Artikel ini mengupas tuntas topik narkoba, dari penjelasan bahaya narkoba dari segi kimia, efek biologis narkoba pada tubuh, statistik dan hukumnya di Indonesia.
Hola, setelah sekian bulan vakum akhirnya si ganteng Ivan bisa nulis lagi buat Zenius Blog! Maklum, banyak ‘order’ tahun ini, hehehe. Nah, karena gue udah kelamaan vakum, gue mau bahas topik spesial yang seru banget buat lo. Yak, bisa lo tebak dari judul artikelnya, topik yang mau gua bahas kali ini adalah tentang NARKOBA.
Kalo lo pantengin berita belakangan ini, topik tentang pemberantasan narkoba lagi hot banget, khususnya dengan semakin banyak terpidana narkoba yang dijatuhi hukuman mati. Ditambah lagi, berita internasional dari negara tetangga Filipina yang lagi heboh banget memerangi mafia narkoba dengan kebijakan presiden baru mereka (Rodrigo Duterte) untuk mengambil tindakan ekstrim tembak di tempat bagi terduga jaringan narkoba tanpa proses peradilan!
Wuih, panas banget ya situasinya! Emang narkoba bahaya banget ya bagi masyarakat sampai hukumannya bisa sesadis itu? Gua yakin lo semua udah ga asing lagi dengan istilah narkoba. Dari kecil, kita semua selalu ‘diajarkan’ dan ‘dididik’ untuk menjauhi narkoba, say no to drugs, pokoknya narkoba itu jahat, zat terlarang, bikin teler, merangsang untuk bertindak kriminal, narkoba merusak masa depan, dan berbagai wejangan-wejangan lainnya. Eit, tapi tunggu dulu… bukan anak Zenius namanya kalo asal main telen informasi gitu aja.
Orang-orang di sekitar kita selalu bilang hindari narkoba, narkoba itu jahat, hukuman bagi pengedar narkoba itu kematian, dll. Tapi jarang banget yang bisa ngejelasin apa itu narkoba, kenapa narkoba itu berbahaya, kenapa narkoba itu merugikan, sejauh apa dampaknya bagi kita? Sebagai pendidik gua percaya bahwa melarang tanpa memberi informasi apa-apa itu namanya bukan mendidik, tapi fear-mongering alias hanya menakut-nakuti tanpa alasan yang jelas. Hasilnya malah seringkali kontra-produktif, bisa jadi ada anak-anak yang malah makin penasaran karena dilarang tanpa penjelasan.
Nah karena itulah, pada kesempatan kali ini, gue akan mengupas tuntas tentang apa itu narkoba, mulai dari sudut pandang kimia, efek biologisnya, dan sejauh mana narkoba itu berbahaya bagi kita semua. Yuk kita mulai pembahasannya dari definisi narkoba itu sendiri:
Daftar Isi
Apa itu Narkoba?
Kalian pasti sering denger istilah ‘narkoba’. Tapi lo tau ga narkoba itu apa? Ada yang tau? Dalam Bahasa Indonesia, narkoba adalah singkatan dari ‘narkotika, psikotropika dan obat berbahaya’. Ada juga yang menyebutnya dengan akronim ‘NAPZA’, kependekan dari ‘Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif’. Kalau mengacu pada KBBI, hanya ada entry narkotik, yang didefinisikan sebagai ‘obat untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk, atau merangsang (seperti opium, ganja)’. Dalam bahasa Inggris, narcotic sendiri definisi dasarnya adalah semua psikotropika yang dapat membuat kantuk.
Wah, pantesan aja banyak yang bingung. Dari definisinya aja banyak istilah asing dan jadi berasa ngawang-ngawang ya? Kalo dibilang narkotik definisinya adalah psikotropika yang bikin ngantuk, berarti antimo atau obat paracetamol untuk demam juga narkotik dong? Kalo dibilang zat adiktif, berarti rokok & kopi juga tergolong napza dong? Bingung kan lo?
Oke, perlu lo pahami bahwa kalo kita bicara tentang ‘narkoba’, sebetulnya itu hanyalah penyederhanaan istilah saja dari zat-zat yang terlarang atau ilegal secara hukum. Tapi dari sudut pandang medis atau sains, ada istilah narkoba ga? Ga ada. Dalam sudut pandang medis atau sains, segala bentuk senyawa bukan makanan yang punya dampak fisiologis itu kombinasinya luuaaas banget dan efeknya bagi tubuh juga macem-macem. Ada yang menurunkan kesadaran, ada yang meningkatkan kesadaran, ada yang bikin ketagihan, ada yang bikin ketergantungan, ada juga yang berbahaya bagi kesehatan.
Senyawa kimia yang dimaksud itu bisa jadi yang diproses secara kimiawi yang relatif kompleks seperti obat-obatan yang dicerna oleh lambung, atau yang disuntikan pada tubuh, sampai reaksi kimia organik yang prosesnya sederhana seperti pembakaran tembakau/ganja. Nah, dari reaksi senyawa kimia yang luas itu, pemerintah menggolongkan beberapa senyawa yang dianggap berbahaya bagi masyarakat, dari situ baru dikategorikan deh mana aja senyawa yang ilegal, mana yang legal, mana yang dilarang, mana yang diperbolehkan. Penggolongan ini pun relatif pada persepsi masing-masing negara, misalnya ada negara A yang menganggap senyawa tertentu ilegal, sementara negara B menganggap senyawa tersebut legal.
Dalam konteks medis sekalipun, lo jangan heran kalau dalam beberapa kasus sang pasien menerima dosis terkontrol dari zat yang dianggap ilegal. Contohnya penggunaan morphine sebagai pain-killer / penahan rasa sakit bagi pasien paska-operasi. Itu bukan berarti dokternya jahat ngasih zat terlarang ke pasien ya, tapi karena memang prosedur medisnya begitu. Justru yang berbahaya itu ketika morphine dikonsumsi secara pribadi tanpa ada pengontrolan dosis dari dokter. Makanya, seringkali ada istilah PENYALAHGUNAAN obat terlarang atau drug abuse.
