang membuat argumen tidak valid.
Istilah fallacy pada dasarnya diambil dari bahasa Latin, yaitu fallacia yang berarti deception. Deception dalam bahasa Indonesia artinya tipu muslihat atau penipuan. Dengan kata lain, argumen yang dilontarkan oleh seseorang tidak terbukti kebenarannya dan berpotensi menipu orang lain.
Tanpa disadari, mungkin dalam sehari-hari elo hampir atau bahkan pernah terjebak dengan seseorang yang menerapkan logical fallacy atau sesat pikir.
Dalam praktiknya, kesesatan berpikir ini nggak cuman datang dari satu pihak saja, lho, Sobat Zenius! Kadang juga terjadinya pada dua pihak sekaligus.
Nah, sesat pikir ini sejatinya bisa elo identifikasi karena biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
- terdapat kesalahan dalam logika berpikir
- biasanya diterapkan dalam argumen
- ada indikasi kesan menipu kepada orang lain
Menilik karakteristik di atas, sebaiknya Sobat Zenius mulai bijak dalam menggunakan logika sedari sekolah, nih! Sebab, bahaya juga jika elo terperangkap atau bahkan terhasut dengan kesesatan berpikir seseorang.
Bagaimana caranya? Nah, salah satu cara simpelnya adalah elo bisa menumbuhkan sikap kritis di dalam diri sejak sekolah.
Selain percakapan yang udah gue paparkan di atas, ada salah satu contoh logical fallacy yang mungkin seringkali elo jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, elo lagi suka, nih, punya rambut panjang atau gondrong. Eh, tapi tiba-tiba ada salah satu temen elo yang nyeletuk kayak gini
“Yaelah, rambut gondrong kayak mau nyopet di busway aja.”
Dari argumen di atas, seolah-olah setiap orang yang rambut gondrong itu merupakan pencopet dan mendapatkan pandangan negatif. Padahal, kan, belum tentu seperti itu.
Dengan demikian, elo disarankan untuk berhati-hati dalam menghadapi setiap argumen yang dilontarkan oleh orang lain. Sebaiknya, jangan ditelan mentah-mentah, ya!
Baca Juga: Berpikir Kritis, Untuk Apa?
Jenis-Jenis Logical Fallacy
Sobat Zenius sekarang udah mulai paham, nih, mengenai definisi logical fallacy. Kita semua sepakat kalau sikap kritis perlu ditumbuhkan supaya terhindar dari praktik tersebut.
Nah, ternyata kesesatan berpikir itu ada beragam jenisnya, lho! Emangnya, apa aja, sih, jenis-jenis logical fallacy?
1. Ad hominem
Sobat Zenius masih ingat dengan contoh logical fallacy yang gue paparkan di awal artikel? Nah, contoh tersebut bisa dikategorikan sebagai jenis ad hominem.
Ad hominem ini merupakan sesat pikir di mana saat dua pihak sedang melontarkan argumen, satu pihak akan membahas kepribadian orang lain yang tidak ada kaitannya dengan pembahasan yang sedang berlangsung.
Hal ini tentu sama seperti halnya contoh yang udah gue sebutkan di atas. Saat seorang jomblo menasihati orang yang sedang pacaran mengenai posesif, tetapi orang tersebut nggak terima dinasihati oleh orang jomblo. Alhasil, ia justru menyerang kepribadian pihak lain.
2. Hasty generalization (overgeneralization)
Sobat Zenius pernah mendengar kalimat seperti ini?
“Alah, semua cowok itu brengsek.”
Yap, kalimat tersebut biasanya diucapkan oleh seorang cewek yang abis disakitin oleh cowok.
Secara nggak langsung, itu merupakan suatu bentuk dari logical fallacy, lho! Sebab, cewek tersebut mencoba untuk menggeneralisasikan kalau semua cowok itu brengsek. Dengan kata lain, istilah tersebut dinamakan dengan hasty generalization atau overgeneralization.
Padahal, mungkin cewek itu baru kenal dua sampai tiga cowok. Bukan berarti semua cowok itu brengsek.
3. Strawman
Jenis logical fallacy selanjutnya yaitu strawman. Strawman merupakan suatu keadaan di mana saat dua pihak sedang berbicara, pihak yang lain menyimpulkan argumen orang lain secara salah dan menimbulkan kesalahpahaman.
