Hai teman-teman, ini kembali lagi dengan gue Haikal. Beberapa waktu lalu, gue sempat menulis tentang negara itu gunanya buat apa sih. Nah, salah satu fungsi negara yang paling penting itu adalah untuk menjaga keamanan dan menegakkan hukum, agar masyarakat tidak jatuh ke dalam kekerasan dan kepemimpinan diktator yang menimbulkan kekacauan.
Catatan sejarah dan arkeologis sudah membuktikan bahwa, institusi negara telah berhasil mengurangi kekerasan dalam jumlah yang sangat signifikan, dan menciptakan keteraturan di dalam masyarakat. Sebelum adanya negara, misalnya ketika manusia masih tinggal di dalam suku-suku pemburu pengumpul, tingkat kekerasan dan perang sangat tinggi, hingga berkali-kali lipat dari saat ini.
Namun, bukan berarti lantas masalah menjadi selesai lho. Berdirinya negara memang telah berhasil mengurangi tingkat kekerasan dan perang, tetapi, dengan adanya negara, muncul masalah baru lain. Negara sebagai lembaga yang memonopoli wewenang untuk melakukan kekerasan secara sah telah memunculkan banyak pemimpin yang berkuasa secara sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
Kalau kalian merupakan penggemar sejarah, pasti kalian dengan sangat mudah bisa menemukan berbagai catatan berbagai pemimpin dan penguasa yang gemar bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat yang dipimpinnya di berbagai wilayah dari berbagai masa. Hal ini bukan hanya terjadi di masa lalu. Hingga hari ini, tidak sedikit negara yang dipimpin oleh penguasa diktator, yang tidak jarang kerap merampas hak warganya demi keuntungan dirinya sendiri.
Lantas, bila demikian, gimana dong cara mencegah atau setidaknya meminimalisir kemungkinan munculnya pemimpin yang diktator? Kira-kira, ada ga ya solusi untuk membangun negara tanpa harus ada penguasa yang bisa bertindak seenaknya sendiri?
*****
Pertanyaan mengenai bagaimana cara menghindari penguasa diktator dan sewenang-wenang ini bukan merupakan pertanyaan yang baru lho. Sudah selama berabad-abad, para filsuf, seniman, penulis, dan pemikir politik berusaha mendiskusikan mengenai bagaimana sistem yang ideal sehingga kita bisa menghindari tinggal di bawah kekuasaan para tiran dan diktator.
Dua ribu tahun yang lalu, tepatnya di abad pertama masehi, ada seorang penyair dan penulis Romawi bernama Decimus Junius Juvenalis, atau yang dikenal juga dengan nama Juvenal. Juvenal menulis berbagai tulisan puisi satire, di mana dia mengkritik masyarakat dan penguasa Romawi di tempat ia hidup.
Ada salah satu kata-kata dari Juvenalis yang sangat terkenal dan masih terus relevan sampai hari ini. Dalam bahasa latin, yang merupakan bahasa yang digunakan oleh Bangsa Romawi, kata-kata tersebut berbunyi “Quis custodiet ipsos custodes?”, atau terjemahannya, “Who will guard the guards themselves?” (Apakah para penjaga akan dirinya sendiri?).
Nah, kata-kata ini diinterpretasi oleh banyak pihak sebagai salah satu peringatan mengenai bahaya kekuasan yang tirani dan sewenang-wenang menimbulkan kepemimpinan diktator. Memang, sebagaimana yang dikatakan Thomas Hobbes dipaparkan di artikel sebelumnya, kalau memang fungsi dari adanya negara adalah untuk menjaga keamanan di masyarakat, terus siapa dong yang menjaga mereka yang bertugas sebagai penjaga? Dengan kata lain, kalau orang-orang yang bertugas menjadi penjaga masyarakat, dalam hal ini pemerintah, tidak ada yang menjaga, bukankah hal tersebut akan membuka pintu bagi orang-orang tersebut untuk menjadi diktator?
*****
Perumusan Hukum agar Terhindar Kepemimpinan Diktator
Lompat 16 abad kemudian, pertanyaan ini juga menjadi hal yang dibahas oleh seorang filsuf dan pemikir politik asal Prancis, bernama Montesquieu.
Di dalam bukunya yang berjudul “The Spirits of Laws” (terbit tahun 1748), Montesquieu menulis pentingnya kita membagi kekuasaan (atau kalau istilah yang dipakai oleh Montesquieu, “mendistribusikan kekuasaan”) yang dimiliki oleh pemerintah.
Terus gimana sih menurut Montesquieu pembagian kekuasaan pemerintah yang ideal?
Dalam bukunya, filsuf kelahiran Prancis tersebut menulis bahwa, semua pemerintahan di berbagai negara setidaknya memiliki tiga fungsi agar terhindar dari diktator.
Hal pertama adalah legislatif, yakni sebagai perancang dan pembuat hukum. Yang kedua adalah eksekutif, yakni sebagai yang memberlakukan hukum yang sudah dibuat, misalnya menjaga keamanan publik dan mengirim diplomat sebagai perwakilan ke negara lain. Sementara yang ketiga adalah yudikatif, yang memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman bagi mereka yang melanggar hukum, dan menjadi wasit untuk memutuskan bila ada perselisihan antar anggota masyarakat.
(Montesquieu. Sumber gambar: Wikipedia)
Montesquieu menulis bahwa tiga fungsi ini tidak boleh berada di tangan orang yang sama. Dengan demikian, bila ada salah satu lembaga negara tersebut yang berupaya untuk bertindak sewenang-wenang, maka upaya tersebut akan dapat dicegah oleh lembaga lainnya.
