Sesama perempuan kan seharusnya saling pengertian, tapi kenapa ibu dan anak perempuan malah sering berantem? Untuk memperingati Hari Ibu Nasional, yuk cari tahu penyebabnya!
Berhubung 22 Desember merupakan Hari Ibu Nasional, gue mau cerita sedikit nih, tentang hubungan gue dan ibu selama gue menjalani WFH (Work From Home).
Jadi, sejak menjalani WFH selama 1 tahun 9 bulan, gue mengalami keresahan tentang hubungan gue sama ibu. Sebab, gue merasa hubungan gue dan ibu berubah atau memang ini gue berada di fase dewasa, ya?
Dulu, pas gue jadi anak rantau, gue memastikan komunikasi kita selalu terjaga, karena kebetulan orang tua yang gue punya tinggal ibu. Nah, ketika WFH, otomatis gue pulang kampung dan serumah lagi sama ibu. Selama WFH, banyak hal-hal yang mengubah pemikiran gue tentang hubungan gue sama ibu gue.
Iya sih, sebelum gue kuliah, gue udah 17 tahun serumah sama ibu gue. Tapi, sekarang kan gue udah dewasa ya, banyak hal yang terjadi. Itu mengubah situasi.
Selama gue serumah lagi sama ibu gue dalam waktu yang cukup lama, ada hal-hal yang rasanya kita sering beda pendapat gitu. Gue merasa, ternyata banyak perbedaan yang gue miliki sama ibu gue.
Ada beberapa kondisi ketika apa yang gue lakuin di rumah jadi salah di mata ibu gue. Entah itu dalam hal masak, nyuci, bersih-bersih rumah, pokoknya cara kita ngurus rumah itu beda. Cara yang gue ciptain sendiri itu dianggap salah sama ibu gue. Ibu gue ngerasa, caranya lah yang bener dan lebih tepat.
Awalnya, gue takut kalau jangan-jangan gue jadi ‘anak durhaka’ hanya karena cara gue dan ibu berbeda dalam melakukan sesuatu. Gue pun cerita ke teman perempuan cuek. Kebetulan, teman gue itu juga lagi WFH.
Dan ternyata, dia ngalamin nasib yang sama kayak gue. Kita malah jadi adu nasib.
Teman gue juga bilang, dia justru lebih sering cekcok sama ibunya daripada sama bapaknya. Bahkan, dia ngerasa klop sama pemikiran bapaknya.
Gue jadi mikir, “Anak perempuan dan ibunya kan sama-sama perempuan, seharusnya punya pemikiran yang sama, bisa saling mengerti satu sama lain. Tapi kok, malah lebih sering bertengkar ya?”
Pengalaman itu bikin gue penasaran buat nyari akar permasalahannya. Gue ingin ngajak elo memaknai Hari Ibu Nasional secara berbeda, dengan mengungkap dibalik battle antara ibu dan anak perempuan.
Ikatan Ibu dan Anak Perempuan Sebenarnya Lebih Kuat Dibandingkan Siapapun
Sebelum gue mengungkap misteri konflik antara ibu dan anak perempuan, gue mau ngasih tahu satu fun fact: ikatan ibu dan anak perempuan justru lebih kuat dibandingkan siapapun.
Mengapa bisa begitu ya?
Begini mulanya. Ketika kita lahir ke dunia ini, pastinya kita membawa warisan genetik dari orang tua. Bisa saja wajah elo mirip ibu atau kebiasaan elo naruh handuk di atas kasur diturunin dari bapak. Yang jelas, sesedikit apa pun, kombinasi ciri fisik dan perilaku orang tua bakal nurun ke kita, lho. Elo bisa baca selengkapnya tentang pewarisan genetik itu di sini, ya.
“Muka gue mah mirip bapak gue. Kelakuan gue juga enggak ada mirip-miripnya sama ibu. Terus, ikatan kuatnya dari mana?”
Sebenarnya, ada hal unik yang diwariskan ibu ke anak perempuannya. Ini pun gue pelajari dari The Journal of Neuroscience berjudul “Female-Specific Intergenerational Transmission Patterns of the Human Corticolimbic Circuitry”.
