Elo tahu enggak, di balik kesuksesan Edgar Allan Poe sebagai Bapak Cerita Detektif, dia punya kisah hidup yang penuh tragedi? Yuk, simak kisahnya!
Halo, Sobat Zenius!
Biasanya, kalau gue lagi stres, gue melampiaskan diri dengan nonton film atau baca buku genre horor-thriller. Menurut gue, ketika gue baca atau nonton sesuatu yang menegangkan, stres dalam diri gue jadi keluar.
Satu dari sekian fiksi horor yang menarik bagi gue adalah kumpulan cerpen berjudul The Black Cat and Other Stories (1943) dari Edgar Allan Poe. Gue nggak mau spoiler deh. Yang jelas, buat pecinta fiksi horor, The Black Cat wajib banget buat baca!
Gue gak heran sih. Soalnya, Edgar Allan Poe memang dikenal sebagai Bapak Cerita Detektif dan fiksi horor. Di balik popularitasnya sebagai sastrawan Amerika yang suka nulis cerita dark, Poe juga punya kisah hidup yang dark. Diremehkan, kehilangan, frustrasi, semua udah pernah Poe rasakan.
Yuk, langsung aja gue ceritain tentang Edgar Allan Poe
Awal Kehidupan
Edgar Allan Poe udah harus ngalamin kisah sedih sejak kecil. Dia baru berusia 2,5 tahun, saat ditinggal pergi ayahnya, David Poe. David pergi karena stres dan kebanyakan utang. Dia nggak pernah balik lagi sampai meninggal.
Lima bulan setelah ayahnya meninggal, Poe kehilangan ibunya karena tuberkulosis. Belum aja ulang tahun yang ke-3, Poe udah jadi yatim piatu.
Kebetulan, teman ibu Poe, Frances Allan, belum punya anak. Frances minta izin ke suaminya, John Allan, buat mengasuh Poe. Allan setuju dan mereka menjadi orang tua asuh Poe.
Waktu remaja, Poe udah nunjukin bakatnya dalam bahasa dan menulis syair. Namun, Allan ngeremehin bakat Poe tersebut. Allan cuma ingin Poe belajar buat nerusin bisnis keluarga.
Poe nggak peduli. Dia tetap suka bikin puisi, yang ditulisnya di kertas surat kabar langganan Allan.
Pada usia 17 tahun, Poe masuk kuliah di University of Virginia. Selama kuliah di sini, Poe merasakan jatuh-bangun percintaan, pendidikan, dan keluarga.
Poe ditinggal nikah tunangannya, Allan ngasih sedikit uang buat kuliah, dan Poe nggak bisa bayar uang semesteran. Poe terpaksa berjudi biar bisa bayar uang semesteran. Bukannya dapat uang, Poe malah banyak utang.
Hobinya berjudi dan banyak utang akhirnya ketahuan Allan. Dia ngamuk dan enggak mau bayar kuliah Poe lagi. Jadinya, Poe harus berhenti kuliah. Karena patah hati dan frustasi, Poe mutusin buat keluar dari rumah dan pindah ke Boston.
Baca juga: Chairil Anwar, Sastrawan Pelopor Angkatan ‘45
Mulai Berkarya
Di Boston, Edgar Allan Poe mendaftar untuk masuk ke Angkatan Darat Amerika Serikat (U.S. Army). Dia mulai mengasah skill menulisnya di sini. Poe nulis buku kumpulan puisi pertamanya, Tamerlane and Other Poems (1827). Judul buku itu menggambarkan pengalaman Poe dalam mencari kepuasan pribadi dan ambisi. Namun, buku ini enggak begitu laku di pasaran.
Setelah menulis buku pertamanya, Poe harus mendengar kabar buruk: ibu angkatnya meninggal. Dia merasa kehilangan banget karena dekat dengan Frances. Poe pun mengundurkan diri dari U.S. Army dan balik ke Richmond.
Di Richmond, Allan dan Poe sepakat berdamai. Mereka mutusin agar Poe lanjut sekolah di Akademi Militer Amerika Serikat, West Point.
Sebenarnya, Poe jadi anak teladan di situ. Sayangnya, lagi-lagi, Poe punya masalah keuangan. Dia jadi fokus nulis buku puisinya yang kedua, Al Aaraaf, Tamerlane, and Minor Poems (1929). Dan lagi, bukunya hanya menjaring sedikit pembaca.
Poe resmi dikeluarkan dari akademi karena melalaikan tanggung jawab. Hubungannya dengan Allan kembali memburuk. Apalagi, Allan nikah lagi tanpa sepengetahuan Poe. Dia mantap buat nggak ketemu lagi sama Allan sampai kematiannya.
Baca juga: Sapardi Djoko Damono, “Yang Fana Adalah Waktu, Kita Abadi”
Awal Karier
Edgar Allan Poe melanglang buana sambil bikin karya baru. Dia ke New York City selama beberapa bulan dan merilis buku baru berisi kumpulan puisinya, Poems by Edgar A. Poe. Puisi Poe didominasi tentang kematian dan kehidupan setelah kematian.
Poe kemudian stay di rumah bibinya di Baltimore. Di sini, Poe fokus berkarya dan beralih dari menulis puisi ke cerita pendek.
Cerita pendek pertama Poe adalah Metzengerstein (1832), sebuah cerita horor supernatural tentang balas dendam. Tulisan itu pertama kali muncul di surat kabar Philadelphia Saturday Courier.
Setahun setelahnya, cerpen Poe berjudul MS. Found in a Bottle (1833) menang sayembara senilai 50 dolar Amerika, atau sekitar 717 ribu rupiah saat ini. Poe dapat uang pertama dari hasil kerja kerasnya!
