Bagaimana perjuangan perempuan di seluruh dunia buat menuntut kesetaraan hak, sampai akhirnya melahirkan Hari Perempuan Sedunia? Yuk, kepoin selengkapnya!
Sebagai perempuan, gue seneng banget ngeliat para perempuan di zaman sekarang punya tempat penting di masyarakat dan bisa jadi influencer banyak orang. Duo perempuan yang jadi inspirasi buat gue adalah Najwa Shihab dan Maudy Ayunda. Elo pasti kenal kan sama mereka?
Mbak Nana jadi salah satu founder Narasi TV, dan Maudy Ayunda jadi entertainer yang berhasil menempuh studi S2 di Stanford University. Prestasi mereka membuktikan kalau sekarang, nggak ada batasan buat perempuan maju dalam berpendidikan dan berkarir.
Kalau dulu, boro-boro bisa jadi CEO kayak Mbak Nana, atau bisa sekolah S2 kayak Maudy Ayunda. Zaman dulu, segalanya terasa susah buat perempuan. Kalau kerja, gajinya lebih sedikit dibanding laki-laki. Bahkan, perempuan nggak punya hak pilih dalam berpolitik.

Hal itulah yang kemudian melahirkan Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day), yang nunjukin kalau perempuan juga punya kontribusi penting buat dunia. Gimana perjalanan perempuan buat merjuangin hak-haknya itu? Nih, gue ceritain..
Sejarah Hari Perempuan Sedunia
Semua bermula pada Februari 1908. Waktu itu, ribuan perempuan pekerja pabrik garmen di New York City, Amerika Serikat, mogok kerja. Mereka turun ke jalan dan memprotes nasib mereka di tempat kerja. Mereka dapat posisi dan gaji yang lebih rendah dibandingkan laki-laki di tempat kerja. Padahal, beban kerja mereka sama. Selain itu, mereka juga mengalami pelecehan seksual di tempat kerja.
Aksi besar itu menggugah hati para petinggi Partai Sosialis Amerika. Partai ini merupakan salah satu partai utama di AS yang menaruh perhatian sama kelompok pekerja industri, feminis, dan imigran.

So, setahun kemudian, Partai Sosialis Amerika menetapkan Hari Perempuan Nasional buat memperingati aksi tersebut. Hari Perempuan Nasional kemudian diperingati mulai 28 Februari 1909 di AS, setiap Minggu terakhir Februari. Hari Minggu dipilih agar para buruh perempuan bisa ikut ngerayain.
Pada tahun 1910, Konferensi Internasional Pekerja Perempuan diselenggarakan di Kopenhagen, Denmark. Dalam konferensi itu, sosialis Jerman bernama Luise Zietz ngusulin agar Hari Perempuan dijadikan acara tahunan. Sosialis Jerman lainnya, Clara Zetkin, setuju sama ide Zietz. Zetkin juga mengusulkan agar Hari Perempuan nggak hanya dirayakan di AS aja, tetapi juga setiap negara.

Lebih dari 100 perempuan dari 17 negara yang mewakili serikat pekerja, partai sosialis, dan klub pekerja perempuan menyambut saran Zetkin. Hasilnya, konferensi itu menyatakan lahirnya Hari Perempuan Sedunia. Namun, belum ada tanggal pasti, kapan Hari Perempuan Sedunia diperingati.
Setelah keputusan konferensi itu disepakati, konsep Hari Perempuan jadi populer di Eropa. Pada 19 Maret 1911, Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss jadi negara yang secara resmi merayakan Hari Perempuan Sedunia untuk pertama kalinya. Lebih dari sejuta perempuan dan laki-laki mengkampanyekan kesetaraan gender, menuntut agar perempuan dikasih hak buat nggak didiskriminasi di tempat kerja, punya jabatan publik, dan hak pilih.
“Bentar deh..kesetaraan gender itu apaan? Terus, kenapa laki-laki juga ikut demo?”
Menurut UN Women, kesetaraan gender adalah ketika baik laki-laki maupun perempuan punya hak, tanggung jawab, dan kesempatan yang sama untuk bebas nentuin keputusan sendiri dalam hal finansial, pendidikan, dan pengembangan pribadi. Kesetaraan nggak melulu menuntut hak perempuan, tetapi gimana pemenuhan kepentingan, kebutuhan, dan prioritas perempuan maupun laki-laki bisa seimbang. So, tanpa peran laki-laki, kesetaraan gender nggak bisa terpenuhi.

Baca juga: Yang Dihadapi Korban Kekerasan Seksual Setelah Speak Up…
“Bread and Roses”
However, perayaan Hari Perempuan Sedunia nggak langsung bikin para buruh perempuan di dunia auto mendapatkan kesetaraan hak dengan laki-laki. Masih ada aja tempat kerja yang belum ngasih upah yang layak buat perempuan, termasuk di pabrik kapas Everett Mills, Massachusetts, AS.
Pada 11 Januari 1912, para buruh perempuan dan anak-anak perempuan mogok kerja karena gaji mereka rendah. Waktu itu, Undang-Undang Massachusetts yang baru diberlakukan menyatakan kalau jam kerja perempuan dan anak-anak dikurangi dari 56 menjadi 54 jam. Namun, pemilik pabrik memanfaatkan itu buat memotong upah mingguan mereka sebesar 32 sen. Di tahun segitu, setiap sen berharga banget.