Jadi gua harap lo sekarang lebih paham bahwa istilah narkoba itu adalah penggolongan dari persepsi pemerintah tentang zat-zat yang dianggap berbahaya dan dikategorikan ilegal. Sementara dalam dunia sains dan medis, tidak ada istilah ‘zat terlarang’ karena semua senyawa kimia itu punya reaksi yang beragam bagi manusia tergantung pada dosis dan penggunaannya.
Apa itu Psikotropika?
Psychoactive drugs alias obat-obatan psikoaktif atau psikotropika, adalah kelas obat-obatan yang membawa perubahan dalam fungsi otak kita. Dalam arti, bisa mengubah persepsi, nafsu makan, gairah seksual, mood, dan tingkat kesadaran kita. Penggunaan golongan obat ini (psikotropika) bukan baru beberapa puluh tahun terakhir lho, tapi sudah digunakan manusia sejak 10.000 tahun yang lalu, bisa dibilang lebih tua dari sejarah itu sendiri!
Obat-obatan psikotropika ini luas banget, dan kita sebagai masyarakat juga banyak buanget yang menggunakannya tanpa kita sadari. Ha? Banyak banget? Yup, betul, banyak banget. Mau tau apa psikotropika yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia dan di dunia? You might have guessed it. Caffeine!
Kafein diambil dari biji-bijian dan dedaunan dari beberapa jenis tanaman asli Amerika Selatan dan Asia Timur. Penggunaan kafein pertama yang tercatat ada di zaman Cina kuno, yaitu pada daun teh. Daun teh dari Cina dan biji kopi dari Timur Tengah mulai popular di Eropa sekitar abad ke-17 dan ke-18, dan sejak saat itu menjadi 2 psikotropika yang paling sering dikonsumsi manusia sampai sekarang.
Nah mungkin lo sekarang jadi bertanya-tanya, kalo teh & kopi adalah psikotropika, berarti harusnya dilarang dong? atau mungkin lo bertanya, berarti ga semua yang digolongkan psikotropika itu berbahaya dong? Ya semua bisa dijelaskan dengan point yang udah gua bahas sebelumnya, psikotropika adalah penggolongan medis, sementara narkoba adalah istilah zat terlarang dari ranah hukum. Seringkali keduanya rada ga nyambung. Misalnya, kalau kita kembali ke definisi LEGAL undang-undang kita, UU no. 35 tahun 2009, kafein itu jelas termasuk ke dalam kategori psikotropika. UU tersebut menyebutkan bahwa ‘zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan’.
Apakah kafein menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran? Ya (meningkatkan kesadaran). Apakah kafein dapat menimbulkan ketergantungan? Oh yes!
Perhatikan di sini, biasanya dalam konteks legal, istilah narkotik seringkali tidak didefinisikan secara medis, tetapi merupakan sekelompok senyawa yang dilarang atau yang penggunaannya bertentangan dengan regulasi pemerintah. Kenapa demikian? Karena bedanya kafein dengan zat-zat lain yang tercantum di lampiran UU tersebut, adalah pada umumnya, kafein tidak menyebabkan efek yang mematikan, atau efek fisiologis yang dinilai negatif. Wajar kalau UU kita ngga masukin kafein ke dalam golongan NAPZA secara legal. Walaupun, jelas kafein masuk ke dalam definisi golongan psikotropika dari sudut pandang medis.
Lalu, kenapa zat yang termasuk narkoba itu berbahaya dan dilarang penggunaan/distribusinya? Jawabannya cukup simpel. Secara umum, yang menyebabkan narkoba itu dinilai berbahaya ada tiga hal, yaitu:
- bikin ketagihan,
- bikin ketergantungan, dan
- rendahnya dosis berbahaya atau lethal dose.
Dari 3 hal tersebut, lo bisa bayangkan kalo masyarakat kecanduan zat yang berbahaya bagi tubuhnya, dan sampai pada tahap ketergantungan. Bisa kacau banget kan? Dalam sejarah modern, penyalahgunaan psikotropika dalam skala luas, pernah bikin ancur satu bangsa sampai perang habis-habisan gara-gara psikotropika lho! Wah bahaya banget ya narkoba? Yes, dan untuk lebih spesifik lagi, yuk kita bahas satu per satu 3 point di atas:
1: Kenapa zat-zat yang tergolong narkoba itu bisa bikin ketagihan?
Sebelum menjawab itu, kita harus lebih mengerti apa artinya ketagihan itu sendiri. Adiksi atau ketagihan itu adalah suatu kelainan sistem saraf pusat (alias otak) yang bikin kita terus-terusan melakukan sesuatu karena suatu insentif positif, walaupun efek negatifnya lebih merugikan dalam kehidupan kita sehari-hari atau bahkan bisa mematikan. Ada tiga hal penting yang lo harus tau tentang adiksi.
Pertama, adiksi itu bukan hanya disebabkan oleh narkoba doang. Dalam definisinya, apa aja yang bikin nagih adalah membuat orang terus melakukan sesuatu secara kompulsif, dan membuat orang itu nggak peduli sama efek negatifnya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian luas, nikotin (rokok), minuman beralkohol, sampai main game, berjudi, berbelanja, dan lain-lain… adalah contoh dari adiksi. Apakah segala hal yang bikin ketagihan itu berakibat buruk? Tergantung persepsi lo masing-masing, tapi yang jelas sebagian besar narkoba bisa menyebabkan adiksi atau ketagihan.
Di bawah ini gambaran data dari studi tahun 2006 tentang drugs (baik yang legal maupun ilegal) dan tingkat adiksinya :
Kalo dilihat dari hasil penelitiannya, ternyata potensi ketagihan pemakai nikotin (rokok) dan alkohol punya potensi yang lebih tinggi dari marijuana (ganja). Jadi, ngga semua yang termasuk narkoba itu efeknya dan bahayanya selevel. Sekarang coba pikirin kenapa, rokok dan alkohol tidak diatur sebagai bahan adiktif? Leave your comments below! 🙂
Nah, sekarang kenapa nih zat-zat ini adiktif? Semua zat ini bisa bikin ketagihan karena satu factor utama, yaitu aktivitas di dalam reward system kita. Reward system adalah mekanisme reinforcement yang ada di otak kita yang membantu kita untuk bertahan hidup dan meneruskan gen kita, alias bereproduksi. Semua hal yang memberikan kenikmatan (terutama makanan) dan kegiatan seksual akan melepaskan neurotransmitter bernama dopamine lewat jalur bernama mesolimbic pathway di otak kita.