Jadi Editor dan Kritikus
Suatu hari, Edgar Allan Poe minta tolong ke John Pendleton Kennedy, novelis Amerika yang pernah menyeleksi tulisannya saat sayembara, buat nyariin pekerjaan. Kennedy kemudian menghubungi Thomas Willis White, editor majalah Southern Literary Messenger, buat mempekerjakan Poe.
“Eh, White. Gue punya kenalan penulis nih, tulisannya bagus-bagus, imajinatif, pintar main kata-kata lah pokoknya. Dia lagi butuh pengalaman biar bisa jadi penulis hebat. Dan yang paling penting, dia lagi butuh banget duit. Barangkali elo mau ngerekrut dia di majalah elo,” kata Kennedy kepada White.
White pun setuju. So, White merekrut Poe buat bantu dia di tim editorial. Poe senang banget. Dia kerja di Southern Literary Messenger pada tahun 1835.
Di sinilah turning point karier Poe di dunia sastra.
Kinerja Poe di Southern Literary Messenger bikin dia jadi editor top. Poe nerbitin tulisan yang bikin merinding sekaligus absurd, kayak Berenice (1835) dan Morella (1835). Keduanya menceritakan kematian wanita muda yang sangat dicintai oleh tokoh utama.
Dalam tulisannya, Poe menambah bumbu komedi dan satire. Tulisan Poe sering berisi tentang pertanyaan dan pemikiran tentang kematian. Poe jago banget bikin pembaca merenungkan pesan yang dia sampaikan.
Setelah expert dalam menulis puisi dan cerita horor, Poe memperluas kariernya sebagai kritikus sastra. Elo bisa baca di sini buat memahami lebih dalam tentang kritik sastra, ya.
Poe terkenal sebagai kritikus yang kejam. Dia suka ngasih ulasan pedas dan membongkar sisi gelap penulis Amerika yang lagi hits saat itu.
Poe juga punya prinsip sebagai kritikus. Dia fokus pada ketepatan bahasa dan struktur. Dalam cerita pendek, Poe punya kriteria kalau ceritanya harus punya kronologi lengkap dan terjadi dalam satu hari, di satu tempat. Poe juga menjunjung tinggi orisinalitas.
Sejak saat itu, Poe jadi sastrawan terkenal di Amerika. Dia nggak hanya dikenal sebagai penulis puisi dan cerita fiksi, tetapi juga kritikus sastra yang imajinasi dan wawasannya tak tertandingi.
Puncak Karya Edgar Allan Poe
Karena gaya bahasa kritikan Edgar Allan Poe savage dan agresif, ditambah dianya alkoholik, Poe dipecat dari Southern Literary Messenger pada tahun 1937. Poe nggak menyerah. Dia lanjut kerja di Gentleman’s Magazine dan Graham’s Magazine. Era ini jadi momen paling produktif dalam hidup Poe.
The Murders in the Rue Morgue (1941) jadi karya paling penting Poe, karena ini merupakan cerita detektif modern pertama di eranya. Karya inilah yang bikin penulis detektif legend, Sir Arthur Conan Doyle, terinspirasi buat bikin karakter Sherlock Holmes.
Puisinya yang berjudul The Raven (1845) juga bikin nama Poe melejit. Karya ini jadi puisi paling terkenal yang pernah ditulis. The Raven nyeritain tentang seseorang yang kehilangan sosok wanita tercinta dan didatangi seekor gagak. Puisi ini personal banget buat Poe.
Terlepas dari popularitasnya sebagai penulis, Poe masih struggle sama kecanduan alkohol dan kondisi keuangannya.
Situasi memburuk saat istri Poe, Virginia, meninggal. Poe terpukul banget. Sosok yang selama ini jadi inspirasinya buat menulis dan penyemangat hidupnya saat terpuruk, udah enggak ada.
Buat menghilangkan patah hati, Poe balik lagi ke kampungnya, Richmond. Di sana, dia CLBK sama mantannya dan tunangan lagi pada tahun 1849.
Wafatnya Edgar Allan Poe
Pada 27 September 1849, Poe mau ketemu klien di Philadelphia. Enam hari kemudian, dia ditemukan setengah sadar di sebuah kedai, di Baltimore. Poe kelihatan mabuk. Dia langsung dibawa ke Washington University Hospital. 7 Oktober 1849, Poe dinyatakan meninggal karena radang otak.
Edgar Allan Poe meninggalkan nama sebagai sastrawan ikonis dalam sejarah Amerika. Dia merevolusi sastra dengan genre fiksi horor yang dibawa. Total, ada sekitar 68 cerpen, termasuk 1 novelnya, dan lebih dari 60 puisi yang sudah Poe tulis. Elo bisa akses situs The Poe Museum buat menikmati karya lengkap Poe.
Karya-karya Poe juga punya pengaruh terhadap sastra di luar Amerika, seperti Prancis. Puisi-puisi Poe menginspirasi para penyair Prancis untuk menghasilkan puisi murni.
Karya-karya yang ditulis Poe emang ngena mental banget sih, ketika dia ngomongin kematian, kesedihan, dan kehilangan. Mungkin karena dia sering kehilangan orang-orang yang dia cintai kali ya.
Seperti yang Poe tulis dalam The Narrative of Arthur Gordon Pym of Nantucket (1838):
“Words have no power to impress the mind without the exquisite horror of their reality.”
Baca Juga Artikel Lainnya
Bahasa Jaksel dan Code-switching dalam Sosiolinguistik
Apakah Aksen dalam Bahasa Inggris Itu Penting?
Reference
Leave a Comment