Jadi, di dalam otak kita tuh, ada yang namanya sistem kortikolimbik. Sistem ini fungsinya buat mengatur bagaimana kita berperilaku, bertindak, dan mengatur emosi.
Ternyata, ada hubungan positif antara sistem kortikolimbik di dalam otak ibu dan otak anak perempuannya. Ada semacam pola terkait emosi yang yang diturunkan dari ibu ke anak perempuannya. Hal ini membuat ikatan ibu dan anak perempuan punya ikatan emosional yang lebih kuat dibandingkan ibu dan anak laki-laki, ayah dan anak laki-laki, serta ayah dan anak perempuannya.
Artinya, ketika anak perempuan lagi ada masalah, ibu adalah orang pertama yang peka. Dia mikir, “Anak gue kenapa ya, kok, kayaknya galau gitu?”
Ikatan batin ibu dan anak perempuannya yang kuat juga bikin ibu cenderung milih anak perempuannya kalau ada apa-apa. Misalnya, kalau ibu lagi banyak duit, duitnya lebih banyak dihabisin buat anak perempuannya. Sedangkan, si bapak lebih suka ngasih uang ke anak laki-lakinya.
Baca juga: Pentingnya ASI Eksklusif Bagi Ibu dan Bayi
Kalau Ikatannya Lebih Kuat, Kenapa Ibu dan Anak Perempuannya Malah Sering Berantem?
Jadi, ibu tuh, sebetulnya sayang banget sama anak perempuannya, lho. Namun, bukan berarti ibu enggak sayang sama anak laki-lakinya. Sayang, kok, hanya rasanya lebih besar ke anak perempuan. Ini sesuai dari penelitian di atas ya.
Terus, kalau emang ibu punya ikatan yang kuat banget sama anak perempuannya dibanding anak laki-laki, kenapa mereka malah sering beda pendapat?
Gue kasih tahu nih jawabannya…
Berawal dari Ibu yang Menaruh Ekspektasi ke Anak Perempuannya
Ekspektasi dari ibu ini bisa jadi karena bedanya pola asuh orang tuanya terdahulu. Ya, seperti yang kita sama-sama tahu, ibu elo dibesarkan dengan metode pola asuh dari baby boomers. Yap, baby boomers yang lahir dari 1946-1964 ini terkenal dengan ketangguhannya, cara didiknya yang keras karena kehidupannya saat itu juga keras, dan cenderung terfokus pada satu hal, seperti keluarga.
Jadinya, ibu kita yang tumbuh dengan didikan nenek elo yang seperti itu. Ibu kita dididik buat ngelakuin sesuatu yang sesuai dengan cara nenek. Kalau cara dan perilakunya beda, dianggap nggak patuh sama orang tua.
Misalnya, nenek elo benar-benar ngajarin cara nyuci yang benar versi dia itu gimana, ngupas bawang yang benar kayak gimana, makan bubur ayam yang benar itu diaduk apa enggak, dan semacamnya. Kalau enggak pakai cara itu, maka elo bakal dianggap salah.
Ditambah, sistem sosial dan budaya di Indonesia menetapkan kehidupan perempuan hanya sebatas sumur, dapur, dan kasur. Perempuan bakal dianggap ‘benar-benar perempuan’ kalau bisa ngurus rumah, bisa masak, dan bisa ngerawat keluarga dengan baik. Pemahaman ini diturunkan dari generasi ke generasi.
Alhasil, ibu elo cenderung itu-itu aja dalam melakukan sesuatu. Dia mager buat menghadapi perubahan dari kebiasaan yang dilakuin.
Hingga akhirnya, ketika ibu ngelahirin elo, dia merasa bahwa ajaran nenek elo harus diterapkan dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Ibu pengen, elo sama kayak dia dalam hal kebiasaan. Ibu berharap, semua yang kita lakuin sesuai dengan cara yang dilakukan ibu selama ini.
Ekspektasi Ibu Justru Mengendalikan Hidup Anak
Karena ibu menaruh ekspektasi ke anak perempuannya, dia jadi bergantung ke anak perempuannya, apalagi anak sulung perempuan. Ibu ngerasa udah ngedidik anak perempuannya dengan benar (versinya), dan bikin anak ceweknya jadi “bener-bener perempuan” (versinya juga). Kalau ada apa-apa, ibu pengen anak perempuannya menggantikan posisinya buat ngurusin hal-hal seputar rumah tangga.
