Artikel ini membahas biografi Robert Fulton (1765-1815), ahli teknik asal Amerika Serikat yang menemukan kapal uap pertama di dunia.
“Siapa, tuh, Robert Fulton. Gue taunya Robert Downey Jr.”
Nah iya, mungkin lo lebih familiar dengan penemu baju besi untuk perang melawan alien tersebut daripada penemu kapal uap. Di hari lahirnya yang jatuh pada tanggal 14 November ini, gue akan memperkenalkan kepada lo semua tentang seorang tokoh besar asal Amerika Serikat yang berhasil membawa kesuksesan dalam revolusi industri di Amerika. Berkat jasa beliau, alat transportasi kapal dapat berlayar menggunakan tenaga uap tanpa perlu mengandalkan kekuatan angin.
“Waduh, revolusi industri itu apa, bang?
Nah, kalau lo belum paham banget mengenai hal tersebut, sekarang lo udah bisa, nih, belajar revolusi industri secara lengkap dari video pembelajaran Zenius! Lo tinggal klik link di sini aja ya, guys!
Well, balik lagi bersama gue Adieb. Gue akan bawa lo semua balik lagi ke masa lalu, tepatnya pada abad ke-18.
Masa Kecil Fulton
Sedang terjadi apa pada abad ke-18 di Indonesia? Yap, Indonesia masih jauh dari kata merdeka. Nusantara masih berupa kerajaan-kerajaan dan beberapa wilayah sudah mulai dijajah oleh Belanda.
Sementara itu, di belahan dunia lainnya, tepatnya di Lancaster, Pennsylvania, lahirlah seorang anak yang bernama Robert Fulton. Fulton lahir pada tanggal 14 November 1765 dari orang tua yang merupakan imigran Irlandia. Ayah Fulton bernama Robert Fulton, Sr. dan Ibunya bernama Mary Smith Fulton.
Ada yang tanggal lahirnya sama kayak Fulton? Ya, sama-sama Scorpio, ya. Semoga lo juga bisa menemukan kapal, mungkin suatu saat menggunakan tenaga solar panel.
Robert Fulton hidup bersama tiga saudara perempuan dan satu laki-laki. Ketiga saudara perempuannya bernama Isabella, Elizabeth, dan Maria. Sedangkan, satu saudara laki-lakinya bernama Abraham. Keluarga Fulton tinggal di sebuah area pertanian di Little Britain, Pennsylvania.
Naasnya, pertanian punya keluarga Fulton harus terkena penyitaan hipotek atau utang berupa kredit berjangka panjang pada tahun 1771. Akibat tragedi tersebut, akhirnya keluarga tersebut pindah ke Lancaster. Tiga tahun setelah pertaniannya disita, ayah Fulton meninggal.
Semasa kecil, Fulton sudah diajari membaca dan menulis di rumah. Kendati demikian, saat memasuki usia 8 tahun, Fulton akhirnya mengenyam bangku pendidikan di sekolah Quaker, Lancaster. Setelah itu, ia kemudian bekerja di toko perhiasan yang terletak di Philadelphia.
Nah, bisa dibilang kariernya di toko perhiasan ini membuat Fulton menyadari salah satu potensinya, yaitu menjadi seorang seniman. Semasa di toko perhiasan, Fulton sangat ahli dalam melukis miniatur untuk liontin. Nah, ibarat kata sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui ya guys, ya. Dapat pekerjaan, dapat juga potensi dalam diri yang bisa digali.
Terlepas dari semua itu, ia memang selalu menganggap bahwa dirinya adalah seorang seniman dan mempunyai keahlian dalam potret miniatur dan lanskap. Dari pekerjaannya di toko perhiasan inilah semangat Fulton sangat membara untuk mengejar karier sebagai seorang seniman.
Baca Juga: Sejarah Indische Partij: Latar Belakang, Tokoh, dan Tujuan (1912-1913)
Berkarier sebagai Seniman
Setelah kepergian sang ayah, Robert Fulton memutuskan untuk pindah ke Bath, Virginia. Ia kemudian meninggalkan ibunya yang berada di peternakan kecil di Pennsylvania barat pada tahun 1786.
