Artikel ini membahas pengaruh aphelion dan perihelion terhadap suhu rata-rata bumi dan hoax seputar fenomena alam tersebut.
Akhir-akhir ini, sering banget kita menemukan informasi-informasi yang terbukti hoax dan ga sedikit yang menimbulkan kepanikan bagi masyarakat. Parahnya lagi, kalo hoax-nya tuh “bandel” alias punya tren berulang tiap tahun seperti isu fenomena alam atau astronomi. Miskonsepsi terhadap suatu hal biasanya gampang banget jadi hoax yang beredar.
Gue punya pengalaman pas lagi ngobrol sama temen gue di bulan Juli kemaren karena cuaca lagi dingin saat itu padahal musim kemarau. Dia nyeletuk bilang kalo perubahan musim tersebut disebabkan karena fenomena Aphelion, yaitu ketika bumi berada di titik orbit paling jauh dari matahari. Dan nanti di bulan Januari juga bakal panas banget karena Perihelion, yaitu ketika bumi lagi berada di titik terdekat dengan matahari. Waduh. Gue kaget dong. Terus, gue tanya emang apa hubungannya perubahan suhu di suatu musim sama fenomena Perihelion dan Aphelion?
“Sederhana kok. Kalo posisinya semakin dekat ke Matahari (Perihelion) berarti Bumi makin panas dong dan kalo posisinya semakin jauh dari Matahari (Aphelion) berarti Bumi makin dingin!”
Kira-kira lo setuju gak sama logika tersebut? Sebenernya, gue jujur aja ya di awal tulisan ini bahwa pemahaman sederhana seperti itu termasuk miskonsepsi, temen-temen! Gue pribadi cukup gemes dengan miskonsepsi ini karena agak “bandel”, berulang terus tiap tahun saat Aphelion dan Perihelion terjadi. Nah makanya di artikel kali ini, gue mau meluruskan bahwa sebetulnya, baik fenomena Perihelion maupun Aphelion tidak secara signifikan berperan dalam perubahan suhu di musim tertentu yang dialami oleh Indonesia. Kira-kira kok bisa begitu ya? Coba deh kita pahami sama-sama yuk apa alasan terjadinya fenomena ini!
Mengenali Aphelion dan Perihelion
Hal pertama yang perlu kita bahas adalah definisinya terlebih dahulu. Istilah “Perihelion” dan “Aphelion” berasal dari bahasa Yunani. Dalam bahasa Yunani, “helios” berarti Matahari, “peri” berarti dekat dan “apo” berarti jauh. Dalam astronomi:
- Perihelion merupakan titik orbit benda angkasa (seperti planet atau komet) yang paling dekat dari Matahari.
- Aphelion merupakan titik terjauh orbit suatu benda angkasa dari Matahari.
Secara rata-rata, jarak dari bumi ke matahari adalah 149 juta kilometer. Tapi ketika bumi berada di titik Aphelion dan Perihelion, jaraknya berubah. Planet Bumi mengalami fenomena tersebut pada awal bulan Januari untuk Perihelion dan awal bulan Juli untuk Aphelion. Berikut lo bisa lihat jadwal kapan Perihelion dan Aphelion terjadi, lengkap dengan jarak Bumi ke Matahari untuk tahun 2018 hingga tahun 2022 nanti.
Baca lebih lanjut: Gimana Caranya Mengukur Jarak Matahari dan Bumi?
Lalu, kenapa sih fenomena Perihelion dan Aphelion bisa terjadi? Kenapa di waktu-waktu tertentu, bumi bisa lebih dekat atau lebih jauh dari matahari? Kenapa jarak bumi ke matahari ga konsisten aja terus? Nah, buat jawab pertanyaan ini temen-temen masih inget ga tentang Hukum Kepler I?
Hukum Kepler I: “Seluruh planet, komet dan asteroid di Tata Surya memiliki orbit elips dalam mengelilingi matahari.”