Ibu ngerasa, elo bertanggung jawab ngurus rumah kalau dia lagi nggak bisa survive. Kalau elo nggak ngelakuin, elo dianggap enggak bertanggung jawab dan bukan ‘anak perempuan yang sebenarnya’. Inilah yang bikin ibu sering ngomel ke kita.
Menggantungkan harapan bikin ibu jadi mengontrol kehidupan anak perempuannya. “Dia harus gini, biar nggak gini kayak gue dulu.” Jadinya, ibu cenderung ngatur lah.
“Jadi cewek itu harusnya gini…”
“Kamu itu cewek, jangan gini dong…”
“Kan ibu udah bilang kalau yang bener itu gini…”
Segala cara yang dilakukan ibu selama ini dianggap sebagai sebuah kebenaran mutlak, ya karena diturunkan dari pola parenting-nya nenek. Jadi ya … rasanya kayak enggak ngasih kebebasan anak perempuannya buat ngelakuin hal dengan caranya sendiri.
Selain itu, ibu mengontrol kehidupan anak perempuannya karena mungkin pernah ngerasain pahitnya kegagalan dan impian yang enggak bisa jadi kenyataan.
Misalnya, waktu ibu seusia elo, ibu ingin banget ngelanjutin sekolah atau nyari cuan. Tapi, budayanya saat itu adalah “Udah deh, habis sekolah nikah aja. Perempuan cukup di rumah aja ngurusin rumah.” Ibu elo jadi gagal mengejar impiannya.
Dari kegagalan itu, ibu nggak mau elo ngerasain pahitnya kegagalan. Ibu ingin elo jadi orang yang jauh lebih sukses daripada dia. Tapi, kadang niat baik ibu dilakukan dengan cara yang mungkin enggak tepat, seperti milihin jalur yang sebenarnya enggak disukai anaknya.
Anak Perempuan Ngerasa Enggak Cocok sama Cara Kerja Ibunya
Sementara itu, elo enggak cocok sama sistem yang dianut ibu elo. Elo ngerasa berada di dua generasi yang berbeda, dan emang kenyataannya gitu. Elo adalah generasi Z, dengan karakter yang beda jauh sama angkatan ibu elo.
Gen Z yang lahir pada 1997-2021 lebih logis, realistis, terbuka terhadap kesempatan dan perubahan, dan mudah menyampaikan pendapat. Itu semua terjadi karena zaman yang semakin maju.
Jiwa gen Z bikin kita menjadi manusia yang membutuhkan kebebasan dalam melakukan apa pun. Elo merasa, aturan di zaman ibu saat masih muda udah enggak cocok buat diterapkan di zaman sekarang.
Pastinya, elo ingin bisa nentuin keputusan sendiri dalam melakukan berbagai hal, seperti mau sekolah di mana, ngambil jurusan apa, cara jemur pakaian digantung apa dijepit, sampai keputusan makan bubur ayam enaknya diaduk apa enggak.
Mungkin elo bertanya-tanya:
“Emang cewek yang bener itu harus ngelakuin ini ya? Kalau ngelakuin yang itu, berarti gue nggak cewek sepenuhnya dong?”
“Terus kalau gue enggak ngelakuin ini, apa gue jadi anak durhaka?”
“Masa’ sih, gue enggak boleh gini?”
Sementara itu, ibu elo yang dibesarkan orang tua angkatan baby boomers ngerasa bahwa perubahan yang terjadi karena kemajuan zaman bisa menjadi hambatan. Soalnya, nilai-nilai yang ditanamkan nenek ke ibu elo mulai luntur.
“Ini anak ya, dibilangin kok, ngeyel.”
“Anak ya harusnya nurut sama orang tua.”
Perbedaan pandangan antar generasi akibat perubahan itulah, yang bisa menyebabkan konflik. Ibu dan anak jadi ngerasa paling bener sendiri.