Ini merupakan mekanisme tubuh untuk ‘mengingat’ atau memperkuat keinginan kita untuk mengulangi hal tersebut. Jadi, bisa dibilang kadang lo suka makanan tertentu bukan karena lo tau makanan itu efeknya positif buat lo, tapi otak lo ‘bikin settingan’ kalo makanan itu nikmat dan dianggap ‘baik’ oleh otak kita.
Mekanisme inilah yang ditunggangi sama zat-zat adiktif. Hampir semua zat-zat ini secara langsung atau tidak langsung menyebabkan dopamine dengan konsentrasi tinggi terus-menerus aktif di otak kita. Otak kita akan merespon dengan ‘ngomong’ ke badan kita: “Wah, yang lo lakukan barusan bagus. Keep doing that!”
2: Ketergantungan? Apa bedanya sama ketagihan?
Beda banget. Seperti udah gue jelasin di atas, adiksi adalah keadaan dimana lo kepengen melakukan sesuatu – baik itu makan, belanja, atau mengkonsumsi zat terlarang – secara berlebihan walaupun efeknya negatif bagi tubuh. Ketergantungan adalah keadaan lain, di mana tubuh lo udah beradaptasi dengan hal tersebut. Ini bikin lo jadi harus melakukan LEBIH untuk dapetin kepuasan yang sama – makan lebih banyak, belanja lebih boros, atau dalam kasus obat, dosis lebih tinggi! Kondisi ini disebut drug tolerance. Hal yang lebih ngeri lagi dari ketergantungan adalah, akan timbul gejala negatif kalau lo secara tiba-tiba berhenti mengkonsumsi zat tersebut. Ini disebut sebagai withdrawal atau dalam bahasa gaulnya, sakau.
Ketergantungan, seperti ketagihan, ngga hanya disebabkan sama obat-obatan terlarang. Obat-obatan biasa yang dijual di apotek juga bisa bikin ketergantungan, kalau konsumsinya ngga sesuai dosis yang dianjurkan. Ingat, narkoba itu hanya penggolongan ilegal, pada dasarnya senyawa kimianya mirip-mirip sama obat-obatan legal yang dijual bebas. Dalam konteks ketergantungan obat, bisa jadi ketergantungan fisik atau ketergantungan psikologi. Ketergantungan fisik efeknya pada badan, contohnya badan terasa capek atau sering menggigil kalau kita berhenti mengkonsumsi obat tertentu. Ketergantungan psikologi efeknya kepada emosi dan motivasi, misalnya depresi atau mood yang ngga stabil kalau kita berhenti mengkonsumsi obat tertentu.
3: Dosis FATAL yang rendah?
Selain efek adiktif, kebanyakan narkoba juga punya efek fatal kalau digunakan berlebihan alias overdosis. Maksudnya, dengan penggunaan dosis yang relatif rendah aja, konsekuensinya bagi tubuh lo bisa fatal. Sementara obat-obatan legal (seperti paracetamol), itu dosis fatalnya relatif tinggi. Untuk paracetamol misalnya, berpotensi berbahaya fatal dalam dosis 10-24 gram. Kalo 1 tablet 500mg, berarti butuh 20 tablet yang diminum dalam waktu bersamaan untuk bisa berdampak fatal bagi tubuh. Masalahnya siapa juga yang nekat minum paracetamol 20 tablet?
Masalahnya untuk penggolongan narkoba, biasanya dosis fatalnya itu rendah banget. Dengan dosis yang relatif rendah, udah cukup membuat tubuh lo dalam kondisi fatal berbahaya. Kondisi ‘fatal’ secara umum yang dimaksud adalah kematian, tapi spesifiknya bisa jauh lebih mengerikan lagi. Gue mau lo liat lagi grafik yang tadi.
Efek overdosis heroin misalnya, adalah sama seperti opioid lainnya (morphine dan codeine), yaitu berkurangnya kerja sistem pernapasan kita dan menyebabkan hipoventilasi. Ini bikin konsentrasi CO2 meningkat di dalam darah, yang menurunkan kadar pH dan langsung merusak banyak kerja tubuh (acidosis). Ngeri banget men! Kalo diliat di grafik di atas, heroin ada di kanan banget pada sumbu X. Sumbu X ini adalah rasio dari dosis aktif versus dosis mematikan. Heroin punya value sekitar 0.17, yang berarti untuk efeknya jalan, pemakai heroin rata-rata harus mengkonsumsi sebanyak 17% dari dosis yang fatal.
Hal ini ditambah parah dengan keadaan bahwa heroin yang beredar di pasar gelap ngga jelas kadarnya. Orang yang beli heroin dengan kadar ga jelas ini bisa mengira kalo dia mengkonsumsi jumlah ‘aman’ alias ngga fatal, tapi malah kebanyakan karena ternyata yang dia beli kadarnya tinggi.
Efek overdosis berbeda-beda dari satu zat ke zat lain. Tapi, dari grafik ini juga lo bisa liat, beberapa senyawa lebih berpotensi bikin overdosis dari senyawa lain. Ingat juga kalo grafik itu menyatakan rasio, bukan nilai absolut. Heroin misalnya, mempunyai dosis fatal minimum sekitar 200mg. Dosis aktifnya berarti sekitar 1/6 nya, sekitar 30mg. Lain dengan kafein, yang dosis fatalnya jauh lebih tinggi, sekitar 150mg/kg berat badan. Secangkir kopi juga mengandung sekitar 150mg kafein, yang berarti untuk kemungkinan overdosis kopi lo minum x cangkir kopi di mana x itu berat badan lo. Siapa juga yang minum kopi sebanyak itu, 70 cangkir? Inilah salah satu alasan kenapa kafein tidak digolongkan ke dalam zat berbahaya seperti heroin, walaupun sama-sama berpotensi menyebabkan adiksi dan mempengaruhi kesadaran kita.