Contoh ketika sedang ada lomba debat antar kelas di sekolah elo dengan tema pemerintahan. Pihak pertama mengeluarkan argumen kalau infrastruktur yang berlebihan di negara tidak baik karena bisa merusak alam dan hutan di negara kita.
Terus, pihak kedua langsung menyimpulkan kalau pihak pertama nggak suka dengan pemerintahan sekarang. Padahal, kan, pihak kedua bisa berdiskusi mengenai infrastruktur di negara ini, bukannya mengklaim sesuatu yang belum tentu benar.
Hal inilah yang disebut dengan sesat pikir strawman.
4. Post Hoc
Post hoc merupakan sebuah argumen di mana seseorang melebih-lebihkan sesuatu dan terlalu mempercayai suatu hal.
Hal ini mungkin pernah Sobat Zenius temui. Misalnya, argumen mengenai mayat yang dilangkahi kucing hitam akan bangkit lagi atau orang yang kejatuhan cicak akan mengalami marabahaya.
5. Circular reasoning
Pernah nggak, sih, elo mendengarkan argumen seseorang yang terus berputar-putar tanpa ada bukti yang kuat? Kalau pernah, bisa dibilang orang tersebut sedang melakukan praktik logical fallacy jenis circular reasoning.
Misalnya, seseorang berargumen kalau Tuhan itu ada karena terdapat dalam sebuah kitab. Terus, ada orang bertanya, “kenapa gue percaya kalau Tuhan itu ada?”, lalu pihak pertama menjawab, “Ya, karena sudah tertuang dalam kitab”.
Alhasil, argumennya hanya berputar-putar di sana tanpa ada opini lain yang menguatkan.
6. Burden of proof
Burden of proof yaitu jenis sesat pikir dengan suatu keadaan di mana pihak pertama yang telah mengeluarkan argumen menantang kepada pihak kedua untuk memberikan bukti kalau argumennya itu tidak valid.
Jika pihak kedua nggak ada bukti, otomatis pihak pertama mengakui kalau argumennya emang bener-bener valid.
Seakan-akan dia kayak ngomong begini, “Kalau elo nggak bisa ngebuktiin kalau argumen gue salah, berarti itu benar”.
7. Begging the question
Hampir sama seperti circular reasoning, jenis logical fallacy yang satu ini cenderung berputar-putar atau memiliki pola pikir yang melingkar.
Jadi, ketika seseorang mengungkapkan argumen, terdengar seakan-akan tidak jelas atau ambigu antara pernyataan atau pertanyaan.
Pada akhirnya, hal ini justru membuat para pendengar merasa kebingungan.
8. False Dilemma
Jenis yang satu ini mungkin sering Sobat Zenius temui di dalam kehidupan sehari-hari. False dilemma merupakan salah satu kesesatan berpikir yang membuat pihak pertama seolah-olah hanya memberikan dua pilihan dari argumennya kepada pihak kedua.
Contoh dari jenis false dilemma yaitu ketika seseorang berkata kepada orang lain seperti ini, “elo nggak punya pendirian kalau cuman bisa mengikuti orang lain”.
Akibat argumen tersebut, otomatis pihak kedua langsung tidak berkutik dan bingung hendak menjawab apa.
9. Appeal to nature
Jenis sesat pikir yang satu ini membuat orang berpendapat kalau semua hal yang alami adalah baik, benar, dan tidak terbantahkan sama sekali.
Padahal, belum tentu hal-hal alami itu baik. Malahan, justru cenderung terlihat buruk atau jahat.
10. Anecdotal
Anecdotal bisa jadi merupakan salah satu jenis logical fallacy yang perlu Sobat Zenius waspadai.
Pasalnya, orang yang mempraktikkan jenis ini akan menggunakan pengalaman pribadi ataupun sampel tertentu secara subjektif untuk dijadikan sebagai argumen yang berkaitan dengan seluruh orang atau populasi.
Sebagai contoh, ada pemilik minuman brand A mengatakan kalau minumannya sudah laris di 30 negara, 15 negara di antaranya merupakan negara tersehat di dunia.
Setelah itu, ia mengklaim kalau minumannya itu bisa bikin sehat. Padahal, kan, itu hanya survei dari beberapa negara saja.