Sebenarnya, ada faktor lain yang bikin ibu marah ketika elo ngelakuin hal yang ingin elo lakukan. Bisa jadi karena ibu cemburu nih, sama elo.
“Hah, ibu cemburu sama gue? Kok bisa? Masa’ ibu cemburu sama anak sendiri?”
Ya bisa lah. Ketika ibu seusia elo, mungkin dia enggak punya kesempatan buat ngembangin diri. Elo punya kebebasan buat nentuin keputusan dan elo tahu apa yang diinginkan di masa sekarang, dan masyarakat juga enggak protes sama itu karena globalisasi.
Sementara itu, ibu elo dulu ngikut aja sama perintah kakek-nenek elo. Kalau ngelanggar dikit, dikira enggak sesuai sama standar masyarakat.
“Enak ya jadi cewek zaman sekarang. Gue jadi kangen sama masa-masa muda dulu. Coba aja gue waktu muda dikasih kebebasan kayak anak zaman sekarang,” mungkin ibu elo ngebatin gitu dalam hati.
Kebebasan elo yang enggak sesuai dengan pengalamannya di masa muda bikin ibu jadi enggak nyaman, dan melampiaskannya melalui pertengkaran.
Singkat cerita, elo menolak nilai-nilai yang diyakini ibu elo, dan ibu elo juga menganggap nilai-nilai yang kita yakini itu salah. Terjadilah pertengkaran di antara kalian.
Baca juga: Hari Ayah Nasional, Kenapa 12 November?
Agar Hubungan Elo sama Ibu Jadi Harmonis
Nah, gue berharap penjelasan ini bikin elo jadi mengerti ibu, ya. Jadi, buat elo, mau perempuan atau laki-laki yang sering berbeda pendapat, enggak perlu putus asa. Masih ada kesempatan kok buat kalian akur dan punya hubungan yang dekat.
Gue ada tips nih biar hubungan kalian enggak renggang, jadi harmonis, dan bisa bikin kalian jadi best friend. Hal pertama yang harus elo tahu: communication is the key.
“Gue udah nyoba mengkomunikasikan, tapi masih aja gagal mulu. Ibu tetep enggak mau ngedengerin aku.”
Oke, elo udah berusaha. Kalau memang tetap enggak berhasil, bisa jadi caranya yang kurang tepat. Nah, elo bisa cobain tips berikut ini:
- Persiapkan topik spesifik yang akan elo ungkapin ke ibu. Misalnya, kalian selalu berantem masalah bubur ayam enaknya diaduk apa enggak. Kalau elo tim bubur diaduk, siapkan alasan mengapa elo suka bubur diaduk.
- Pastikan elo ngomong saat mood lagi bagus. Ya, gue tahu sih, kalau kesel tuh, rasanya mau meledak. Tapi, alangkah lebih baik kalau elo menenangkan diri dulu. Hindari bicara dengan ibu saat marah ya. Kalau marah, bisa jadi elo bakal perang dunia dengan ibu, enggak mau gitu kan?
- Gunakan nada bicara yang enggak nyolot. Sampaikan argumentasi dengan tenang, biar enggak terdengar nyolot sama ibu. Ibu pun akan mendengarnya dengan penuh pengertian sehingga tidak menyebabkan kesalahpahaman.
- Saatnya eksekusi. Ungkapin sesuai langkah 1-3 di atas. Kalau ibu elo ngejawabnya sampai ke mana-mana, jangan mudah kepancing. Tetap arahin pembicaraan sesuai masalah yang mau omongin. Ngomong juga ke ibu kalau elo mau fokus buat ngobrolin hal-hal yang pengen elo obrolin aja.
- Enggak perlu bela diri sendiri. Akui kalau elo sebagai anak juga punya kekurangan, tapi elo juga ngasih masukan buat ibu tanpa terasa menggurui. Elo juga perlu ngasih kesempatan ibu untuk ngasih masukan ke elo. Itu menunjukkan kalau elo menghargai ibu dan wawasan yang dimiliki sebagai orang yang banyak makan asam garam kehidupan. Dengan elo menghargai masukannya, ibu akan merasa dibutuhkan.
Gue kasih contoh keseluruhan aja lah ya. Barangkali bisa elo jadi referensi.