Inget kata kuncinya: orbit planet itu berbentuk elips. Jadi, Bumi sebagai salah satu planet di tata surya juga memiliki orbit berbentuk elips alih-alih berbentuk lingkaran sempurna. Ingat juga definisi dari lingkaran: jari-jari dari titik pusat ke semua titik di pinggir lingkaran itu selama sama. Kalo orbit bumi kita lingkaran sempurna, jarak dari bumi ke matahari akan selalu konsisten. Tapi faktanya, orbit bumi kita tuh elips karena adanya daya tarik gravitasi antara Bumi dengan Matahari. Oleh karena itu, lintasan orbit benda angkasa memiliki titik terdekat dan terjauh dari objek induknya (dalam hal ini adalah Matahari) yaitu perihelion dan aphelion. Secara umum, jarak planet Bumi saat perihelion mencapai 147,1 juta kilometer dan saat aphelion mencapai 152,1 juta kilometer dari Matahari. Biar lebih kebayang lo bisa liat ilustrasi orbit planet Bumi yang elips di bawah ini.
Dampak Perihelion dan Aphelion terhadap Perubahan Suhu Bumi
Okay? Sampai sini gue harap lo udah ngerti apa dan kenapa Perihelion atau Aphelion bisa terjadi. Kemudian, apa dong dampak dari kedua fenomena tersebut bagi Bumi? Make sense dong kalo kita bilang terjadi perubahan suhu karena terjadi perubahan letak Bumi terhadap Matahari ketika kedua fenomena tersebut terjadi?
Eits, tunggu dulu. Dengan jarak Bumi terhadap Matahari adalah sebesar 149 juta kilometer, perubahan posisi akibat Perihelion dan Aphelion hanya mengubah sekitar 5 juta kilometer atau 3% saja dari total jarak Bumi ke Matahari. Nilai tersebut bisa dibilang kecil.
Mengapa? Well, salah satu tantangan dalam memahami astronomi adalah proses memahami skala. Pada skala manusia, 5 juta kilometer merupakan perbedaan yang sangat besar. Namun, perbedaan tersebut kecil jika dilihat pada skala tata surya yang merentang hingga 18,3 miliar km. Perbedaan 5 juta kilometer tersebut hanya akan membuat perbedaan kecil dalam jumlah energi matahari yang masuk dan hanya sedikit memengaruhi pada variabel cuaca. Jauh atau dekatnya Bumi dengan matahari hanyalah sebagian kecil dari cerita. Baik Perihelion maupun Aphelion tidak cukup untuk mengubah perubahan suhu secara total bagi Bumi.
Meskipun tidak berdampak langsung pada perubahan suhu apalagi musim, Perihelion dan Aphelion berperan dalam durasi suatu musim. Ketika Bumi berada di posisi terdekatnya, Bumi bergerak paling cepat dengan kecepatan hampir 30,3 km/detik atau sekitar 1 km/detik lebih cepat daripada saat Bumi berada di posisi terjauhnya. Konsekuensinya, musim dingin di Belahan Bumi Utara (BBU) dan (pada waktu yang bersamaan) musim panas di Belahan Bumi Selatan (BBS) berlangsung lebih cepat. Sebaliknya, ketika terjadi Aphelion, Bumi tidak bergerak lebih cepat sehingga menyebabkan musim panas di BBU dan musim dingin di BBS hampir 5 hari lebih lama. Namun, perubahan kecepatannya ga begitu kerasa signifikan, sama seperti kita tidak merasakan saat bumi mengelilingi matahari pada umumnya.
Perihelion, Aphelion, dan Kemiringan Bumi
Jadi, sejauh ini kita bisa memahami bahwa fenomena Perihelion dan Aphelion itu adalah fenomena yang wajar dan tidak memiliki peran yang cukup dalam mengubah suhu. Peranannya dalam perubahan durasi musim juga tidak serta-merta mengubah seluruh perubahan suhu secara total di permukaan Bumi. Kenapa? Karena ada faktor lain yang sangat signifikan dalam mengubah perubahan suhu atau musim di Bumi yaitu kemiringan Bumi.