Efek Lain Bahaya Narkoba pada Tubuh Kita
Selain efek ketagihan, ketergantungan dan dampak fatal overdosis, zat-zat yang tergolong narkoba punya berbagai macam efek, baik positif dan negatif. Positif? Ya, beberapa narkoba punya efek positif juga lho! Walaupun demikian, pada akhirnya mereka digolongkan terlarang, karena dampak negatifnya bisa JAAUHH melebihi kegunaan positifnya. Di sisi lain sejarah, beberapa kali mencatat penggunaan zat yang awalnya dikira baik dan berujung ngawur.
Take for example, heroin. Heroin adalah salah satu opioid, yaitu zat yang beraksi pada reseptor opioid di otak kita. Opioid seringkali dipake di dunia medis untuk menghilangkan rasa sakit alias pain killer atau penahan rasa sakit. Opioid juga disebut narkotika, kata yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti membuat mati rasa. Kira-kira, lo bisa tebak ga, pertama kali heroin diproduksi massal untuk apa? Yup, obat batuk.
Di akhir abad ke-20, perusahaan Bayer di Jerman pengen mengembangkan obat batuk dari morphine, yang diketahui ampuh menyembuhkan batuk namun adiktif. Tahun 1897, ilmuwan Bayer bernama Felix Hoffmann bermaksud memproses morphine, yang diketahui adiktif, jadi codeine, zat yang efeknya lebih ringan dan gak terlalu bikin ketagihan. Nah, setelah bereaksi secara kimia, yang terbentuk malah heroin, yang efek pereda sakitnya 1.5 sampai 2 kali lebih kuat dari morphine! Heroin ini lalu dipasarkan oleh Bayer, tanpa penelitian panjang tentang efek adiktifnya. Dikiranya, heroin ini ngga seadiktif morphine karena beda strukturnya. Pandangan ini diterima publik, bahkan kamus Encyclopedia Britannica tahun 1910 menyebutkan bahwa “codeine atau heroin lebih baik (dari morphine) karena meredakan batuk tanpa efek narkotik dari morphine.” *ketawa miris*
Tapi sial. Mereka nggak tau kalau setelah heroin diproses tubuh balik jadi morphine. Akhirnya setelah sepuluh tahun lebih bikin banyak orang teradiksi, ketagihan, bahkan berdampak negatif pada tubuh secara permanen karena lethal dose yang rendah. Akhirnya penjualan heroin dikontrol di U.S. di tahun 1914, dan akhirnya dilarang total tahun 1924. Tahun 1961, konvensi internasional narkotika melarang penggunaan, pengedaran, dan penjualan heroin secara bebas selain untuk keperluan medis.
Gue juga pengen highlight dampak jangka panjang dari pemakaian narkoba. Salah satu obat yang bikin perubahan yang sampe terlihat banget di badan adalah methampethamine, disebut juga meth, crystal meth, atau di Indonesia yaitu shabu-shabu. Narkoba yang berbentuk mirip kristal ini dalam jangka pendek dipake buat bikin euphoria, ningkatin konsentrasi dan bikin bangun, detak jantung jadi cepet sampe kadang bikin demam. Tapi, jangka panjangnya ngeri. Selain ketagihan dan ketergantungan, shabu bisa bikin psikosis, parno, halusinasi waktu ngga lagi konsumsi, ngurangin fungsi kognitif, kurangin konsentrasi, kehilangan memori dan perilaku violent atau kasar. Dan juga ada efek ke tampang yang parah banget. Karena pemakaian shabu ini bikin mulut kering dan jadi pengen gesek-gesekin gigi, gigi pecandu shabu biasanya jadi rusak parah. Kondisi ini disebut meth mouth. Coba deh lo tonton kompilasi video pengguna meth hasil dokumentasi dari DEA Amerika Serikat:
Setinggi apa tingkat penggunaan narkoba di Indonesia?
Di bawah ini ada tabel hasil penelitian BNN tahun 2014 yang mengestimasi jumlah pengguna narkoba di Indonesia:
Tabel ini menunjukkan ganja sebagai jenis narkoba yang paling luas digunakan dari semua kalangan, dengan total perkiraan hampir 2 juta pengguna. Efek ganja sendiri dalam dosis standar yang paling umum adalah relaksasi otot, euforia, dan meningkatnya persepsi. Fortunately, dosis fatal ganja cukup tinggi, yaitu hingga 250,000 kali dosis aktif. Jadi untuk overdosis dari ganja, hampir ngga mungkin. Walaupun ngga mematikan, efek ganja berbahaya banget kalo dikonsumsi sambil nyetir, karena sangat mengganggu kesadaran layaknya alkohol.
Kedua adalah shabu atau dalam Bahasa Inggris biasa disebut ‘meth’, dengan nama formal N-metilamfetamin. Di dosis rendah zat ini seperti gue sebut di atas, dipake buat naikin mood, ningkatin konsentrasi dan energi. Kalau dipake dalam jangka panjang, zat ini bisa bikin mood yang naik turun parah, delusi dan seringkali perilaku kasar. Ngga jarang pengguna shabu terlibat dalam kasus-kasus kekerasan rumah tangga.
Di urutan ketiga ada ekstasi, dengan nama formalnya 3,4-metilendioksimetamfetamin (MDMA). Zat ini juga bikin euforia, halusinasi, dan peningkatan sensasi pancaindera dan seksualitas. Efek negatifnya ada banyak, dan dalam dosis tinggi bisa bikin dehidrasi dan demam tinggi yang berakibat fatal. Penggunaan MDMA paling tinggi ada di tempat hiburan malam, biasanya digunakan sambil ngedugem.
