Gimana sih asal-usul astrologi? Apakah astrologi benar-benar bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah? Yuk, cari tahu!
Nggak usah malu-malu. Zodiak emang kayak camilan kesukaan anak seusia elo yang butuh validasi. Misalnya aja, ketika hubungan elo sama dia beberapa hari terakhir renggang. Dia sering ilang-ilangan. Elo pun curiga kalau dia selingkuh.
Elo galau, dan nemuin “Ramalan Zodiak Hari Ini.” Mata elo langsung tertuju pada bagian Asmara. Di situ tertulis kalau “Jangan berpikir yang tidak-tidak tentang si dia. Percayalah, dia hanya butuh waktu untuk menyendiri dan introspeksi atas hubungan kalian.”
Elo pun merasa lebih tenang, bahkan ngerasa bersalah sama pasangan elo karena udah negative thinking. Padahal, aslinya dia emang selingkuh dari elo! (Hehehe)
Ngebaca zodiak emang punya sensasi tersendiri sih, dan sekarang masih ada aja itu ramalan zodiak. Kalau dipikir-pikir, dari mana asalnya ramalan zodiak? Kok bisa-bisanya ngeramal apa yang terjadi sama hidup orang, Padahal, kalau kata Master Oogway di film Kung Fu Panda (2008):
So, kali ini, gua mau ngajak elo ngobrolin astrologi yang jadi cikal bakal ramalan zodiak. Gimana sih awal mula ilmu astrologi? Bisa dipertanggungjawabkan nggak tuh secara ilmiah, kalau nasib asmara gue sebagai Virgo hari ini beneran bakal jalan bareng sama dia? Kalau faktanya nanti gue beneran jalan ama dia sih….thank God.
Daftar Isi
Apa Itu Astrologi?
Elo sempat kepikiran nggak, “Apa bedanya astrologi sama astronomi? Depannya sama-sama astro mah kayaknya nggak ada bedanya.”
Mereka memang sama-sama mempelajari tentang perbintangan. Bedanya, astronomi fokus mengurusi fenomena di luar angkasa. Sementara itu, ilmu astrologi mengurusi gimana pergerakan benda langit kayak bintang, matahari, sampai bulan bisa mempengaruhi kehidupan manusia, kayak kapan kita lahir, kepribadian, sampai nasib kita ke depannya.
Baca juga: Ramalan Astrologi : Beneran Atau Omong Kosong Doang?
Sejarah Ilmu Astrologi
Ilmu astrologi sudah ada sejak tahun 3.000 Sebelum Masehi, eranya bangsa Sumeria di Mesopotamia, yang sekarang menjadi bagian dari negara Irak. Bangsa Sumeria menjadi salah satu bangsa manusia pertama yang mengamati pergerakan planet dan bintang. Kalau ada rasi bintang yang kelihatan unik, mereka mencatat dan bikin polanya.
Ilmu mempelajari bintang ini terus berkembang sampai munculnya bangsa Babilonia pada abad ke-18 Sebelum Masehi. Bagi masyarakat Babilonia waktu itu, pergerakan benda langit merupakan pertanda dari dewa kalau ada suatu peristiwa yang bakal terjadi, yang berkaitan sama hidup, cuaca, sampai bencana. So, dengan memprediksi alam, mereka ngerasa bakal bisa mengatasi terjadinya peristiwa yang nggak diinginkan.
Perkembangan astrologi era Babilonia kemudian menghasilkan diagram zodiak pertama. Diagram ini dibikin sekitar akhir abad ke-5 Sebelum Masehi. Para astronom Babilonia membagi ekliptika (jalan peredaran Matahari dalam setahun) menjadi 12 tanda zodiak, dengan periode masing-masing 30 hari.
Masing-masing tanda zodiak juga dikasih nama binatang. Orang Yunani kemudian mengistilahkan itu sebagai zodiak, yang menggambarkan zodiakos kyklos, alias lingkaran binatang.
Mesir Helenistik
Pada era Helenistik (transisi dari zaman klasik menuju kebangkitan Kekaisaran Romawi), para ilmuwan di Alexandria Mesir menciptakan horoskop, gabungan dari astrologi Babilonia dan zodiak ala Mesir. Horoskop versi Mesir terdiri dari 36 tanda zodiak, yang berjarak 10 hari setiap tanda.
Awalnya, penggunaan horoskop pada era ini digunakan buat memvisualisasikan posisi bintang, matahari, dan bulan pada saat seseorang lahir. Bagan kelahiran itu nantinya digunakan buat ngebaca kepribadian seseorang dan gimana nasib mereka nantinya. Dari sinilah, ramalan nasib dimulai.
Yunani Kuno dan Roma
Sekitar tahun 280 Sebelum Masehi, seorang pendeta dari Babilonia pindah ke Pulau Kos Yunani buat ngajarin astrologi dan budaya Babilonia. Astrologi pun digunakan buat nyari informasi tentang masa lalu, sekarang, dan masa depan, juga ngebaca kepribadian seseorang.
Orang Yunani kemudian nyebarin ilmu astrologi ke Roma, sampai lahirlah astrolog Roma terkenal, Claudius Ptolemy. Dia passionate banget sama ramalan horoskop, sampai bikin peta dunia buat nyari hubungan antara tempat kelahiran seseorang dan bintang-bintang.