Sebelumnya, ada baiknya kita pahami dulu konsep dari sudut datang sinar matahari. Coba deh lihat ilustrasi di bawah buat gambarannya. Suhu suatu planet itu kan salah satunya dipengaruhi dari jumlah energi dari sinar matahari yang diterima. Jumlah energi dari sinar matahari sendiri ditentukan terutama oleh sudut sinar matahari menyinari permukaan bumi dan berapa lama matahari bersinar (bisa kita bilang durasi penyinaran).
Kalo lo menyinari pake lampu senter secara tegak lurus, lo akan mendapatkan titik lingkaran kecil yang lebih fokus. Beda halnya kalo lo miringkan dikit senternya karena lo bakal mendapatkan titik cahaya yang menyebar ke area yang lebih luas. Oleh karena itu, daerah yang disinari oleh sinar secara tegak lurus akan menerima lebih banyak panas daripada area yang disinari secara miring. Sebagai akibatnya, ketika Matahari tinggi di langit (yang kita kenal dengan siang hari), kita merasakan panas banget karena tanah dipanaskan ke suhu yang jauh lebih tinggi oleh Matahari daripada ketika rendah di cakrawala sore hari. Dengan kata lain, energi matahari yang menyentuh permukaan bumi secara tegak lurus (langsung) jauh lebih kuat daripada energi matahari yang datang melalui suatu sudut tertentu. Paham?
Nah, durasi penyinaran matahari jelas bisa kita lihat bahwa ketika siang hari yang lebih panjang berarti lebih banyak energi tersedia dari sinar matahari. Eits, tapi emang ada yah tempat yang memiliki siang hari yang lebih panjang di Bumi? Ada dong. Di daerah yang mengalami musim panas (summer), siang hari menjadi lebih panjang dan matahari lebih tinggi di langit daripada siang hari di musim dingin (winter).
Wah, kenapa bisa ya? Peristiwa tersebut terjadi tepatnya karena bumi itu ga berdiri tegak lurus pada sumbunya, temen-temen. Planet kita cenderung miring sebesar 23,5° terhadap bidang ekliptika. Sumbu bumi menunjuk ke arah yang sama di ruang angkasa sepanjang tahun. Dengan demikian, BBU cenderung miring ke arah matahari di musim panas (Juni), dan jauh dari matahari di musim dingin (Desember). Begitupun sebaliknya dengan BBS yaitu musim dingin (Juni) saat jauh dari matahari dan musim panas (Desember) saat miring ke arah matahari. Temen-temen bisa liat penampakannya seperti gambar di bawah.
Nah, dengan kemiringan tersebutlah terjadi perbedaan musim di berbagai daerah karena tidak meratanya energi cahaya matahari yang diterima oleh Bumi.
Balik lagi ke Perihelion dan Aphelion, fakta mengenai kemiringan Bumi ini membantu penjelasan kita lebih komprehensif. Buat menjelaskan prosesnya, gue coba bikin poin-poin biar lo dapet alur berpikirnya.
1. Bumi miring sebesar 23,5° terhadap bidang ekliptika.
2. Ketika Perihelion (titik terdekat) di Januari, bagian Bumi yang miring menuju arah matahari adalah BBS, sedangkan BBU lagi jauh dari Matahari.
3. Begitupun sebaliknya. Ketika Aphelion (titik terjauh) di Juli, bagian Bumi yang menuju arah Matahari adalah BBU dan BBS sedang jauh dari arah Matahari. Cek animasi di bawah ini buat gambaran lebih jelas!