Misalnya, elo sering jengkel sama ibu karena diomelin terus. Dianggap enggak pernah bantu-bantu di rumah lah, enggak belajar lah, kebanyakan main HP lah. Saatnya elo speak up. Ngungkapin perasaan ke gebetan aja bisa, masa’ ke ibu sendiri enggak?
Bilang: “Bu/Ma/Mi, aku mau ngomong serius nih.” (duduk ngedeketin ibu, tatap matanya, pasang wajah penuh kedamaian, atur suara setenang mungkin).
“Aku sebenernya enggak begitu nyaman kalau ibu ngira aku enggak pernah bantu-bantu di rumah. Aku kan udah bantu nyapu, ngepel, nyuci baju, nyuci piring. Maaf kalau mungkin bantuanku selama ini kurang, tapi aku udah berusaha maksimal buat bantu ibu, kok. Aku cuma mau ngungkapin perasaanku aja biar ibu tahu. Ibu juga boleh ngomongin keluhan ibu tentang aku, biar kita sama-sama tahu, biar enggak ada kesalahpahaman lagi.”
Iya, memang nulis doang mah rasanya gampang, tapi praktiknya mungkin sulit :’) tapi, tanpa mencoba, elo akan terus ngerasa nyesek karena serba salah mulu di rumah. Elo juga akan selalu menebak-nebak ibu elo sebenarnya maunya apa.
Mendem perasaan ke gebetan aja enggak enak kan, apalagi mendem rasa serba salah di depan ibu yang tiap hari papasan terus di dalam rumah?
Pedekate sama Ibu dengan Love Language yang Tepat
Nah, itu baru langkah awal banget buat menjalin komunikasi dua arah dengan ibu. Kalau tips di atas udah bekerja dengan baik, elo bisa mengembangkan hubungan dengan ibu melalui love language.
Apaan tuh, love language?
So, love language (bahasa cinta) merupakan cara yang disukai seseorang buat mengekspresikan kasih sayang kepada orang lain, maupun menerima kasih sayang dari orang lain.
Ada lima jenis love language, antara lain word of affirmation (melalui kata-kata), quality time (menghabiskan waktu bersama), physical touch (sentuhan fisik), act of service (melakukan hal-hal yang bisa membantu), dan receiving gifts (ngasih maupun diberi hadiah).
Dengan tahu apa love language ibu, elo jadi tahu dengan cara apa elo akan bersikap kepada beliau.
“Tapi gue nggak tahu love language ibu gue apa, gue nggak begitu deket soalnya.”
Lo sebenarnya bisa mendeteksi love language ibu dengan berbagai cara:
- Perhatiin gimana ibu mengekspresikan kasih sayangnya ke elo.
Misalnya, kalau elo lagi marahan sama ibu, terus besoknya beliau beliin elo pakaian baru, padahal kalian belum resmi ngobrol lagi. Itu berarti, love language ibu elo adalah receiving gifts. Dia lebih suka menunjukkan kasih sayang atau rasa bersalahnya karena cekcok sama elo melalui hadiah.
- Amati gimana ibu elo mengekspresikan kasih sayangnya ke anggota keluarga yang lain.
Bisa jadi, love language ibu ke adik/kakak/bapak elo berbeda dari cara beliau mengekspresikan rasa sayangnya ke elo.
Contoh: Ibu sering keluar berdua sama bapak. Beliau kemudian bikin Whatsapp Story, “Jalan-jalan dulu sama kesayangan. (emot jempol)”.
Itu berarti, love language ibu elo bisa jadi quality time. Beliau suka menghabiskan waktu bersama orang yang dia sayangi.
Contoh lain, kalau misal elo punya adik, adik elo punya nilai yang bagus dan dapat ranking di sekolah. Ibu upload foto adik elo di WhatsApp Story dan nulis, “Selamat anakku yang pintar, dapat juara 1 di kelas. Pintar terus ya, Nak. Ibu sayang kamu.”
Itu berarti, love language ibu elo bisa jadi word of affirmation. Beliau lebih bisa mengekspresikan perasaan melalui kata-kata pujian.
- Dengerin apa yang paling sering diminta ibu ke keluarga.
