Di balik besarnya nama Albert Einstein, ada sosok Arthur Eddington yang bikin dia jadi dikenal dunia. Yuk, kenalan sama Arthur Eddington, astronom hebat pada masanya!
Halo, Sobat Zenius! Sebagai pembuka storytelling kali ini, gue mau tebak gambar sama lo.
Lo tahu enggak, orang yang di bawah ini siapa?
Pasti lo udah tahu kan. Enggak heran sih, soalnya Albert Einstein emang se-legend itu. Dia jadi ikon orang paling pintar sedunia. Ilmuwan jenius yang nyentrik, unik, dan posternya yang lagi melet banyak ditempel di kamar-kamar. Gue dulu sering banget lihat posternya itu ditempel di kamar pemeran sinetron yang gue lihat, sampai tembok kamar sepupu gue.
Tapi, pernah enggak lo berpikir, kenapa Einstein bisa seterkenal itu di dunia? Lo tahu enggak, teori apa yang bikin dia jadi ilmuwan yang awalnya enggak terkenal, tiba-tiba jadi auto melejit?
Jawabannya: teori relativitas.
Tapi, teori relativitas itu enggak mendadak trending gitu aja. Ada peran sosok besar yang bikin Einstein dan teori relativitasnya menjadi trending topic world wide sampai sekarang. Dia adalah Arthur Eddington.
Ibarat ketika lo pengen serius sama gebetan lo, lo juga perlu kenalan sama orang tuanya. Ya, Arthur Eddington emang enggak orang tuanya Einstein sih. Tapi, dia lah yang ‘ngelahirin’ Einstein menjadi bintang besar di dunia sains.
Yuk, langsung aja gue kenalin sama Arthur Eddington.
Masa Kecil
Pada Kamis Wage, tanggal 28 Desember 1882, lahirlah anak kedua Arthur Henry Eddington dan Sarah Ann Shout. Nama bayi laki-laki itu beda tipis lah sama nama ayahnya: Arthur Stanley Eddington. Eddington resmi jadi anak Kendal. Bukan Kendal di Jawa Tengah ya, tapi kota Kendal di Inggris.
Btw, keluarga Eddington ini merupakan penganut Quaker, suatu kelompok Kristen Protestan yang dikenal sebagai Religious Society of Friends. Ayah Arrthur Eddington mengabdi sebagai kepala sekolah di Stramongate School, salah satu sekolah Yayasan Quaker.
Sayangnya, di usia yang bahkan belum genap dua tahun, Eddington harus jadi anak yatim. Ayah Eddington meninggal karena wabah tifus yang lagi melanda di Inggris saat itu.
Sebagai single parent, ibu Arthur Eddington jadi kelimpungan ngurus anak. Uang pesangon yang didapat ayah Eddington juga sedikit, enggak bisa nyukupin kebutuhan sehari-hari. Jadinya, mereka pindah ke Weston-super-Mare, Somerset, Inggris, buat membangun kehidupan yang lebih baik.
Arthur Eddington tumbuh sebagai anak homeschooling. Dia dididik langsung sama ibunya langsung di rumah. Hasilnya, Arthur Eddington jadi anak yang cerdas. Bahkan, dia kayak udah dewasa sebelum waktunya.
Coba bayangin, Eddington belum bisa baca waktu masih balita, tapi dia udah bisa menguasai tabel perkalian 24 x 24. Balita mana coba yang bisa ngitung segitu?
Setelah jadi anak homeschooling, Arthur Eddington masuk ke preparatory school. Di Inggris, ada sekolah dengan sistem preparatory school. Tujuannya, buat mempersiapkan anak masuk ke sekolah menengah. Eddington belajar di preparatory school selama tiga tahun.
Pada tahun 1893, di usia sembilan tahun, Eddington masuk ke Brymelyn School. Sistem pendidikan di situ bagus. Kecerdasan Arthur Eddington pun makin terasah.
Dia kelihatan menonjol banget dalam pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris. Kemajuannya dalam belajar benar-benar cepat. Eddington langsung auto jadi anak unggulan dalam pelajaran Matematika di sekolahnya.