Secara total, orang yang pernah menggunakan narkoba di Indonesia kurang lebih ada 4 juta orang, atau sekitar 1.7% dari total populasi Indonesia. Dari 4 juta ini, sekitar 1 juta diklasifikasikan sebagai pecandu berat, 1.4 juta pengguna reguler dan 1.6 juta yang hanya mencoba sesekali. Sekitar setengahnya adalah pengguna ganja.
Seperti Apa Hukum yang Mengatur Narkoba di Indonesia dan Negara Lain?
Kurang lebih, hukum yang mengatur narkoba di Indonesia mirip-mirip sama di US, UK, Australia dan beberapa negara maju lainnya. Kebijakan yang dijalankan negara-negara ini adalah mengambil posisi yang keras terhadap narkoba, yang berarti hukuman amat-sangat-berat-banget, sampai pada golongan hukuman mati buat yang melanggar, terutama pengedar.
Undang-undang yang berlaku saat ini di Indonesia adalah UU no. 35 tahun 2009. Di sisi legal, kadang ada yang bikin rancu, karena UU no. 35 tahun 2009 ini menggantikan UU no. 22 tahun 1997 tentang narkotika, sementara ada juga UU lain yaitu UU no. 5 tahun 1997 tentang psikotropika non-narkotika. Namun, UU no. 35 tahun 2009 secara eksplisit menentukan kalo lampiran dari UU no. 5 tahun 1997 udah kuno atau tidak berlaku lagi. Ini otomatis berarti UU no. 5 tahun 1997 juga secara ga langsung ga berlaku, karena ketentuan yang menggolongkan psikotropika (lampiran itu tadi) udah ga berlaku.
Daftar zat yang tergolong narkoba, yang digolongkan lagi menjadi golongan I, II dan III bisa lo liat di sini:
http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4af3b7f6cf607/nprt/1060/uu-no-35-tahun-2009-narkotika
Seperti lo bisa liat, ganja (cannabis) termasuk narkoba golongan I di peraturan hukum kita. Juga termasuk dalam golongan I adalah psilosibina (psylocibin), zat yang terdapat pada beberapa jamur yang tergolong halusinogen. Dari grafik adiksi dan dosis fatal tadi, ganja dan psilosibina mempunyai faktor adiksi moderate-low dan very low, sedangkan dosis fatalnya tinggi sekali dibanding dosis aktifnya. Narkoba golongan I adalah golongan yang dianggap paling berbahaya dan paling berat hukum pidananya kalo lo mempunyai, menggunakan apalagi mengedarkan.
Menurut pendapat gue pribadi yang bertahun-tahun ngubek lab kimia, klasifikasi ini terus terang agak aneh. Terutama karena menggolongkan ganja dan psilosibina dengan heroin (putau), methampethamine (meth, sabu-sabu), morfin dan MDMA (ekstasi) dalam satu golongan yang sama. Kenapa? karena dari sisi adiksi dan potensi overdosis, sama sekali ngga bisa dibandingin. Menurut gue pemerintah kita bisa belajar dari contoh paling sukses dalam perancangan dan pelaksanaan kebijakan narkoba, yaitu Portugal.
Portugal melakukan sesuatu yang cukup revolusioner di tahun 2001. Di undang-undang baru tahun itu, Portugal bukan melihat pengguna narkoba bukan sebagai kriminal, tapi sebagai ‘korban’ atau pasien yang perlu dibantu untuk terlepas dari ketergantungannya dan bisa berfungsi kembali dalam masyarakat. Sampai ekstrimnya, semua penggunaan narkoba dari seringan ganja sampai seberat heroin didekriminalisasi, alias ngga dipidana.
Sementara yang dituntut pidana adalah pengedar dengan kategori mereka yang memiliki narkoba lebih dari dosis tertentu. Selain dekriminalisasi tersebut, fasilitasi rehab untuk pengguna dan korban kecanduan narkoba ditingkatin. Bahkan pemerintah juga secara aktif memberi subsidi bagi perusahaan yang mempekerjakan korban kecanduan narkoba, plus ada program pinjaman kecil untuk para korban kecanduan untuk bisa bikin usaha kecil dan berfungsi produktif lagi dalam masyarakat.
Hasil kebijakan di Portugal, gimana?
Gimana tuh hasilnya? Apakah para pengguna dan kecanduan makin banyak karena masyarakat dibebasin mengkonsumsi dengan jumlah tertentu? Selama 2001 sampai 2007, survey menunjukan bahwa tingkat populasi rehabilitasi pecandu yang ingin sembuh jauh meningkat. Masyarakat menggunakan batas kepemilikan narkoba secara umum dalam fungsi untuk menurunkan dosis ketergantungan secara perlahan (Ingat, kalo udah ketergantungan, ga bisa langsung di-stop begitu aja, bisa berbahaya. Makanya ada rehabilitasi, untuk menurunkan ketergantungan secara bertahap)
Selain itu, tingkat persebaran HIV karena jarum suntik turun 17%. Penyalahgunaan narkoba pada remaja & jumlah pengguna berat menurun drastis. Harga narkoba di pasar gelap dan gembong mafia turun drastis, hampir ga ada harganya lagi. Akibatnya pengedar ga berkutik dan ga ada untungnya lagi untuk jualan narkoba. Pengeluaran pemerintah dalam jangka panjang untuk mengurus tindak pidana urusan narkoba juga berkurang. Korban kecanduan narkoba yang tadinya diasingkan dari masyarakat, mulai dirangkul dengan program-program subsidi tenaga kerja. Intinya pengguna narkoba tidak dianggap sebagai kriminal, tapi sebagai korban kecanduan yang harus ditolong.
Bandingin dengan Indonesia selama 15 tahun terakhir, update undang-undang tahun 2009 yang makin memberatkan pidana pengguna narkoba. Di satu sisi, hal ini positif untuk memerangi gembong pengedar narkoba supaya kapok. Tapi di sisi lain, ini ngasih ‘celah’ bagi para oknum penegak hukum yang tidak bertanggung jawab dan memanfaatkan situasi dengan memeras para korban kecanduan narkoba. Hal itu bisa berpotensi membuat para korban kecanduan narkoba tidak berfungsi secara sosial, bahkan makin terisolasi dari masyarakat.