Kepindahan Fulton ke Virginia membuat kariernya sebagai seniman kian menanjak. Lukisan-lukisannya sangat dihargai oleh teman-temannya. Salah satu karya terbaik dari Robert Fulton adalah lukisan lanskap dari Benjamin Franklin. Setelah mendapat kesan yang positif dari teman-temannya, ia pun semakin percaya diri dengan karyanya. Bahkan, teman-temannya pun memberikan saran kepada Fulton agar belajar seni di Eropa.
Lo yang saat ini berambisi untuk menjadi seniman, mungkin sedang merasakan apa yang Fulton rasakan. Saat karya lo dihargai, disitulah api semangat lo kian membara.
Nah, hal tersebut sama persis seperti apa yang dirasakan oleh Fulton. Setelah mendapatkan kesan yang positif di Virginia, ia lalu kembali ke Philadelphia, tempat di mana ia memulai kariernya di toko perhiasan.
Saat di Philadelphia, ia berencana untuk mencari sponsor atau siapa saja yang ingin menawar karya lukisnya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, begitulah sekiranya peribahasa yang cocok untuk Fulton. Sekelompok pedagang lokal yang melihat karyanya tertarik dengan lukisannya dan bersedia membiayai Fulton ongkos untuk pergi ke London dengan harapan mampu meningkatkan citra budaya kota setempat.
Robert Fulton Mengadu Nasib di Inggris
Tepat pada tahun 1787, Robert Fulton akhirnya berangkat ke London untuk menjalani kariernya sebagai seniman. Setibanya di Inggris, Fulton memang berhasil dikenal oleh banyak orang lewat karya-karya lukisnya. Sayangnya, kepopuleran yang didapatkannya tidak sebanding dengan uang yang ia dapatkan. Pasalnya, hasil dari lukisan-lukisannya tidak terlalu menjanjikan untuk membutuhi kehidupannya untuk ke depan.
“Yah, nggak dapat apa-apa dong Robert Fulton di London”
Eits, jangan salah. Meskipun ia tidak mendapatkan karier yang menjanjikan sebagai seniman di London, Fulton mendapatkan salah satu pelajaran yang sangat berarti dan berhasil mengubah hidupnya di masa depan.
Yap, di waktu yang bersamaan, Fulton menemukan rangkaian catatan penemuan penting selama di London. Salah satu penemuan yang didapatkan olehnya adalah ia terpikirkan untuk menggunakan tenaga uap sebagai sarana untuk menggerakkan perahu dayung supaya bergerak lebih efektif lagi. Gagasan ini kemudian ia kembangkan lagi sebagai kincir dayung.
Cukup percaya diri dengan penemuannya, pada tahun 1793 Fulton akhirnya memutuskan untuk mendekati pemerintah Inggris dan Amerika Serikat guna memberitahukan bahwa ia mempunyai rencana untuk membuat kapal militer dan komersial bertenaga uap.
Baca Juga: Tembok Berlin: Sejarah Kebangkitan dan Keruntuhannya
Banting Setir dari Seniman Jadi Seorang Penemu
Dalam suatu kehidupan, mungkin lo pernah melakukan hal seperti ini juga. Yang tadinya ingin jadi dokter, eh ada satu atau dua faktor yang mengakibatkan lo harus banting setir jadi gamers. Agak jauh, sih, emang.
Nah, hal ini juga dilakukan oleh Robert Fulton pada waktu itu. Setelah melihat prospek yang nggak terlalu tinggi di bidang melukis, Fulton akhirnya beralih ke bidang yang sangat berbeda, yaitu engineering pada tahun 1794.
Kebetulannya adalah selama periode ini (1760-1850), Inggris sedang berada di tengah-tengah revolusi industri. Sepanjang revolusi industri di Inggris, tenaga uap telah tersebar ke seluruh industri Inggris, termasuk pengerjaan besi, saluran air, hingga jaringan kanal. Adanya tenaga uap ini membuat kebutuhan batu bara di Inggris semakin meningkat sepanjang revolusi industri dan seterusnya.