Nah, ini ada fun fact, yang sebenarnya jadi awal mula kenapa gue nulis artikel ini. Jadi, di usianya yang belum ada 10 tahun, Arthur Eddington pernah dipinjamin teleskop. Dia masih inget, teleskop yang pertama kali dimainin itu punya panjang tiga inci.
Karena dia emang tipe anak yang suka belajar, Eddington menggunakan teleskop itu buat eksplorasi. Sejak saat itu, dia jadi kesengsem sama astronomi.
Tapi, waktu itu, minatnya ke astronomi enggak setinggi matematika. Enggak tahu aja dia, kalau suatu saat astronomi bakal jadi separuh jiwanya.
Baca juga: Biografi Johannes Kepler – Pencetus 3 Hukum Kepler Tentang Gerak Planet
Pendidikan
Lo udah ada bayangan kan sama Arthur Eddington waktu muda. Cerdas, ahli Matematika, dan hobi belajar. Potensinya itu bikin dia dapat beasiswa kuliah ke Owens College, Manchester, selama tiga tahun.
Eddington udah kuliah sebelum usianya genap 16 tahun! Jadinya, dia jadi mahasiswa paling muda deh di Owens College.
Selama belajar di Owens College, Eddington ngambil mata kuliah umum pada tahun pertama. Tiga tahun berikutnya, Eddington fokus ngambil Fisika.
Nah, karena dia orangnya ambis dan passionate banget sama Matematika (kayak Jerome Polin), dia ngambil kelas Matematika juga deh. Kalau gue, kayaknya rebahan di kosan aja kali ya :’)
Saat nyemplung di kelas Fisika dan Matematika, Arthur Eddington dimentori langsung sama dua tokoh besar sains. Mereka adalah Arthur Schuster (fisikawan yang mencetuskan spektroskopi) dan Horace Lamb (matematikawan terapan). Kedua tokoh itu benar-benar memengaruhi perkembangan ilmu dan karier Eddington selama sejarah hidupnya.
Meskipun ambis banget sama dunia akademis, Arthur Eddington juga aktif belajar di bidang lain, lho. Karena dia keluarga penganut Quaker, dia belajar menyerap nilai-nilai pasifisme, internasionalisme, dan memperdalam pengetahuan tentang toleransi.
Buat lo yang belum tahu, pasifisme merupakan pandangan bahwa segala konflik internasional bisa diselesaikan secara damai dalam keadaan apa pun, tanpa adanya kekerasan. Sementara itu, internasionalisme merupakan paham yang menginginkan hubungan yang lebih kuat antar warga negara dunia.
Singkatnya, dia benar-benar menganut paham “Gue cuma ingin hidup tenang, enggak mau nyari masalah sama orang.”
So, setelah kuliah di Owens College selama tiga tahun, Arthur Eddington akhirnya lulus dengan gelar kehormatan First Class Honours di bidang Fisika. Tahun yang sama, pada tahun 1902, Eddington dapat beasiswa lagi. Kesuksesannya di bidang akademis berantai banget ini mah.
Kali ini, Eddington dapat beasiswa Natural Science di Trinity College, kampus yang akhirnya menjadi University of Cambridge, salah satu kampus bergengsi di dunia.
Nih, gue tambahin lagi, biar lo makin semangat buat belajar dan apply beasiswa kuliah nanti. Baru setahun kuliah di Trinity College, dia dapat beasiswa Matematika di situ. Iya, dia double degree di kampus yang sama.
Beasiswa yang datangnya keroyokan itu benar-benar ngangkat nama Arthur Eddington di kampung kelahirannya. Apalagi, sedikit banget keturunan Quaker yang sekolah di Cambridge saat itu. Kayaknya enggak ada tetangga yang ngejulidin dia.
Oke, gue lanjutin tentang masa pendidikannya di Trinity College. Di kampus barunya ini, Eddington dimentori langsung sama ahli matematika terkenal, Robert Alfred Herman. Saat itu, Herman jadi mentor para senior wrangler di kampus. Apa sih, senior wrangler itu?