11. Ad ignorantum
Sesat pikir yang satu ini sejatinya hampir sama seperti menggeneralisasikan sesuatu, tetapi hanya terpaku pada satu subjek saja.
Biasanya, orang dengan ad ignorantum akan menganggap suatu hal sama dengan yang lainnya sehingga berpotensi menimbulkan konflik.
Salah satu contohnya yaitu ada seseorang yang tidak suka satu lagu dari seorang musisi. Setelah itu, ia akan beranggapan kalau semua lagu dari musisi tersebut nggak enak.
Baca Juga: Perkembangan Sejarah Logika dari Zaman ke Zaman
12. The gambler’s fallacy
Kesesatan berpikir yang satu ini terkadang sering muncul ketika elo sedang mempertaruhkan sesuatu atau menanam aset di sebuah investasi.
Secara garis besar, gambler’s fallacy merupakan pola pikir, di mana seseorang percaya bahwa kebetulan jangka pendek akan terkoreksi secara alami.
Contoh sederhananya adalah elo berpikiran kalau berinvestasi di saham A akhir-akhir ini sedang turun. Lalu, setelahnya, elo berpikir kalau hari esok pasti akan naik.
13. Middle ground
Jenis logical fallacy selanjutnya yaitu middle ground. Pemikiran yang satu beranggapan kalau saat dia berada di tengah-tengah pertentangan, ia beranggapan kalau berada di titik tengah adalah suatu kebenaran.
Hal tersebut tentu saja cukup berbahaya. Sebab, belum tentu ketika elo tidak memilih apapun itu benar. Bisa saja, kebenaran itu terletak di kubu A ataupun kubu B. Sebab, jika elo tetap berada di tengah-tengah, itu sama saja seperti berada di tengah kebenaran dan kebohongan.
Dalam arti lain, hal tersebut masih dianggap dengan kebohongan.
14. False Cause
Elo mungkin pernah terjebak ke dalam sesat pikir yang satu ini. False causes terjadi ketika seseorang disajikan dengan dua hal yang terjadi secara bersamaan, lalu orang itu berpikir dua hal tersebut saling berkaitan atau mempunyai sebab akibat.
Sebagai contoh, kasus virus corona sedang meningkat saat ini. Lalu, di sisi lain kasus perceraian juga sedang marak di tengah masyarakat.
Lalu, seseorang menyimpulkan kalau corona mengakibatkan perceraian meningkat. Hal ini tentu saja nggak ada kaitannya sama sekali sehingga berujung kepada logical fallacy.
15. Appeal to popularity
Nah, di antara elo mungkin pernah terjebak atau bahkan menggunakan kesesatan berpikir yang satu ini. Appeal to popularity terjadi ketika seseorang mempercayai suatu argumen yang disetujui oleh sebagian besar masyarakat.
Contoh sederhana dari sesat pikir yang satu ini adalah semua masyarakat beranggapan kalau universitas negeri itu pasti bagus. Alhasil, elo pun ikut memercayai hal tersebut.
Padahal, kan, saat ini banyak juga universitas swasta yang nggak kalah bagus dari negeri.
16. Slippery slope
Slippery slope merupakan kesalahan berpikir mengenai sebab akibat. Sebagai contoh, ketika elo memberi makanan kepada orang lain, lalu ada seseorang yang berkata kepada elo seperti ini.
“Kalau elo memberi makanan kepada satu orang, elo juga harus memberikan makanan kepada semua orang.”
Hal ini merupakan kesesatan berpikir yang perlu diwaspadai. Sebab, kita nggak harus menyenangkan semua orang.
17. Bandwagon
Logical fallacy yang satu ini sebenarnya nggak jauh dari appeal to popularity. Dalam kasus ini, elo memercayai sesuatu argumen yang diyakini benar oleh kebanyakan masyarakat.
Apabila ini terjadi, sudah pasti seseorang nggak akan mempunyai pendirian karena terus mengikuti hal-hal yang dianggap benar oleh banyak orang.
18. The fallacy fallacy
Selanjutnya ada the fallacy fallacy. Dalam kasus ini, elo beranggapan kalau suatu klaim atau argumen dibantah dengan buruk, otomatis klaim atau argumen tersebut sudah pasti salah.