Di masa ini, Fulton benar-benar berada di tengah-tengah revolusi industri yang sedang terjadi di Eropa Barat, utamanya Inggris dan Amerika. Sepanjang masa ini, semua barang-barang kebutuhan yang tadinya diproduksi dengan tangan manusia, kini sudah diproduksi menggunakan mesin-mesin di pabrik. Besi dan baja pun bisa diproduksi secara massif tanpa perlu menggunakan teknik tradisional.
Tidak hanya itu saja, di bidang tekstil pun mampu memproduksi kain wol dan kapas. Semua itu bisa dilakukan berkat adanya revolusi industri yang mengandalkan tenaga uap. Nah, salah satu tempat kelahiran terjadinya revolusi industri berada di Eropa Barat, khususnya di Inggris.
Di Inggris, Fulton banyak sekali menyaksikan prestasi yang telah dicapai dari praktisi teknik, mulai dari kanal, tambang, jembatan, jalan, dan pabrik. Sontak, hal ini dimanfaatkan oleh Fulton untuk menggali kreativitasnya lebih dalam lagi mengenai dunia teknik. Salah satu ketertarikan dari semua yang ia lihat di Inggris adalah mesin uap. Ia berpikir bahwa mesin uap mampu menggerakkan kapal lebih efektif lagi ke depannya.
Alhasil, pada tahun 1796, karya Robert Fulton mempublikasikan risalah yang berjudul “Treatise on The Improvement of Canal Navigation”, di mana dalam risalahnya tersebut ia memberikan saran untuk menggabungkan sungai dengan jaringan kanal buatan dengan tujuan guna menghubungkan kota-kota yang berada di seluruh Inggris.
Tidak hanya itu saja, Fulton bahkan menyarankan untuk tidak menggunakan metode kompleks penguncian dan bendungan mekanis yang mahal saat hendak menaikkan dan menurunkan kapal. Ia lebih tertarik untuk mendesain kapal uap yang dirancang khusus untuk membawa kargo berat di perairan dangkal serta desain jembatan yang lebih stabil.
Sayangnya, gagasan dari Fulton tersebut tidak diterima oleh Inggris mengenai jaringan kanalnya.
Baca Juga: Sejarah Rupiah dan Sebelum ada Rupiah, Dengan Mata Uang Apa Orang Indonesia Bertransaksi?
Merancang Kapal Selam Nautilus
Meski sempat mendapatkan penolakan dari Inggris, Fulton tidak menyerah begitu saja. Menginjak usia 32 tahun, tepatnya tahun 1797, ia memutuskan untuk pergi ke Paris guna melanjutkan kariernya kembali sebagai seorang penemu atau pencipta kapal uap secara komersial.
Pada tahun tersebut, perang sedang berlangsung antara Perancis dan Inggris. Nah, Fulton memberikan rencana dan mencari dana kepada Perancis untuk membuat sebuah kapal selam, di mana kapal selamnya, Nautilus, akan mampu melakukan manuver tanpa terdeteksi di bawah kapal perang Inggris. Nantinya, kapal selam tersebut akan menempelkan ranjau di bawah bagian kapal dari Inggris. Begitu usul dari Fulton.
“Should some vessels of war be destroyed by means so novel, so hidden and so incalculable the confidence of the seamen will vanish and the fleet rendered useless from the moment of the first terror.” —Robert Fulton, 1797 via ThoughtCo.
Intinya, kutipan Robert Fulton di atas adalah kapal selam bisa jadi serangan kaget dan menjadi hal baru yang bisa diterima oleh musuh. Ketika teror pertama itu muncul, otomatis kepercayaan dari para pelaut akan hilang dan armada akan tidak berguna.
Awalnya gagasan tersebut ditolak oleh pemerintahan Perancis beserta Kaisar Napoleon Bonaparte. Pasalnya, ide serangan dari bawah dan tersembunyi tersebut terkesan seperti pengecut. Akan tetapi, kapal selam Fulton, Nautilus, akhirnya mendapatkan izin oleh Menteri Kelautan Perancis.
Akhirnya pada tanggal 29 Juli 1800, kapal selam Nautilus milik Fulton mulai melakukan tes pertamanya di sungai Seine, Rouen. Dari uji coba tes pertama tersebut, percobaan penyelaman kapal selam dinilai cukup berhasil. Oleh karena itu, Fulton diberikan izin untuk membuat lagi Nautilus dalam bentuk revisi.
Setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 3 Juli 1801, Fulton meningkatkan penyelaman dari Nautilus mencapai kedalaman yang luar biasa hingga menyentuh 25 kaki (7,6m). Pada saat itu, Nautilus menyelam dengan membawa tiga awak dan terus berada di dalam laut selama lebih dari empat jam.
Keberhasilan ini tentu menuai rasa bahagia di dalam diri Fulton. Ibarat kata, kayak lo udah melakukan berbagai macam percobaan nembak doi, eh, akhirnya diterima juga :’)
Berkat keberhasilan tersebut, Nautilus milik Fulton dipakai Perancis untuk melakukan dua serangan terhadap kapal-kapal Inggris yang memblokade sebuah pelabuhan kecil di dekat Cherbourg, salah satu dermaga yang ramai di Perancis.
Mulai Mencanangkan Rancangan Kapal Uap
Berhasil dengan kapal selamnya, Nautilus, kini Fulton semakin percaya diri untuk melangkah ke jenjang selanjutnya, yaitu mencoba ikut serta dalam sejarah kapal uap. Di tahun yang sama, yaitu 1801, Fulton bertemu dengan Robert R. Livingston, anggota komite yang menyusun deklarasi kemerdekaan AS. Pertemuan antara keduanya terjadi di Perancis. Sebelum jadi menteri di Perancis, Livingston telah memperoleh monopoli navigasi kapal uap selama 20 tahun di negara bagian New York.
Akhirnya, pertemuan antara Fulton dan Livingston menghasilkan satu hal: menjadi mitra untuk membangun kapal uap.
Tepat pada bulan tanggal 9 Agustus 1803, Fulton berhasil merancang kapal uap sepanjang 66 kaki. Kapal ini diuji di sungai Seine di Perancis. Naasnya, lambung kapal uap dengan mesin delapan tenaga kuda yang dirancang oleh Fulton tersebut pecah. Fulton berasumsi kalau hal tersebut dikarenakan kapal telah mencapai kecepatan 4 mil/jam melawan arus. Penemuan Robert Fulton yang pertama bisa dibilang masih tahap percobaan.
Akibat tragedi tersebut, akhirnya Fulton mulai membenahinya kembali dengan memesan suku cadang mesin untuk 24 tenaga kuda dan merancang lambung yang lebih kuat lagi. Sementara itu, di sisi lain Livingston juga berusaha untuk melakukan perundingan mengenai perpanjangan monopoli navigasi kapal uap New York.
Setahun kemudian, Fulton mencoba mengadu nasib untuk kembali ke London. Sesampainya di London, ia mencoba menawarkan kepada pemerintah Inggris mengenai desain kapal perang bertenaga uap semi-submersible. Sayangnya, tawaran tersebut ditolak oleh Inggris setelah kekalahan yang dialami oleh Laksamana Inggris, Nelson, atas armada Perancis di Trafalgar pada tahun 1805. Akibat kekalahan tersebut, Inggris memutuskan untuk mempertahankan penguasaan lautnya tanpa membutuhkan bantuan dari kapal uap milik Fulton yang belum terbukti dan teruji kekuatannya.
Di titik tersebut, Fulton hampir miskin karena menghabiskan uangnya untuk kapal selam Nautilus dan percobaan kapal uap pertama. Alhasil, Fulton memutuskan untuk kembali ke Amerika Serikat terlebih dahulu.
Beberapa Kapal Uap yang Dirancang Fulton
Setelah kegagalan yang ia alami di Perancis, Fulton tidak menyerah begitu saja, Sobat Zenius! Ia justru lebih gigih lagi dalam menyempurnakan rancangan kapal uap miliknya. Nah, usaha tersebut ia lakukan semaksimal mungkin saat ia sudah kembali di New York.
- Kapal Uap Clermont
Kembali bersatu dengan Livingston di New York, Fulton mulai lagi untuk merancang kapal uap. Kapal uap pertama yang ia rancang di New York sudah siap untuk pelayarannya pada awal Agustus 1807. Kapal uap tersebut mempunyai panjang 142 kaki dan lebar 18 kaki menggunakan mesin uap kondensasi satu silinder dengan 19 tenaga kuda yang inovatif dari Fulton untuk menggerakkan dua roda dayung berdiameter 15 kaki.
Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1807 Kapal Uap Sungai Utara Fulton atau yang nanti dikenal sebagai Kapal Uap Clermont, memulai pelayarannya ke sungai Hudson dari kota New York ke Albany. Banyak sekali orang-orang yang menyaksikan pelayaran uji coba Kapal Uap Clermont milik Fulton. Bahkan, tak jarang juga ada orang yang mencaci maki kapal tersebut dan tidak yakin akan berhasil berlayar.
Akan tetapi, Dewi Fortuna berada di pihak Fulton. Kapal Uap Clermont berhasil berlayar dengan perjalanan sepanjang 150 mil dalam waktu 32 jam.
Berkat keberhasilan uji coba tersebut, pada tanggal 4 September 1807, Kapal Uap Clermont milik Fulton mulai memberikan layanan secara rutin dengan membawa penumpang dan barang ringan antara New York dan Albany di sungai Hudson.
Selama awal pelayanannya, Clermont memang sempat mengalami masalah mekanis yang terus berulang. Kendati demikian, Fulton dan Livingston berusaha untuk memperbaikinya dengan sigap. Kedua orang tersebut meningkatkan jumlah akomodasi penumpang dan menambahkan pelindung logam di sekitar roda dayung.
Lalu, pada tahun 1810, Clermont dan dua kapal uap rancangan milik Fulton baru menerima penumpang dan barang secara reguler di sungai Hudson dan Raritan, New York.
- Kapal Uap New Orleans
Setelah berhasil dengan Kapal Uap Clermont, karya dari Fulton tidak berhenti sampai situ aja, guys! Pada tahun 1811-1812, Fulton dan Livingston, serta ditemani oleh pengusaha yang bernama Nicholas Roosevelt bersepakat untuk melakukan patungan dan membangun kapal uap yang mampu berlayar dari Pittsburgh ke New Orleans. Mereka mah patungan buat bikin kapal uap, ya. Lah kita, patungan buat nyewa PS sama TV-nya hehe.
Akhirnya, Kapal Uap New Orleans telah siap berlayar dan meninggalkan Pittsburg pada tanggal 20 Oktober 1811 dan tiba di New Orleans pada tanggal 18 Januari 1812.
Perjalanan Kapal Uap New Orleans sempat mengalami gangguan, tepatnya saat melintasi jalur sungai Missisipi. Pada tanggal 16 Desember 1811, terjadi gempa besar yang berpusat di New Madrid, Missouri. Gempa tersebut mengubah posisi landmark sungai yang telah dipetakan sebelumnya sehingga membuat navigasi menjadi sulit. Akan tetapi, Kapal Uap New Orleans Fulton berhasil melewati gangguan tersebut. Hal itu juga menunjukkan kalau kapal uap dapat bertahan dari bahaya navigasi yang terjadi di sungai barat Amerika.
Berkat keberhasilan Kapal Uap New Orleans, akhirnya kapal Uap yang terinspirasi dari Fulton akan digunakan sebagai sarana utama transportasi untuk mengantar penumpan dan barang di seluruh daerah Amerika selama satu dekade.
- Demologos: Kapal Perang Bertenaga Uap Pertama di Dunia
Sukses meluncurkan Kapal Uap Clermont dan New Orleans, nama Fulton pun dilirik oleh pemerintah Amerika Serikat. Pada tahun 1812, terjadi perang antara Inggris dan Amerika Serikat. Selama perang tersebut, angkatan laut Inggris mulai memblokade pelabuhan AS.
Nah, menanggapi hal tersebut, pemerintah AS memanggil Fulton untuk membantu merancang kapal perang bertenaga uap pertama di dunia. Saat itu, kapal perang tenaga uap tersebut diberi nama Demologos.
Demologos milik Fulton mempunyai panjang 150 kaki serta memiliki mesin uap di satu lambung dan ketel di lambung lain. Kapal uap ini memiliki senjata lengkap dan berbaju baja dengan bobot 2.745 ton. Akibat beratnya tersebut, kapal Demologos terbilang lambat. Sejatinya, Demologos berhasil menjalani uji coba di laut selama bulan Oktober 1814. Akan tetapi, kapal tersebut tidak pernah dipakai dalam pertempuran.