Jadi, di Trinity College, ada pemberian gelar bernama Senior Wrangler. Gelar ini diberikan kepada mahasiswa yang punya nilai tertinggi di bidang matematika. Gelar ini udah dianggap pencapaian terbesar di Inggris
Jadinya ya bayangin aja, orang pintar diajar sama mentor orang-orang terpintar di bidang matematika, seantero Inggris.
Nah, udah ketebak kan ending-nya kayak gimana. Udah emang aslinya cerdas sejak lahir, dibimbing sama mentor terbaik, Arthur Eddington pun dapat gelar Senior Wrangler pada tahun kedua!
Dia dapat gelar itu setelah menjalani Mathematical Tripos, kursus setahun buat mahasiswa S2 Matematika. Kursus ini terkenal sulit banget. Tapi, Eddington berhasil dapat peringkat 1 saat ujian. Prestasi ini belum pernah terjadi sebelumnya, yang diraih oleh mahasiswa tahun kedua. Daebak!
Baca juga: Galileo Galilei, Bapak Ilmu Pengetahuan Modern yang Ditahan Gereja Katolik Roma
Awal Penelitian
Arthur Eddington lulus dari Trinity College pada tahun 1905. Setelah lulus, Eddington langsung bikin proyek penelitian fisika di Cavendish Laboratory. Proyek pertamanya itu tentang emisi termionik (pelepasan elektron dari bahan yang dipanaskan).
Sayangnya, penelitian itu enggak berjalan dengan baik. Eddington langsung menghentikan proyek tersebut.
Arthur Eddington langsung nyoba penelitian matematika pada tahun yang sama. Tapi, sama aja kayak proyek fisika, penelitiannya juga gagal. Padahal, ide ini udah lama dia kembangin.
Enggak butuh lama bagi Eddington buat melepas status pengangguran. Astronom Royal Observatory, William Christie, langsung nyamperin Eddington.
Saat itu, emang udah tradisi kalau lulusan terbaik matematika di Cambridge bakal direkrut sama Royal Observatory. So, pada tahun 1906, Christie ngerekrut Eddington buat jadi asistennya di Royal Observatory cabang Greenwich.
Tawaran pekerjaannya itu bikin Eddington jadi flashback sama masa kecilnya. Itu tuh, yang dia hobi main teleskop, terus jatuh cinta sama astronomi.
“Selama ada peluang buat belajar dan enggak jauh-jauh amat dari matematika dan fisika, why not?” pikir Eddington kala itu.
Arthur Eddington nge-acc tawaran dari Christie. Dia langsung terlibat dalam proyek penelitian yang udah berjalan enam tahun. Proyek itu neliti tentang planet Eros, dan fotonya udah diambil sejak tahun lalu. Dia juga neliti pergerakan bintang di galaksi Bima Sakti dengan analisis matematis.
Penelitiannya itu dia jadikan esai, yang berakhir menjadi sebuah buku berjudul Stellar Movements and the Structure of the Universe (1914). Dari hasil penelitiannya, ada dua aliran bintang di Bima Sakti.
Karyanya itu pun mendapatkan pengakuan luas dari komunitas astronomi. Bahkan, Eddington juga dapat penghargaan pertamanya, yaitu Smith Prize. Penghargaan ini diberikan buat sosok dari Trinity College yang ngasih kontribusi besar dalam ilmu matematika dan fisika.
Di tahun yang sama, 1907, Arthur Eddington juga dapat penghargaan Trinity College Fellowship, atas esai yang ditulisnya. Prestasinya enggak habis-habis ya, btw.
Baru berapa tahun kerja di Royal Observatory, Eddington udah jadi pekerja teladan aja. Prestasinya itu bikin dia dipercaya buat ikut menjalankan proyek di luar negeri, seperti ke Malta pada tahun 1909 dan Brasil pada tahun 1912. Di Brasil, dia jadi kepala ekspedisi gerhana.