Kesimpulan
Setiap saat selalu kalian ‘diajar’ dan ‘dididik’ untuk menjauhi narkoba, jarang banget ada yang mengupas tentang apa itu narkoba dan bahayanya bagi kita. Buat gue, itu bukan cara yang pantas untuk mengajar, apalagi mendidik. Melarang tanpa memberi informasi apa-apa itu namanya bukan mengajar. Nah, setelah gua bahas di artikel ini, gua harap lo betul-betul tau konsekuensi dari pemakaian narkoba. Dari efek adiksi, ketergantungan, dan yang parah banget dan efek dosis rendah yang mematikan. Untuk kategori narkoba tertentu, bahkan bisa menyebabkan paranoid, halusinasi secara acak, hilang ingatan, bahkan berkurangnya FUNGSI KOGNITIF! Sayang banget OTAK lo yang udah ditempa dengan belajar bertahun-tahun jadi dirusak sama narkoba! Belum lagi konsekuensi hukum di Indonesia yang sangat serius. So, gue sangat menghimbau bagi lo semua untuk menjauhi narkoba. Sayangi tubuh lo, sayangi otak lo, sistem syaraf pusat lo, dan masa depan lo sendiri. Terakhir gua harap lo sekarang bisa menjauhi narkoba, bukan karena ancaman dan ‘kata orang’ doang, tapi karena memang lo tau kenapa hal itu merugikan dan patut dijauhi.
Reference:
Dreyer, Jean-Luc (2010). “New insights into the roles of microRNAs in drug addiction and neuroplasticity”. Genome Med. 2 (12): 92.
Olsen, Christopher M. (2011). “Natural Rewards, Neuroplasticity, and Non-Drug Addictions”. Neuropharmacology 61(7): 1109-1122.
Taylor, Mark et al. (2012). “Quantifying the RR of harm to self and others from substance misuse: results from a survey of clinical experts across Scotland”. BMJ Open 2: e000774.
European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction. Heroin drug profile. Retrieved from http://www.emcdda.europa.eu/publications/drug-profiles/heroin
Nutt, David et al. (2007). “Development of a rational scale to assess the harm of drugs of potential misuse”. The Lancet 369:1047-1053.
Greenwald, Green (2009). “Drug Decriminalization in Portugal: Lessons for Creating Fair and Successful Drug Policies”. Cato Institute. Retrieved from
http://object.cato.org/sites/cato.org/pubs/pdf/greenwald_whitepaper.pdf
Badan Narkotika Nasional (2016). Retrieved from http://www.bnn.go.id
—————————CATATAN EDITOR—————————
Kalo ada di antara kamu yang mau ngobrol atau diskusi sama Ivan tentang topik seputar narkoba, psikotropika, atau kimia secara umum, silakan langsung aja tinggalin komentar di bawah artikel ini. Buat lo yang punya pengalaman tentang narkoba, juga bisa ikut nimbrung di komentar bawah pakai akun anonim. Mari kita diskusikan secara sehat bagaimana cara terbaik agar Bangsa Indonesia terbebas dari narkoba 🙂
Ooo, pantes Pandji Pragiwaksono di standupnya pingin legalisasi ganja, soalnya efek negatifnya gak seberapa dari rokok (gak maksud pingin nge-ganja kok bang santai). Indonesia rugi besar klo gaada pabrik rokok bang wkwkwk. Banyak pekerja yang pengangguran juga pasti klo pabriknya diberhentikan langsung gitu 🙁 iklan rokok juga gajelas.
Betul. Untuk efek langsung fisik ke pengguna, baik jangka pendek dan panjang, tidak setinggi perusakan oleh rokok. Walaupun demikian penggunaan ganja masih sangat berbahaya dengan status hukumnya.
Untuk kerugian negara apabila rokok diregulasi, gue rasa cacat. Pemerintah bisa bikin program subsidi usaha kecil untuk petani tembakau supaya bisa pindah usaha. Untuk buruh pabrik industri rokok, bisa dilakukan bertahap. Gue juga ngga mengajukan solusinya berupa penutupan industri rokok dengan langsung dan tiba-tiba kok.
Gue jadi inget, ngenes banget rasanya dulu nonton pejabat-pejabat dan jurnalis sekaliber Karni Ilyas berargumen pro rokok di acara Indonesia Lawyer Club tanpa bukti saintifik yang jelas. Dokter medis yang hadir waktu itu paling cuma bisa facepalm. Pejabat publik itu harus melek sains.
Waduu, baru gue cek bahasan tentang yang lu bilang bang, aneh gue bacanya. Pokoknya mreka ngotot gimanapun caranya, pake alasan yang gak logic tentang tetangganya yang msih muda dan bukan perokok tapi mati muda, isi acara nantang pula wkwkwk geli gue bacanya. Eh btw dulu bang sabda juga perokok ya? kok bisa bang?
Lo nonton di youtube ya? Tadi gue mau copas link youtubenya lupa. Ada channel yang upload episode itu:
https://www.youtube.com/watch?v=5prngfe-I28
Anyway, begitulah. Males sih denger argumen anekdotal kaya gitu. Ada non-perokok yang mati muda karena kecelakaan jelas bukan karena tidak merokok. Dan ada perokok berumur panjang bukan berarti semua perokok berumur panjang. Ada data dan statistiknya. Kalau mau tanya apa rokok itu secara statistik berefek pada umur kematian, tanya perusahaan asuransi yang duitnya bertaruh sama umur orang.
Sabda? Gue ngga tau nih, hehe. Udah lamaaaa banget gue gak ke zenius 🙁
waduh ini bukan amrik, culture indonesia jarang mengenal ganja jadi masih gampang di rubah menurut ane. kalo di luar kan gak hanya pecandu yang makai ganja, cultur lokal dan etnik tertentu juga kayak rastafari
Sains tidak mengenal culture. Secangkir kafein di sini sama di amrik ya sama.