4. Selanjutnya, coba perhatikan lagi persebaran benua dan lautan di Bumi antara BBU dan BBS pada gambar di bawah ini! Persebarannya merata gak? Enggak, temen-temen! Ada lebih banyak daratan di BBU dan lebih banyak porsi perairan di BBS.
5. Adanya perbedaan persebaran lautan dan daratan di Bumi menyebabkan peran Aphelion dan Perihelion tidak begitu signifikan terhadap suhu. Ketika Aphelion (titik terjauh) di bulan Juli, bagian Bumi yang menuju arah Matahari adalah BBU yang didominasi oleh daratan. Di musim panas tersebut, Matahari menyinari semua daratan yang lebih luas di BBU karena daratan lebih cepat panas dibanding lautan. Alhasil, total rata-rata temperatur Bumi justru menjadi lebih “hangat” sekitar 2,3°C ketika Bumi sedang berada di titik terjauhnya (Aphelion). Sebuah fakta yang aneh tapi nyata. Menarik, bukan?
6. Ketika Perihelion di bulan Januari, bagian Bumi yang menuju arah Matahari adalah BBS yang didominasi oleh lautan. Dominasi lautan menyebabkan BBS relatif tidak menjadi lebih hangat dibandingkan musim panas di BBU karena laut memiliki kapasitas panas yang lebih tinggi sehingga membutuhkan banyak energi untuk meningkatkan suhu lautan dibanding daratan. Konsekuensinya, peningkatan konstan sinar matahari yang kecil di BBS dapat diimbangi oleh rasio air terhadap daratan yang relatif tinggi. Alhasil, total rata-rata temperatur Bumi justru menjadi lebih “dingin” ketika Bumi sedang berada di titik terdekatnya (Perihelion).
Bertolak belakang dengan common sense, faktanya suhu rata-rata bumi justru menjadi lebih panas ketika jauh dari matahari (Aphelion di bulan Juli) dan menjadi lebih dingin ketika dekat dengan matahari (Perihelion di bulan Januari).
Sebagai perbandingan, Aphelion tahun lalu terjadi pada 4 Juli 2017. Namun, Bandung mencapai suhu terdinginnya justru terjadi pada 26 Juli 2017 yaitu 16,6 derajat Celcius dan bukan terjadi tepat saat Aphelion. Dengan kata lain, bukanlah Aphelion dan Perihelion yang berpengaruh besar terhadap perubahan temperatur atau pola cuaca musiman suatu daerah di Bumi tetapi justru kemiringan Bumi dan tidak meratanya persebaran daratan dan lautan di Planet Bumi.
Contoh Hoax: Aphelion dan Penurunan Suhu di Indonesia
Setelah memahami peran dari Perihelion dan Aphelion, gue menemukan hoax yang sempet beredar tentang Aphelion dan penurunan suhu di beberapa wilayah Indonesia. Lo bisa liat cuplikannya dalam screenshot di bawah:
Setelah menyimak penjelasan gue sebelumnya, gimana tanggapan lo tentang WA ini? Beberapa informasi ada yang bener tapi ada juga yang masih keliru dan malah menimbulkan “sedikit” kepanikan.
Yup! Fenomena suhu di beberapa daerah Indonesia yang semakin dingin saat pertengahan tahun BUKAN disebabkan oleh Aphelion karena fenomena tersebut cenderung lebih tergolong pada perubahan pola cuaca musiman. Tidak ada hubungannya Bumi menjadi lebih dingin ketika Aphelion ataupun menjadi lebih panas saat Perhelion. Nyatanya, ketika Bumi mencapai titik terjauhnya atau saat Aphelion terjadi, rata-rata temperatur Bumi meningkat sekitar 2,3°C dibanding posisi Bumi saat Perihelion seperti yang gue jelaskan.
Menurut BMKG, penurunan suhu di bulan Juli lalu dikarenakan kita sedang mengalami puncak musim kemarau. Tutupan awan yang ga signifikan di puncak musim kemarau menunjukkan bahwa sedikitnya kandungan uap air yang berada di atmosfer. Lah emang terus kenapa?