Hal ini mungkin sering terjadi ketika ada acara debat ataupun diskusi yang diadakan kelas. Ketika ada suatu argumen dari seseorang yang dibantah dengan buruk, lalu elo langsung mengklaim bahwa argumennya sudah pasti salah.
19. Appeal to emotion
Appeal to emotion merupakan suatu keadaan di mana pihak satu mencoba untuk memanipulasi perasaan atau emosinya supaya lawan bicara ikut merasakan sedih, marah, atau emosi yang lainnya.
Setelah itu, si pihak pertama akan mencoba meyakinkan lawan bicaranya mengenai argumen yang sedang ia lontarkan kepada lawan bicaranya.
20. Ambiguity
Seperti namanya, ambiguity ini merupakan jenis logical fallacy yang membuat seseorang tidak jelas menyampaikan suatu kebenaran. Alhasil, argumennya bisa saja menyesatkan atau menghapus kebenaran.
Dalam kasus ini, biasanya seorang politisi atau tokoh ternama yang seringkali menyampaikan hal-hal secara ambigu sehingga membuat masyarakat menganggap bahwa itu adalah hal yang benar.
21. Personal incredulity
Sobat Zenius pernah menganggap sesuatu hal yang nggak dimengerti menjadi sebuah argumen atau tindakan yang salah? Kalau iya, berarti elo termasuk jenis yang satu ini, yaitu personal incredulity.
Hal ini tentu saja nggak benar. Sesuatu yang tidak elo mengerti bukan berarti itu sebuah kesalahan atau hal di luar nalar.
22. Tu quoque
Logical fallacy yang satu ini cenderung menghindari sebuah kritikan. Ia justru membalas kritikan dari orang lain dengan kritikan juga.
Sebagai contoh, elo sedang berbincang dengan teman di dalam kelas. Pada awalnya, elo mengkritik kalau teman elo itu jorok, nggak pernah mandi, terus meja belajarnya kotor, dll.
Bukannya memperbaiki diri, teman elo justru mengkritik elo dengan berkata kalau elo juga orangnya malas. Sering telat dan jarang mengerjakan PR.
23. Genetic
Sesat pikir yang selanjutnya yaitu genetic, di mana seseorang cenderung menganggap bahwa suatu argumen tidak valid atau tidak bisa dipercaya hanya karena datang dari siapa yang berbicara atau dari mana datangnya.
Kesalahan ini dimulai dengan cara memanfaatkan persepsi negatif tentang subjek asal berita tersebut sehingga membuat subjek yang mengeluarkan argumen terlihat buruk.
24. Special pleading
Terakhir, elo juga harus mengetahui jenis logical fallacy yang disebut special pleading. Jenis yang ini cenderung membela dirinya sendiri dengan membuat pengecualian dari argumen atau klaimnya yang terbukti salah.
Ia mencoba untuk membuat pembelaan diri dan beranggapan kalau argumennya itu benar dan berusaha untuk meyakinkan para pendengarnya.
Dalam artian lain, orang tersebut tidak mau atau enggan disebut sebagai orang bodoh.
Baca Juga: Pemikiran Socrates – Kenapa Socrates Benci Demokrasi?
Itu dia pengertian dari logical fallacy dan jenis-jenisnya yang perlu elo ketahui. Sebagai seorang terpelajar, ada baiknya Sobat Zenius mulai memakai logika dengan bijak sejak dini.
Dengan demikian, elo akan terhindar dari praktik sesat pikir yang dilakukan oleh orang lain dan dapat berpikir dengan jernih. Tetap tanam sikap kritis dalam diri, ya, Sobat Zenius!
Nah, biar makin terasah fundamental skill-nya dan terhindar dari logical fallacy, elo wajib coba fitur ZenCore dari Zenius. Langsung aja klik gambar di bawah ini, ya. Gratis!
Guys, di aplikasi Zenius ada banyak materi yang bisa elo pelajarin! Selain itu, ada Zenius punya beberapa paket belajar yang sesuai sama kebutuhan elo. Belajar bareng Zenius nggak sekedar menghafal, tetapi juga belajar konsepnya sampai paham. Yuk, segera berlangganan Zenius dengan klik banner di bawah ini!
Referensi:
What is a Logical Fallacy? – Thoughtco. (2019)
Leave a Comment