Sayangnya sebagian public policy kita tidak berpatokan pada sains.
beberapa kultur di luar negeri mempunyai beberapa kultur yang tidak bis dipisahkan dengan drugs. termasuk beberapa suku dan bagsa yang asli di amerika. karena negara barat harus political correct dan inclusive dalam hal ini, aturan tersebut di longgarkan.
Negara barat mana? US?
US merdeka tahun 1776. American Indian udah ada di sana jauh sebelum kemerdekaan US. Dekriminalisasi dan legalisasi di sebagian (!) negara bagian baru muncul tahun 2000an. Itu bedanya dua abad lebih. Kalau memang ada value inclusive dari sananya, harusnya dekriminalisasi sudah terjadi sangat awal.
Selain itu, Native American hanya berjumlah sekitar 6 juta tops. Dibandingkan jumlah penduduk US total sekitar 320 juta. Legalisasi penanaman ganja oleh Native American di luar daerah mereka pun baru legal tahun 2014.
Apanya yang berhubungan political correct atau inclusive? Lalu apa lagi aturan yang dilonggarkan? Banyak negara bagian masih menaruh ganja jadi class A schedule drug alias narkoba golongan I. Tolong berikan konteks sejarah dan kronologi yang koheren dalam argumen historikal.
ohhh, jadi narkoba kalo dipake sikit sikit gpp ya,
pake lha nanti ah
😀
Mas, tolong berkomentar dengan baik 🙂
Di mana gue bilang begitu?
Wuahahaha. Coba aja bro dikit. Gue pengen liat ada org yg bisa pakek narkoba tapi dikit. Hebat lo kalo udah nyicip narkoba tapi gak ketagihan, atau udah nyicip tapi bisa gak ngonsumsi banyak.
Again, gue mau tekankan ga ada tulisan seperti itu di artikel ini yah.
saya hanya bercanda,
ada tanda 😀 kok,
oke bang !
srius amat lu tong balas komen gua yg gak jelas, 😛
menurut gua sih di indonesia ini bnyak orang yg ngaku bernasionalisme tpi nyatanya hanya sebatas hafal UDD,Pancasila dan lain2 tpi mereka justru ngelupain arti dari itu smw kyk pejabat korupsi atau lainnya yg mengaku ngabdi untuk negara tpi aasudahlah..
jadi intinya kita sebagai warga negara indonesia mari pelan2 menanamkan kebaikan serta menjaga kebaikan yg sudah tertanam dari dulu sampe sekarang dan BUANG yg gak ada manfaat dan yg gak penting bagi kita apalagi yg bisa merusak bangsa #IndonesiaLebihBaik
klo ada masalah yg di hajar ya masalahnya bukan silaturahminya 😉
ini salah satu komentar yang out of topic,hubungannya sama narkoba apa bang?
kwkwkwkwkw
Bg gw penasaran, atas dasar apa sih reward system kita ngeluarin dopamine sesuka dia, itu emang gak bisa dikontrol? Kok bisa setiap nyoba narkoba, dia ngeluarin dopamine? Gw suka banget makan nangka, itu karena dopamine juga? Tapi ada juga orang yg gak suka, kok terhadap makanan, dopamine gak selalu keluar? Tapi giliran narkoba, selalu keluar dia??
Untuk dopamine pathway, agak complicated sih. Konsumsi berbagai zat dan perilaku tertentu dapat meningkatkan konsentrasi dopamine di nucleus accumbens, bagian otak yang berperan di reward system. Efeknya adalah peningkatan asosiasi sensasi dengan perilaku (gue merasa begini karena barusan gue melakukan X). Simpelnya, itu cara kita mengasosiasikan dan belajar perilaku mana yang menguntungkan mana yang ngga. Narkoba, mengekspresikan proses ini dengan berlebihan.
Tapi ini ngga selalu berarti nyoba narkoba = pasti akan kecanduan. Dalam perang Vietnam, lebih dari 50,000 tentara US yang mengkonsumsi heroin untuk painkiller atau sekedar rekreasi. Setelah pulang dari perang itu, 95% dilaporkan kembali ke kehidupan sipil biasa, sementara 5% dilaporkan masih ketergantungan/ketagihan heroin.
Kenapa? Karena selain potensi narkoba untuk mengaktifkan dopamine pathway, untuk muncul ketagihan itu butuh konteks. Mengutip Johann Hari, ketagihan itu muncul dari kurangnya ‘bonding’ dengan sesuatu yang lain – dan narkoba masuk ke gap yang ada. Maksudnya, 95% yang balik tanpa ketagihan itu melanjutkan hidup dengan normal karena keadaan sekitar, keadaan keluarga, kehidupan sosial dan ekonominya baik.
pertanyaan si Pranandha sama kaya pertanyaan gua om tapi beda dikit. “perilaku tertentu dapat meningkatkan konsentrasi dopamine”, contoh bermusik. padahalkan kaga masukin zat apapun ke tubuh, tapi si dopamin senaknya aja berkosentrasi.
ntu gimana om?
betewe, om blon ngejawab pertanya si Pranandha.
Zen gimana mnurutlu banyak artikel di internet katanya nonton video porno dampaknya lebih parah merusak otak daripada narkoba
menurut gue kalo nonton fim porno lebih bisa cepet move on daripada narkoba,
Menurut gue, nnton film porno bisa dihilangin dngan cara menyibukkan diri dan menghilangkan sumber godaan, dan tentu aja niat wehehe, klo udah ngmongin “niat” hal2 kyak gitu tergantung pilihan kita aja mau jadi orang kyak gmana. Kita sbagai manusia dikasi kemampuan buat bedain yang mana yang bener dan yang salah.
Kalo menurut gua enggak. Yang di Highlight di artikel itu pasti orang2 yang udah ketergantungan, sama lah kayak kejadian orang kecanduan main game. Juga di bilang lebih parah dri narkoba
Pornografi juga berpotensi menimbulkan kecanduan. In the sense that sama seperti part pertama di atas. Bedanya, efek ketergantungan atau withdrawalnya ngga fisik, lebih ke psikologis.