Secara fisis, uap air dan air bersifat efektif berperan sebagai penyimpan energi panas. Lo masih inget ga kalo partikel-partikel yang ada di atmosfer itu berfungsi untuk menyimpan atau memantulkan energi radiasi dari matahari? Yap. Gue bikin sederhana deh: Kalo kandungan uap air di atmosfer rendah/sedikit, otomatis energi radiasi dari matahari banyak yang dilepaskan oleh Bumi ke luar angkasa karena ga ada uap air yang nyimpen si energi radiasi tersebut. Akibatnya, energi buat menghangatkan atmosfer di lapisan dekat permukaan Bumi jadi kecil. Hal tersebut terbukti dengan rendahnya kelembaban udara sekitar bulan Juli lalu. Fenomena tersebutlah yang menyebabkan suhu udara Indonesia di malam hari ketika musim kemarau relatif lebih rendah dibanding musim hujan. Kalo lo mau lebih tau secara detail bisa dibuka lagi teorinya di bahasan Atmosfer di zenius.net.
Gue juga udah simpan screenshot gambar satelit Sadewa nih. Kita bisa melihat kondisi angin dan uap air kolom total yang identik dengan kelembaban udara pada tanggal 6 Juli 2018. Wilayah sekitar pulau Jawa tampak berwarna biru yang menunjukkan kelembaban udara yang rendah. Sementara itu, wilayah lainnya relatif didominasi oleh warna merah yang menunjukkan kelembaban udara yang tinggi. Ayo, jadi ternyata wilayah yang mengalami suhu menjadi dingin itu ternyata hanya pulau Jawa dan sekitarnya saja ya? Coba kita lihat hasil gambar tangkapan satelit di dua hari selanjutnya.
Merujuk dari dua gambar di atas, dapat dilihat bahwa suhu beserta kelembaban udara di sekitar wilayah Jawa relatif kembali normal. Seolah-olah seperti Aphelion benar-benar memengaruhi fenomena ini, bukan? Mengingat Aphelion merupakan sebuah fenomena makro karena melibatkan planet Bumi secara keseluruhan, SEHARUSNYA dampaknya memengaruhi wilayah yang luas. Faktanya, data di atas menunjukkan bahwa bahkan hanya pulau Jawa dan sekitarnya aja yang mengalami kelembaban udara yang relatif rendah dari biasanya. Padahal sebetulnya fenomena ini justru cenderung disebabkan karena kita sedang mengalami puncak musim kemarau akibat adanya pergerakan udara dingin dari Australia.
Well, Australia sedang mengalami periode musim dingin di bulan Juli. Apa artinya? Massa udara yang datang dari Australia menjadi bersifat dingin dan kering karena tidak melewati lautan yang lebih luas ketika singgah di Indonesia. Pergerakan massa udara dingin dari Australia yang menuju Indonesia ini lah yang juga turut berkontribusi pada penurunan suhu di beberapa wilayah Indonesia pada pertengahan Juli lalu. Biasanya, pergerakan massa udara ini kita juga dikenal sebagai pergerakan angin monsoon atau muson.
****
That’s it, guys! Jadi, sebenernya baik fenomena Perihelion maupun Aphelion memiliki dampak yang bertolak belakang dengan common sense orang awam tentang suhu di bumi, khususnya beberapa wilayah di Indonesia. Kita melupakan bahwa Bumi ini memiliki fakta counter-intuitive yang aneh tapi nyata yaitu: kemiringan Bumi dan tidak meratanya persebaran daratan dan lautan yang menyebabkan Bumi menjadi lebih hangat saat titik terjauhnya (Aphelion) dan menjadi lebih dingin saat titik terdekatnya (Perihelion).