“Badan ibu pegel semua nih. Pijitin dong, Nak, biar ibu nggak capek lagi.”
Ini jadi pertanda kalau love language ibu elo adalah act of service. Dia bakal seneng banget kalau diperhatiin dalam bentuk tindakan.
Atau, ibu elo upload gambar model perempuan yang pakai pakaian bagus di WhatsApp Story, dengan caption “Bajunya bagus, ada yang mau beliin?” (emot mata lope-lope).
Ini bisa jadi kode nih, kalau bahasa cinta ibu lo adalah receiving gifts. Hadiah bikin beliau jadi senang.
Merayakan Hari Ibu Nasional Sesuai Love Language
Elo bisa push rank hubungan sama ibu saat Hari Ibu Nasional. Nih, gue kasih list yang bisa elo lakuin di Hari Ibu Nasional buat ngungkapin rasa sayang ke ibu, dan bikin hubungan kalian jadi hangat!
- Physical touch = peluk ibu, pegang tangan ibu, cipika-cipiki, gelendotan pas lagi santuy nonton TV bareng.
- Quality time = ngajak jalan-jalan, makan berdua di luar, rebahan di samping ibu sambil ngobrolin kerasnya kehidupan, ngelakuin aktivitas bareng di rumah, ngajak short trip seharian.
- Word of affirmation = kasih pujian atau apresiasi melalui kata-kata, seperti “Makasih ya Bu/Ma/Mi, udah……..”, “Ih ibu keren deh, udah……” “Aku bangga sama ibu”, “Masakan ibu enak,” dan semacamnya.
Biar makin so sweet, elo juga bisa bikin surat spesial saat Hari Ibu Nasional. Isinya, elo berterima kasih sama ibu karena udah ngelahirin dan ngerawat elo dengan baik, sampai elo bisa jadi kayak sekarang.
- Act of service = menggantikan ibu bersihin rumah dan ngurus dapur, masakin masakan kesukaan ibu, dan ngambil alih aktivitas lain yang biasanya dikerjain ibu sendiri di rumah. Kalau nge-laundry, elo bisa nganterin cucian ke laundry-an sekalian. Pokoknya, seharian itu, perlakukan ibu kayak ratu kerajaan. Tapi ya jangan cuma pas Hari Ibu Nasional aja.
- Receiving gifts = beliin makanan favorit ibu, check out pakaian buat ibu di Shopee, bikin kado buatan tangan elo sendiri buat beliau. Intinya, kasih hadiah apa pun yang disukai.
Penutup
Sebagai seorang anak, gue juga belajar bareng sama elo melalui tulisan yang gue bikin ini. Gue jadi introspeksi sama perilaku gue selama ini ke ibu. “Apa jangan-jangan gue aja yang terlalu enggak bisa ngelihat kebaikan dari adanya perbedaan?”
Gue sadar, kalau ibu gue tetaplah ibu gue. Kita nggak bisa nuntut ibu buat benar-benar sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kita dan ibu kita dilahirkan oleh generasi yang berbeda, dengan cara pandang kehidupan yang berbeda pula. Jadi, kenapa kita enggak fokus aja buat mengapresiasi hal-hal positif dan perjuangan yang selama ini dilakukan ibu buat kita?
Semoga penjelasan gue ini bisa bikin elo semakin paham menghadapi masalah dengan ibu, ya. Enggak perlu pusing, cobain dulu tips yang udah gue kasih di atas.
Yuk, saatnya kita berani mengungkapkan perasaan secara terbuka ke ibu. Gunakan waktu yang tersisa di hidup kita untuk bikin momen indah sama ibu. Karena, nggak bakal ada yang tahu kapan momen itu hanya akan jadi kenangan.
Selamat Hari Ibu Nasional! Yuk langsung samperin ibu elo langsung, jangan cuma ngucapin di Insta Story doang! 😀
Baca Juga Artikel Lainnya
Hari Anak Nasional Diperingati Saat Pandemi, Apa Pentingnya?
Iya, Gua Emang Bukan Anak Pinter. Terus Gimana Dong?
Cara Mengatur Uang untuk Anak Sekolah
Referensi
Leave a Comment