Enam tahun kerja jadi asisten kepala Royal Observatory cabang Greenwich, Eddington ditawarin posisi jadi Profesor Plumian of Astronomy di Cambridge. Dan … dia diangkat jadi direktur Cambridge Observatory!
Di usianya yang ke-30 tahun, Eddington langsung nyabet dua jabatan sekaligus. Eddington kayaknya enggak pernah ngerasain quarter life crisis deh…
Enggak lama setelah ditunjuk jadi direktur Cambridge Observatory, Eddington kepilih sebagai Fellow dari Royal Society, penghargaan buat akademisi sains se-Inggris.
Perkenalannya dengan Albert Einstein
Di tengah semangatnya yang membara buat belajar astronomi, Perang Dunia I bikin panas dunia, terutama Eropa. Pada Perang Dunia I, Jerman versus sama Inggris, negaranya Eddington. Lo bisa memahami lebih dalam tentang Perang Dunia I di sini, ya.
Eddington yang emang terlahir sebagai orang yang cuma ingin hidup tenang, jadi ngerasa susah karena Perang Dunia I. Soalnya, Perang Dunia I yang sarat akan politik bikin ilmuwan antar negara yang konflik jadi kena dampaknya. Ilmuwan Inggris dipaksa buat mutus silaturahmi sama ilmuwan Jerman.
“Hadeh, udah susah-susah menjalin hubungan, semudah itu disuruh melepaskan?” batin Eddington saat itu.
Eddington tetap enggak peduli. Dia enggak mau komunitas ilmuwan di Eropa kepengaruh sama urusan politik. Jadinya ya, dia tetap rajin surat-suratan sama ilmuwan di luar Inggris.
Nah, suatu hari pada tahun 1915, Eddington dapat surat dari Willem de Sitter, fisikawan Belanda. Dalam surat itu, de Sitter ngasih tahu sebuah teori yang menarik dari Jerman, tapi malah enggak booming.
Teori itu adalah teori relativitas umum. Yap, teori hits dari ilmuwan hits sedunia, Albert Einstein. Teori itu menerangkan, cahaya yang melewati sebuah objek besar, seperti matahari, akan sedikit dibelokkan oleh gravitasi.
De Sitter nyeritain ke Eddington, di tengah-tengah panasnya Perang Dunia I, Einstein lagi bikin teori relativitas umum. Tapi, teori itu enggak bisa dengan mudah menyebar ke Jerman, apalagi di luar jerman. Alasannya unsur politik Perang Dunia I bikin penyebaran teorinya jadi terhambat, dan dia belum bisa membuktikan kebenaran teorinya itu.
“Kok bisa teorinya belum terbukti benar?”
Buat menguji teorinya, Einstein harus nunggu gerhana matahari total. Tapi, buat ngelihat gerhana matahari total yang benar-benar sempurna, dia harus pergi ke tempat tertentu yang pastinya jauh.
Sebelumnya, Einstein udah nyoba selama bertahun-tahun buat menguji prediksi itu. Tapi, nggak ada hasil yang dia dapat. Apalagi, di tengah Perang Dunia I, dia jadi susah untuk pergi. Einstein juga jatuh sakit saat itu.
Nah, Einstein nyoba ngajuin teori itu ke de Sitter, barangkali ada ilmuwan yang support dia dan bisa bantu ngebuktiin teorinya itu. De Sitter kemudian nyebar teori itu deh ke Inggris, dan sampai ke Eddington.
Hati Eddington terketuk. Dia jadi tertarik buat neliti teori relativitas umum lebih lanjut. Apalagi, teori Einstein ini benar-benar mematahkan teori gravitasi Newton yang udah jadi kiblat ilmu gravitasi selama 300 tahun. Lo bisa baca di sini tentang teori gravitasi Newton yang mau dipatahkan Einstein.
“Newton orang asli Inggris. Einstein orang Jerman. Hmmm, apakah ilmuwan negara sendiri yang benar, atau ilmuwan negara musuh?”