Hingga akhirnya, pada tahun 140 Masehi, Ptolemy nerbitin Tetrabiblos, salah satu buku astrologi paling hits sepanjang masa. Bukunya berisi penjelasan tentang elemen-elemen astrologi yang masih dipakai sampai saat ini, termasuk tentang zodiak.
Abad Pertengahan sampai Sekarang
Ilmu astrologi makin berkembang pada Abad Pertengahan (5-15 SM). Dokter, astronom, sampai matematikawan menggunakan ilmu astrologi buat urusan sehari-hari. Bahkan, berkat ketenaran ilmu astrologi, astronomi mulai dipelajari di berbagai universitas hits di Eropa, kayak Cambridge.
However, kepercayaan terhadap astrologi mulai menurun waktu gereja Katolik berkuasa. Dalam jurnal berjudul The Zodiac on Church Portals: Astrology and the Medieval Cosmos (2021), gereja menganggap astrologi sebagai takhayul dan “jalan setan”, nggak sesuai sama takdir yang sudah digariskan Tuhan mereka. So, ramalan astrologi pun ditolak sejak saat itu.
Masyarakat pun mulai ninggalin astrologi dan lebih mempercayai sains sejak Abad Pencerahan. Praktik membaca horoskop dianggap sebagai hiburan aja. Kebiasaan itu berlanjut sampai sekarang. Elo masih bisa nemuin ramalan zodiak di majalah, website, maupun media sosial.
Baca juga: Elo Percaya Ramalan Zodiak? Kena Barnum Effect, Nih! – Serba-serbi Zodiak
Astrologi dalam Perspektif Sains
Kita sampai pada pertanyaan besar: Apakah astrologi bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah? Masak sih, pergerakan benda langit bisa nentuin hari ini kita bakal jalan sama si dia apa enggak, asam lambung bakal kumat atau enggak?
Secara ilmiah, NASA pernah menguji 12 rasi bintang versi Babilonia berdasarkan perhitungan astronomi. Hasilnya, perhitungan bangsa Babilonia tentang posisi langit nggak akurat. Posisi langit yang sebenarnya punya perbedaan 23,5 derajat dari perhitungan Babilonia. Selain itu, rasi bintang punya bentuk, ukuran, dan waktu tempuh matahari yang beda-beda, di mana semuanya nggak sama-sama berjarak 30 hari.
Misalnya, matahari butuh 45 hari buat melewati rasi bintang Virgo. Sedangkan, matahari cuma butuh seminggu buat melewati Scorpio. Ini nggak konsisten sama perhitungan Babilonia, di mana setiap rasi bintang punya jarak 30 hari.
Dari pengamatan ini, NASA nyimpulin kalau sebenarnya ada 13 rasi bintang, bukannya 12. So, perhitungan astrologi ala Babilonia dianggap sebagai cocoklogi aja, ngikutin 12 bulan dalam setahun, di mana setiap bulan terdiri dari 30 hari. That’s why ilmuwan nggak percaya sama astrologi.
Itu kalau dari NASA. Gue kasih pembuktian lain dari ilmuwan era milenial, Peter Hartmann, Martin Reuter, dan Helmuth Nyborg. Mereka merilis jurnal berjudul The relationship between date of birth and individual differences in personality and general intelligence: A large-scale study (2006). Penelitian itu menguji apakah benar, tanggal lahir berdasarkan perhitungan astrologi mempengaruhi kepribadian dan kecerdasan seseorang?
Dari 400 pria paruh baya dan 11.000 orang dewasa muda, penelitian itu membuktikan kalau nggak ada hubungan sama sekali antara tanggal lahir dengan kepribadian dan kecerdasan seseorang.
“Kalau tahu gitu, kenapa orang-orang pada percaya sama astrologi?”
It’s all about psychology. Coba ingat-ingat momen ketika elo baca ramalan zodiak. Waktu elo lagi bete, elo baca ramalan zodiak yang bilang kalau keberuntungan akan elo dapatkan hari itu. Mood elo kemudian membaik, ya nggak?
Secara ilmiah, efek psikologis kayak gitu disebut efek plasebo. Efek plasebo adalah ketika elo yakin kalau sesuatu bisa bikin elo merasa lebih baik, padahal sesuatu itu aslinya nggak punya “isi” sama sekali. So, yang bikin elo ngerasa lebih baik bukan karena sesuatu itu emang punya isi, tetapi karena positive thinking elo yang bikin mood membaik.
Efek plasebo ini berakar dari dunia medis, buat menguji efektivitas perawatan dan obat. Misalnya, kelompok pasien A dikasih obat sebenarnya, dan kelompok pasien B dapat obat kosong alias plasebo. Mereka pada nggak tahu apakah obat yang mereka terima asli atau nggak.
Ketika kelompok pasien B ngaku mereka ngerasa lebih baik, padahal obat yang diminum adalah plasebo, maka mereka kena efek plasebo. Itu yang bikin obat plasebo biasa digunakan buat mengobati nyeri, stres, bahkan depresi. Tujuannya, buat bikin pasien merasa lebih baik.
Gimana, masih mau percaya sama astrologi, atau cuma buat have fun aja? Gimana pendapat elo sendiri tentang astrologi? Kasih tahu gue di kolom komentar ya!
Baca Juga Artikel Lainnya
Apa Itu Zodiak? Sejarah dari Masa ke Masa – Serba-serbi Zodiak
Komunikasi Sains Asyik Ala Ilmuwan, Gimana Caranya?
Golongan Darah Bisa Mencerminkan Kepribadian Manusia, Masa sih?
Referensi
Leave a Comment