So, aksi mogok para pekerja Everett Mills itu menyebar ke pabrik-pabrik lainnya. Lebih dari 25.000 pekerja perempuan dari 11 pabrik bersatu buat mogok kerja. Selama berhari-hari, mereka turun ke jalan dan menyampaikan pidato yang emosional. Spanduk-spanduk mereka bertuliskan “We want bread, and roses too!” Jadinya, aksi itu disebut sebagai “Bread and Roses”.
Baca juga: Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789
“Bread and Peace”
Setahun kemudian, aksi yang nggak beda jauh terjadi di Rusia. Para perempuan di Rusia merayakan Hari Perempuan Sedunia untuk pertama kalinya dengan menuntut agar mereka dikasih hak pilih. Perayaan pertama mereka itu dilakukan pada 23 Februari 1913.
Namun, waktu itu, Perang Dunia 1 lagi memanas. Elo bisa baca di sini tentang gimana kondisi dunia saat Perang Dunia 1. Sehingga, gerakan perempuan di Rusia sempat terhenti.
Pada tahun 1917, para perempuan di Rusia udah nggak tahan lagi. Dengan dipimpin oleh aktivis perempuan bernama Alexandra Kollontai, ribuan perempuan kembali unjuk rasa di kota Saint Petersburg. Dalam kalender Rusia, peristiwa itu terjadi pada 23 Februari 1917. Namun, kalau dalam kalender Gregorian (kalender Masehi kita sekarang), aksi tersebut terjadi pada 8 Maret 1917.

Kalau di AS tadi namanya “Bread and Roses”, unjuk rasa di Rusia bernama “Bread and Peace.”
“Kenapa lagi-lagi ada rotinya?”
Soalnya, waktu itu, orang-orang Rusia kelaparan. Lebih dari 2 juta tentara juga tewas akibat kalah perang. Kondisi negara sudah kacau deh pokoknya. So, para perempuan cuma ingin bisa makan lagi, yang mana makanan mereka saat itu adalah roti.
Selain itu, mereka juga kembali menuntut hak pilih mereka dan perang segera berakhir. Puncaknya, Kaisar Rusia saat itu, Tsar Nicholas II, diminta turun takhta, karena dianggap udah nggak bisa ngurusin rakyatnya lagi.
Unjuk rasa para perempuan tersebut benar-benar impactful banget. Nggak ada seminggu setelah unjuk rasa, Tsar Nicholas II turun takhta, dan Kekaisaran Rusia berakhir. Revolusi Rusia pun terjadi. Hingga akhirnya, pemerintah sementara pengganti Nicholas II mewujudkan tuntutan para perempuan, yaitu dikasih hak pilih.
Sebagai pengakuan atas Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day), pendiri Partai Komunis yang kemudian menguasai Rusia, Vladimir Lenin, menjadikannya hari libur nasional mulai tahun 1917. Negara Komunis lain seperti Spanyol dan Tiongkok ngikutin langkah Rusia, menjadikan Hari Perempuan Sedunia sebagai hari libur nasional.
Peresmian Hari Perempuan Sedunia
Setelah negara-negara sosialis dan komunis ngerayain Hari Perempuan Sedunia sampai pertengahan tahun 1970-an, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya merayakan Hari Perempuan Sedunia untuk pertama kalinya pada tahun 1975. Dua tahun kemudian, pada Desember 1977, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi Thirty Second Session. Salah satu isinya, PBB mengakui partisipasi perempuan dalam meningkatkan perdamaian dan keamanan internasional.

Gerakan perempuan di Rusia pada 8 Maret 1917 dianggap sebagai tonggak sejarah gerakan kontribusi perempuan buat dunia. So, 8 Maret kemudian ditetapkan sebagai Hari Perempuan Sedunia. PBB nyaranin semua negara anggotanya buat ngerayain Hari Perempuan Sedunia setiap tahunnya.

Sejak saat itu, Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day) dirayakan di berbagai dunia sampai sekarang. Hari Perempuan Sedunia dirayakan di lebih dari 100 negara, dan 25 negara menjadikannya sebagai hari libur nasional. Hari Perempuan Sedunia jadi penanda bagaimana perempuan berkontribusi dalam kesetaraan gender di bidang sosial, politik, dan ekonomi.

Btw, tema Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day) versi UN Women tahun ini adalah “Gender equality today for a sustainable tomorrow”. Menurut elo, posisi apa saja yang seharusnya diisi lebih banyak perempuan? Kasih tahu gue di kolom komentar ya!
Baca Juga Artikel Lainnya
Maya Angelou, Perempuan Inspiratif dengan Kisah Hidupnya yang Pahit
Peran Perempuan di Balik Sumpah Pemuda
Pratiwi Sudarmono, Astronot Perempuan Pertama di Asia
Referensi
Menurutku semua posisi seharusnya bisa diisi setara oleh laki-laki maupun perempuan. Salah satunya di bidang politik dalam kepemimpinan dan pembuatan kebijakan atau keputusan, perempuan seharusnya bisa berpartisipasi sama dengan laki-laki agar bisa menyampaikan dan mewujudkan aspirasinya.