Eddington langsung ngatur rencana. Dia udah mantap buat membuktikan teori Einstein. Eddington bakal mengeksekusi saat gerhana matahari total pada Mei 1919. Pada saat itu, gerhana bakal kelihatan di bumi bagian selatan.
Dengan berakhirnya Perang Dunia I, bebasnya dia dari wajib militer, dan bantuan dana dari sohibnya yang bernama Frank W Dyson (astronom juga di Royal), Eddington langsung gercep buat membagi kelompok pengamatan.
Mulai dari sinilah, dunia akan tahu siapa pemenangnya, Newton atau Einstein?
Pembuktian Teori Relativitas Umum
Akhirnya, Eddington ngirim dua tim buat mengamati gerhana. Satu ke Brasil, dan satunya ke Pulau Principe, Afrika Barat. Eddington jadi pemimpin tim pulau Principe.
Eddington berlayar dari Inggris pada Maret 1919, dan sampai di Pulau Principe pada pertengahan Mei. Kedua tim mulai memasang alat pengamat gerhana pada 29 Mei 1919 siang.
Waktu eksekusi, banyak banget halangan yang dihadapi tim Eddington. Ada badai lah, hujan deras lah, peralatannya tiba-tiba enggak bisa digunakan lah, bahkan ada kapal uap yang sempat-sempatnya nyerang mendadak.
Beruntungnya, segalanya udah kondusif di malam hari. Kondisi langit bersahabat, meskipun ada awan yang rada mengganggu hasil foto bintang. Eddington dan tim mengambil 16 foto dari gerhana matahari total itu.
Setelah pengamatan selesai, Eddington enggak langsung pulang. Dia tetap memeriksa gambar-gambar yang dihasilkan dari pengamatan. Eddington mencoba mengukur penyimpangan posisi bintang.
Akhirnya, setelah melakukan pengukuran yang sangat intens, Eddington udah nemuin hasilnya. Dia udah enggak sabar buat segera balik ke Inggris dan ngumumin hasil pengamatannya ke dunia.
Sesampainya di Inggris, dia langsung booking ruangan di Royal Society. Para ilmuwan sampai wartawan datang ke acara pengumuman itu. Soalnya, sebelum Eddington berangkat observasi, dia udah ngumumin kalau timnya bakal berangkat ke Brasil dan Afrika Barat buat membuktikan teori Einstein. Mereka udah enggak sabar buat tahu siapa yang benar, Einstein atau Newton.
Eddington masuk sambil bawa 2 plate fotografi hasil ekspedisi di Brasil dan Afrika Barat. Dia nyatuin 2 plate itu. Kalau Newton benar, dua foto yang digabung akan menampilkan foto posisi bintang yang sama. Tapi, kalau Einstein yang benar, akan ada celah di antara dua titik foto. Itu artinya, terjadi pembelokan cahaya.
Eddington udah siap-siap. Semua pada deg-degan. Setelah menyatukan 2 plate dan memfokuskan lensa objektif, kelihatan deh. Ada celah antara dua titik foto. Ada sedikit pembelokan cahaya bintang yang disebabkan oleh medan gravitasi Matahari. Einsteinlah yang benar!
Pengumumannya itu menjadi momen terbesar dalam hidup Eddington, dan tentunya Einstein. Seantero Inggris langsung heboh. Bahkan, Royal Society bilang kalau pembuktian itu menjadi pencapaian tertinggi dalam intelektual manusia.
Usaha Eddington benar-benar membuka gerbang revolusi sains. Enggak salah kalau keesokan harinya, koran Times langsung bikin headline “Revolution in Science.”
Hanya dalam semalam, Einstein yang awalnya merupakan ilmuwan enggak terkenal dan teorinya dianggap enggak jelas, berubah menjadi tokoh yang disorot dunia.
Eddington juga jadi sorotan dunia. Sejak saat itu, dia udah kayak jubirnya Einstein, padahal belum pernah ketemu. Eddington dianggap sebagai ilmuwan yang paling paham tentang teori relativitas Einstein saat itu.