Untuk perusakan otaknya menurut gue lebay sih. Efeknya less physical.
http://m.kompasiana.com/ika-bundaalika/pornografi-merusak-otak-2x-lebih-parah-ketimbang-narkoba_54f75f41a3331145338b46b3
Gw juga pernah baca efeknya sama seperti kecelakaan mobil
Referensinya di mana ya? Artikel kompasiana kan citizen journalism, kadang sumbernya valid kadang ngga. Ada cek ngga?
Gue ga bilang pornografi ngga ada efek negatifnya. Ada. Tapi lagi-lagi artikel kompasiana di atas isinya fear mongering seperti banyak kampanye anti-narkoba. Penjelasannya dangkal. Contoh yang dicatut juga anekdotal (satu kasus). Seperti orang berargumen rokok ga berbahaya karena kenal seorang perokok yang berumur panjang.
Nganu mas… Saya sama temen saya pernah nyimeng (ganja) sekali. Tapi yang terjadi pada kami berbeda, padahal kami sebelumnya sama-sama ga pernah nyimeng. Temen saya empat kali nyedot langsung ngantuk (matanya jadi kaya punya sharinggan, mas) dan kepalanya langsung enteng katanya, nah saya yang nyedot setelahnya sampe satu batang abis mas (20-25 kali nyedot lah kira-kira mas), cara nyedotnya mulai langsung dari mulut atau dihirup asepnya lewat idung (para ahli hisab tentunya paham cara ini) itu ga ngefek ke saya mas. Ngantuk nggak, kepala ya biasa aja, abis itu saya pulang ke kosan nyetir motor normal-normal aja mas. Saya langsung palmface mas, saya langsung berpikir: “Ayah mengapa aku berbeda?”
Pertanyaan saya: Kenapa saya ga ngerasain efek seperti temen saya padahal saya nyedot lebih banyak?
Kalo tetep gini mah, saya ga mau nyimeng lagi mas. *eh ?
misi numpang share pengalaman. Efek tiap orang beda – beda, walau sama – sama manusia kurang lebih sel -sel, gen, dan kandungan kimia dalam tubuh kita juga beda, tentu memiliki reaksi beda. kaya gue kalau makan seafood lansung merah – merah gatel, hehehe..
tapi walau ga ada efek seketika, kadang penyakit pada tubuh merupakan kalkulasi kebiasaan buruk kita. ya dampak nya bisa selang beberapa hari, bulan, atau tahun. contoh tetangga gue diabet (uda nenek), sejarah keluarga beliau ga ad diabet tapi menurut pengalaman beliau semasih muda gemar makan gula – gula, soda, dan minuman rasa – rasa. 🙂
Betul yang dijawab @kadekherlina:disqus. Efek suatu obat belum tentu menghasilkan efek yang sama untuk setiap orang.
Maaf anda kurang beruntung. Silahkan coba lagi.
Bang tolong cerahkan saya.
1.Apa maksud efek ganja “persepsi”?.
2.Kata buku pelajaran kalo ngeganja bisa bikin lemot, maksud lemot tuh pas pemakaian atau efek nantinya ? Atau lemot hanya ada ketika pemakaian sangat berlebihan.
3. Disisi lain katanya lagi -_- ganja bisa bikin kreatif, seniman contoh comedian kadang ngeganja buat ngebantu bikin materi. Bener gk tuh ?
1. Persepsi? Maksudnya mengubah persepsi gitu? Efek ganja dapat mengubah persepsi kita, dapat menyebabkan “time dilation” (waktu seakan berjalan lambat) dan berkurangnya konsentrasi. Efek ini mungkin berbeda untuk tiap orang.
2. Lemot dalam artian berkurangnya kemampuan kognitif ya? Riset menunjukkan bahwa pemakaian yang sering dapat menurunkan kemampuan kognitif dan memori, terutama yang mulai menggunakan sebelum umur 38 dan terus menggunakan. Untuk yang berhenti menggunakan sebelum 38 atau mulai menggunakan setelah 38, belum ada bukti riset yang konklusif untuk penurunan IQ.
3. Somewhat benar, karena efeknya adalah pengubahan persepsi termasuk audiovisual. Beberapa seniman mengakui membuat karyanya di bawah pengaruh ganja, namun banyak juga kok yang berkarya tanpa ganja.
Bang gmana dengan smart drug/nootropic( obat/narkoba pintar ) kok gak diberantas…. itukan obat stimulan ? contoh contohnya kaya yang terkenal, modafinil( ane liat di yutub ada peningkatan drastis permainan pemain drum)..adderall( katanya maksimalin fokus).. addie-up( memory enchanment+ fokus)..phenibut( master confidence ) dsb serta banyak juga review dari google, dan penjualannya itu bebas bang apalagi di black market di web yang mudah ditemui dijual dengan harga murah mungkin 2 kali lebih murah untuk stok yang banyak…btw ini gk apa apa bang obat obat kaya gini menjalar?
Nootropic itu istilah yang cukup luas, yang mencakup obat yang legal tapi diatur (turunan amfetamin, metilfenidat), diatur terbatas (nikotin) sampai yang bebas (kafein). Nootropic tertentu terutama kelas amfetamin memang diatur penjualannya karena walaupun berguna secara medis, cenderung digunakan sebagai obat rekreasi dan dapat menyebabkan kecanduan. Jadi jawabannya adalah tergantung masing-masing obat dan kelasnya, lebih baik menghindari istilah yang terlalu luas – kalo ngga, nanti kafein juga dilarang gitu? 😉
betulkah seperti itu? apakah bahaya narkoba
sudah diteliti secara ilmiah? ataukah masalah narkoba hanyalah isu yg
didramatisir untuk suatu kepentingan karena adanya dana trilyunan dalam
penanggulangan narkoba?
mari kita kaji ulang isu bahaya narkoba agar dapat merumuskan metode
yg benar untuk mengatasi bahaya narkoba yg sebetulnya, penanggulangannya
hanya membutuhkan waktu beberapa hari saja dengan biaya yang tidak
seberapa.
silahkan baca dan donlot gratis ebooknya di google drive.
https://drive.google.com/file/d/0B4TlMpmkR0qyNklCTHN0U0plbU0/view?usp=sharing