Demologos sempat dinonaktifkan saat perdamaian sudah menyelimuti AS pada tahun 1815. Pelayaran terakhirnya terjadi pada tahun 1817 saat membawa Presiden James Monroe dari New York ke Staten Island.
Sayangnya, pada tahun 1829 kapal tersebut secara tidak sengaja dihancurkan oleh sebuah ledakan.
Baca Juga: Sejarah Kereta Api Indonesia Ternyata Berawal di Jawa Tengah
Kekasih Hati Fulton
Fulton baru menikah pada usia 43 tahun, tepatnya pada tahun 1808. Ia menikah dengan seorang perempuan bernama Harriet Livingston, keponakan dari Robert R. Livingston. Dari pernikahannya tersebut, Robert Fulton dikaruniai satu anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Sayangnya, Fulton bersama mereka hanya 7 tahun. Setelah itu, ia meninggal tepat pada tahun 1815.
Kematin Robert Fulton
Tahun 1812 menjadi tahun yang berat bagi Fulton. Pasalnya, dari tahun 1812 sampai kematiannya, 1815, ia menghabiskan sebagian besar waktu dan uangnya untuk melindungi hak cipta kapal uapnya dalam jalur hukum. Selain itu, tabungannya juga semakin habis akibat hutang kepada teman-temannya.
Lalu, pada awal tahun 1815, Fulton mengalami kejadian yang cukup tragis. Tubuh Fulton basah kuyup terkena es saat menolong temannya yang jatuh melalui es ketika berjalan di sungai Hudson. Akibat peristiwa tersebut, Fulton menderita kedinginan yang parah dan terjangkit pneumonia. Setelah itu, Fulton dinyatakan meninggal pada tanggal 24 Februari 1815 di usianya yang menginjak 49 tahun. Ia meninggal di New York dan dimakamkan di Pemakaman Gereja Episkopal Trinity di Wall Street, New York City.
Demikian biografi dari seorang Robert Fulton, sang penemu kapal uap yang diberlakukan secara komersial. Pada dasarnya, kapal uap memberikan dampak yang besar bagi perkembangan peradaban manusia.
Dahulu, sebelum ada kapal uap, orang Amerika memakai kapal layar bertenaga angin untuk mengirimkan barang dari satu tempat ke tempat lain. Hal tersebut tentu saja memakan waktu yang begitu lama. Saat memakai kapal layar, pengantaran barang dari New York City hingga ke Albany bisa menempuh waktu selama lima hari.
Nah, setelah adanya kapal uap, khususnya kapal uap Clermont milik Fulton, jarak tempuh dari New York ke Albany hanya memakan waktu 32 jam. Hal ini tentu menjadi salah satu peran penting kapal uap dalam peradaban manusia di era modern.
Berkat kapal uap, ekonomi lokal juga semakin tumbuh dengan baik. Para petani tidak perlu khawatir lagi mengirimkan hasil panennya ke wilayah terpencil. Kapal uap mampu memperluas pasar para petani untuk mendapatkan pendapatan yang banyak.
Perdagangan dari berbagai industri dapat dikoordinir dengan baik. Pasalnya, hampir semua industri dapat memproduksi barang secara massif dengan menggunakan tenaga uap. Dengan demikian, maka semua industri dapat memenuhi permintaan pasar yang kian meningkat.
Terlepas dari semua itu, hal terpenting adalah kapal uap didesain untuk kuat menghadapi arus sungai yang kuat. Dengan demikian, maka para penumpang ataupun barang-barang yang diantarkan tidak akan hilang begitu saja di tengah menyusuri sungai.
Sekian penjelasan dari gue. Kalau ada yang mau lo tanyakan bisa langsung tulis di kolom komentar, ya! Selain itu, kira-kira lo mau request siapa lagi yang ingin dituliskan biografinya? Coba tulis juga di komentar!
Baca Juga: Sejarah Cokelat: Untung Kita Lahir Sesudah Tahun 1900-an
Referensi:
Leave a Comment