So, dia jadi ngasih kuliah ke sana ke mari tentang relativitas, ngisi banyak wawancara dan siaran radio, sampai akhirnya dapat gelar bangsawan. Fisikawan Inggris, Sir Joseph John Thomson, berkomentar bahwa Eddington udah bikin banyak orang ngerti tentang apa arti relativitas.
Eddington dianggap sebagai sosok interpreter yang bisa ngebawain teori relativitas dengan cara yang mudah dipahami dan menghibur. Hal itu ditunjukkan melalui buku-buku yang ditulisnya dalam bahasa Inggris, seperti Space Time and Gravitation (1920) dan Mathematical Theory of Relativity (1923).
Einstein akhirnya dapat kabar dari telegram, kalau Eddington berhasil membuktikan teori relativitasnya. Einstein berterima kasih banget sama Eddington. Dia seneng banget teorinya telah diverifikasi, sementara dia sendiri lagi sakit parah dan bingung harus pakai cara apa lagi buat ngebuktiin teorinya.
“Ini adalah presentasi terbaik dari subjek, dalam bahasa apapun.”
Pujian Albert Einstein kepada buku Arthur Eddington yang berjudul Mathematical Theory of Relativity.
Penelitian Lainnya
Setelah melewati hebohnya pembuktian teori relativitas, Eddington juga melakukan penelitian lain terkait bintang. Kali ini, dia neliti struktur internal bintang.
Pada tahun 1926, Eddington menemukan bahwa agar bintang dalam keadaan seimbang, tekanan gravitasi ke dalam bintang harus menjaga radiasi dan tekanan gas ke luar.
Selain itu, Eddington juga menemukan hubungan antara massa dan luminositas bintang. For your information, luminositas bintang adalah jumlah cahaya dan energi yang dipancarkan bintang per satuan waktu.
Eddington menemukan bahwa ukuran bintang berbanding lurus dengan luminositasnya. Semakin besar ukuran bintang, semakin besar jumlah dan energi cahaya yang dipancarkan.
Penelitian lain yang juga dilakukan Eddington antara lain penghitungan kelimpahan hidrogen dan denyut bintang variabel Cepheid. Penelitiannya itu kemudian dituangkan dalam bukunya yang berjudul The Internal Constitution of Stars (1926). Eddington jelasin panjang lebar tentang bagaimana energi tercipta di bintang.
Nah, tadi kan gue banyak banget ngebahas dedikasi Eddington dalam ilmu astrofisika. Dia juga punya passion dalam filsafat ilmu, lho.
Eddington punya pandangan tersendiri tentang agama dan sains. Hal itu diungkapkan dalam beberapa publikasinya, seperti buku The Nature of the Physical World (1927) dan Science and the Unseen World (1929).
“Emangnya, Eddington mikir apaan sih tentang agama dan sains?”
So, Eddington berpendapat, sains dan agama itu enggak saling menyangkal, tapi malah justru punya dasar filosofi yang sama. Dia menyebut, relativitas dan mekanika kuantum mendukung pandangan dalam agama.
Buat yang lupa sama teori mekanika kuantum, teori tersebut menyatakan bahwa gerakan dan lintasan elektron enggak bisa diketahui secara pasti.
Menurut Eddington, teori-teori itu hanya dapat menjelaskan bagian-bagian alam semesta yang dapat diukur. Sedangkan, pengalaman manusia yang tidak dapat dijelaskan oleh agama, berada di luar sains. Berdasarkan filosofi itu, Eddington menolak klaim kalau sains enggak berbanding lurus dengan agama.
Eddington mengklaim, agama dan sains punya motivasi dan metode yang sama: keduanya adalah pencarian pengetahuan yang terus-menerus. Mencari, bukan menemukan, adalah dasar dari agama dan sains. Dan itulah elemen paling dasar dari apa artinya menjadi manusia.
“Kamu tidak akan memahami semangat sejati dalam sains maupun agama, kecuali jika menempatkan pencarian sebagai yang utama.”