Balik lagi ke perbincangan bersama temen gue, setelah gue jelaskan dia akhirnya ngerti dan ngaku kalo dia hanya dapet informasi tersebut dari jarkom info lewat chat di media sosial. Berangkat dari pengalaman tersebut, gue pribadi mau menggarisbawahi bahwa pentingnya berpikir secara kritis dan ilmiah terhadap arus informasi. Mengapa? Akhir-akhir ini segala sesuatu yang tersebar di media sosial memang mudah banget buat viral. Mulai dari isu yang bener-bener ngaco sampai isu-isu yang terkesan nyaris ilmiah seperti isu Perihelion dan Aphelion ini bisa tersebar di media sosial kita. Kebanyakan orang cenderung melakukan penyederhanaan suatu fenomena ilmiah seperti jauhnya planet Bumi saat Aphelion berarti terjadi penurunan suhu dan sebaliknya saat Perihelion. Ingat, common sense aja tidak cukup, kita butuh fakta ilmiah.
Oleh karena itu, pesan yang mau gue sampaikan dalam tulisan ini adalah kita perlu lebih kritis lagi dalam menyikapi suatu isu yang tersebar di internet khususnya media sosial. Jangan langsung percaya sekalipun kelihatannya ilmiah. Kalo lo penasaran gimana caranya, lo bisa cek tulisannya Wisnu tentang pola berpikir kritis dan Fanny tentang pengambilan keputusan secara rasional.
Yap. Segitu dulu aja tulisan dari gue. Semoga tulisan gue kali ini bisa memberi pemahaman baru dan lebih baik tentang astronomi. Sampai jumpa di tulisan gue berikutnya!
Daftar Referensi
https://www.timeanddate.com/astronomy/perihelion-aphelion-solstice.html
https://science.nasa.gov/science-news/science-at-nasa/2001/ast04jan_1
https://earthsky.org/?p=24846
https://sadewa.sains.lapan.go.id/
http://spaceweather.com/glossary/perihelion.htm
http://spaceweather.com/glossary/aphelion.html
https://www.bmkg.go.id/berita/?p=apakah-aphelion-mempengaruhi-suhu-udara-di-indonesia&lang=ID&s=detil
https://www.bmkg.go.id/berita/?p=penjelasan-bmkg-terkait-aphelion-suhu-udara-dingin-dan-embun-beku&lang=ID&tag=press-release
https://www.viva.co.id/arsip/866688-petang-ini-bumi-di-titik-terdekat-dengan-matahari
https://techno.okezone.com/read/2018/07/06/56/1918922/bumi-berada-di-titik-terjauh-dengan-matahari-apa-dampaknya
https://www.infoastronomy.org/2013/01/jarak-terdekat-dan-terjauh-bumi.html
https://www.infoastronomy.org/2017/01/bumi-mencapai-titik-terdekat-dengan-matahari.html
https://www.infoastronomy.org/2018/01/3-januari-bumi-di-jarak-terdekat-dari-matahari.html
Ahrens, C. Donald. Meteorology Today: An Introduction to Weather, Climate, and the Environment. Boston: Cengage Learning, 2012.
Holden, Joseph, ed. An Introduction to Physical Geography and the Environment. Edinburgh: Pearson Education, 2005.
Soegimo, Dibyo dan Ruswanto. Geografi untuk Kelas X SMA/MA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2009.
———————CATATAN EDITOR———————
Jika kamu ingin bertanya seputar fenomena Perihelion, Aphelion, ataupun perubahan suhu bumi ke Rifad, silakan post pertanyaan kamu di kolom komentar, ya!
Saya mau bertanya, kalau perubahan jarak sejauh 5jt km antara matahari dan bumi dari jarak sebenarnya tidak bermasalah, kenapa kutub Utara dan Selatan selalu tertutup es. Sedangkan selisih jarak matahari ke bumi wilayah kathulistiwa dan jarak bumi dengan wilayah kutub tidak mungkin sejauh 5jt km. Terimakasih