Maksudnya gimana sih?
Contohnya, misalnya di sebuah wilayah, pemerintah, yang merupakan bagian dari lembaga eksekutif, ingin membangun sebuah pabrik. Tapi cara pembangunan tersebut dilakukan secara sewenang-wenang, dengan cara menghancurkan rumah warga setempat, tanpa diberikan ganti rugi sama sekali.
Kalau misalnya negara tersebut menerapkan pemisahan kekuasaan, maka masyarakat memiliki kesempatan untuk melawan kesewenang-wenangan tersebut, salah satunya melalui jalur hukum. Misalnya, dengan menuntut ke lembaga yudikatif atau pengadilan atas keputusan pemerintah untuk melakukan penggusuran tersebut. Kalau misalnya ga ada pemisahan kekuasaan, dan pengadilan juga dikuasai oleh eksekutif, maka tidak mungkin ada yang dapat melawan apabila eksekutif membuat keputusan yang sewenang-wenang.
Buku karya Montesquieu ini lantas membawa pengaruh yang sangat besar, salah satunya di Amerika Serikat ketika negara tersebut lahir pada tahun 1776. Dengan mengacu salah satunya kepada buku yang ditulis oleh Montesquieu tersebut, para pendiri negara Amerika Serikat mengetahui akan bahaya bila memberikan seluruh kekuasaan hanya kepada satu orang dan lembaga.
Di dalam konstitusi Amerika Serikat yang dirancang oleh para pendiri negara tersebut, kekuasaan pemerintah dibagi menjadi dua, yakni pada ranah federal, atau pemerintah pusat, dan juga ranah negara bagian, atau wilayah lokal. Selain itu di ranah pemerintah pusat, seperti yang ditulis oleh Montesquieu, kekuasaan pemerintah juga dibagi menjadi tiga, antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Kongres Amerika Serikat, yang terdiri dari Senat dan DPR sebagai lembaga legislatif, memiliki wewenang untuk membuat hukum dan mendeklarasikan perang dengan negara lain. Presiden sebagai pemimpin lembaga eksekutif memiliki wewenang sebagai kepala angkatan bersenjata dan menjalankan undang-undang yang dibuat oleh Kongres.
Presiden, meskipun tidak memiliki kekuasaan untuk membuat undang-undang, tetapi dapat memveto (atau menyetop) undang-undang yang dibuat oleh Kongres. Kongres dalam hal ini juga bisa membatalkan veto yang dilakukan Presiden, dengan jumlah minimal 2/3 anggota baik di Senat maupun DPR.
Sumber gambar: soapboxpedia.com)
Sementara itu, lembaga yudikatif tertinggi di Amerika Serikat adalah Mahkamah Agung. Anggota Mahkamah Agung sendiri ditunjuk oleh Presiden, dengan persetujuan dari Senat. Kalau misalnya ada aturan yang dianggap melanggar konstitusi, maka masyarakat Amerika bisa menuntut aturan tersebut di Mahkamah Agung untuk segera dicabut. Kongres Amerika Serikat sendiri juga memiliki kekuasaan untuk menurunkan Presiden atau Hakim yang dianggap telah menyalahgunakan kekuasaannya. Ketiga lembaga tersebut pun memiliki kedudukan yang setara, dan tidak ada yang lebih tinggi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.
Dengan demikian, tidak ada satu orang, pihak, atau lembaga apapun yang memiliki potensi menjadi diktator. Semua lembaga saling mengawasi satu sama lain, yang dikenal dengan nama check and balances.
Maka, bila ada satu lembaga atau pihak yang berlaku sewenang-wenang, hal tersebut bisa dihentikan oleh lembaga lainnya.
Tapi, pengaruh Montesquieu itu ga cuma di Amerika Serikat atau Eropa aja lho. Berbagai negara di Afrika, Asia, atau di Amerika Selatan juga banyak yang menyusun sistem politiknya berdasarkan gagasan Montesquieu tentang pemisahan kekuasaan, antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Apakah Indonesia Memberlakukan Pemisahan Kekuasaan agar Terhindar dari Diktator?
Nah, negara kita, Indonesia, juga merupakan salah satu negara yang juga memberlakukan pemisahan kekuasaan tersebut agar terhindar dari kepemimpinan diktator.
Pada tingkat nasional, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berfungsi sebagai lembaga legislatif, Presiden sebagai kepala lembaga eksekutif, dan juga Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memiliki peran sebagai lembaga yudikatif.
Maka dari itu, kalau misalnya kalian mendengar ada yang meminta agar presiden sebagai kepala eksekutif untuk intervensi hasil keputusan pengadilan, karena putusan dianggap salah atau tidak sesuai, maka hal ini merupakan sesuatu yang sangat tidak tepat. Kita boleh kecewa pada putusan pengadilan tersebut, tapi meminta lembaga lain, baik itu eksekutif atau legislatif, untuk mengubah atau mempengaruhi keputusan tersebut adalah sesuatu yang sangat berbahaya, karena melanggar prinsip pemisahan kekuasaan.
Sebagai penutup, pemisahan kekuasaan merupakan hal yang sangat penting. Hal ini merupakan salah satu upaya terbaik untuk mencegah munculnya diktator atau pemerintah yang bertindak sewenang-wenang.
kereen bgt tulisannya gak bikin bosen kak, btw baru tau juga skrng blog zenius makin nyaman banget
Yuk lah lanjut belajar 🙂
zenius dari dulu memang punya blog, kalo dulu banyak tulisan mentor2 senior yg legendaris, coba aja cek2