Arthur Eddington
Sekitar tahun 1930-an, Eddington mulai jarang mendedikasikan waktunya buat ilmu astrofisika. Dia beralih memfokuskan energinya buat menyatukan mekanika kuantum dan relativitas umum.
Penelitiannya itu mencetuskan teori fundamental yang menggabungkan teori relativitas, kuantum, dan gravitasi. Selama 16 tahun, hidupnya didedikasikan buat mengawinkan ketiga hal itu.
Kematian dan Warisan yang Ditinggalkan
Belum kelar Eddington neliti tentang teori fundamental, dia meninggal mendadak karena kanker perut yang udah dideritanya sejak lama. Eddington udah menjalani operasi bedah, tapi nyawanya enggak terselamatkan. Eddington meninggal pada 22 November 1944 di Cambridge.
Banyak warisan yang ditinggalkan Eddington kepada dunia. Kontribusinya di bidang astrofisika, ide-ide filosofinya, dan buku-buku yang udah ditulis jadi buktinya. Eddington jadi ilmuwan sekaligus penulis yang mantap jiwa dalam bertutur kata.
Selain judul yang udah gue tulis beberapa tadi, Eddington juga nulis buku-buku lain di bidang astrofisika, seperti Internal Constitution of the Stars (1925), Stars and Atoms (1927), dan Fundamental Theory (1946) yang dirilis setelah kematiannya.
Nama Eddington udah sering muncul di buku teks fisika atau sejarah pada masanya. Itu semua karena usahanya dalam membuktikan teori relativitas sampai pembentukan bintang.
Temuan-temuannya udah jadi landasan disiplin ilmu para astronom dan astrofisikawan di abad ke-20. Dia mendorong orang awam buat mau mencoba pendekatan baru dan enggak takut buat menghadapi dampak revolusi sains.
Tujuan Eddington sebenarnya enggak mengajak warga dunia buat memahami alam semesta, tapi memahami bagaimana kita sebagai manusia bisa mempraktikkan ilmu sains dengan lebih baik. Baginya, kedalaman enggak hanya terletak pada hasil, tapi bagaimana kita mendekati pertanyaan.
Kalau urusan penghargaan yang pernah diraih mah, enggak usah ditanyain lagi. Selama gue cerita tadi, udah berapa penghargaan coba yang udah Eddington dapatkan?
Selain penghargaan-penghargaan yang udah gue sebutin, Eddington juga menerima banyak penghargaan. Satu di antaranya adalah Order of Merit pada tahun 1938, penghargaan terhormat dalam angkatan bersenjata, ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau promosi budaya.
Penghargaan lainnya antara lain medali emas dari Astronomical Society of the Pacific (1923) , Royal Astronomical Society (1924), The National Academy of Washington (1924), The French Astronomical Society (1928), Royal Society (1928), dan masih banyak lagi yang enggak bisa gue sebutin semua. Ilmu astrofisika bernama “Eddington Limit” (batas alami luminositas bintang) juga dinamai sesuai namanya
Penutup
Akhirnya, lo udah kenalan sama Arthur Eddington. Dia emang punya banyak banget kontribusi di bidang fisika dan astronomi. Tanpa Eddington, teori relativitas Einstein mungkin enggak akan terbukti sampai sekarang. Einstein enggak akan pernah jadi tokoh legendaris dan ikon orang terjenius sedunia. Posternya yang lagi melet juga enggak akan ditempel di tembok-tembok kamar.
Mari berterima kasih kepada Arthur Eddington yang udah melahirkan ilmu fisika modern, yang bisa kita pelajari sampai saat ini. Ok, see ya then!
Baca Juga Artikel Lainnya
Biografi Maurice Wilkins, Penemu Struktur DNA yang Terlupakan (1916-2004)
Sejarah Penghargaan Nobel, Kok Bisa Ada dan Seberapa Penting Buat Kita?
Biografi Louis Pasteur – Penemu Pasteurisasi dan Vaksin
Referensi
Leave a Comment