Artikel ini membahas biografi Hirohito, Kaisar Jepang yang berkuasa ketika Jepang berpartisipasi pada Perang Dunia 2.
Konnichiwa sobat Zenius! Kalian tau kan kalau Indonesia pernah dijajah sama Jepang selama 3 tahun? Penjajahan Jepang ini mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa karena beberapa hal, seperti kematian yang diakibatkan sistem kerja paksa Romusha. Di saat yang bersamaan, Jepang juga melepaskan Indonesia dari cengkraman Belanda, memberikan kita jalan baru menuju kemerdekaan. Nah, pada kesempatan ini gua pengen ngomongin tentang kaisar Jepang yang berkuasa sewaktu Indonesia dijajah Jepang, yaitu Kaisar Hirohito.
Kaisar Hirohito ini merupakan seorang tokoh yang kontroversial hingga hari ini. Ini disebabkan oleh perdebatan mengenai peran sang Kaisar dalam perang-perang yang diikuti Jepang pada masa ia berkuasa. Berbeda dengan pemimpin negara sekutu perang Jepang yang pada akhir kekuasaannya menemui kematian tidak wajar seperti ditembak (Mussolini dari Italia) atau bunuh diri (Hitler dari Jerman), Kaisar Jepang ini memiliki nasib yang jauh lebih baik. Yuk kita simak aja langsung artikelnya!
Kelahiran dan Masa Muda
Dilahirkan oleh pada 29 April 1901 di Istana Aoyama, Tokyo dengan nama Hirohito, ia adalah anak sulung dari Putra Mahkota Jepang, Yoshihito dan Putri Mahkota Jepang, Sadako. Mengikuti tradisi Jepang, ia dipisahkan dari orang tuanya tidak lama setelah kelahirannya. Dia dirawat oleh seorang Wakil Laksamana di Angkatan Laut Jepang sampai November 1904.
Ketika Hirohito kembali ke kediaman resmi orang tuanya, dia hanya diizinkan bertemu ibunya seminggu sekali dan hampir tidak pernah menghabiskan waktu bersama ayahnya. Dari usia 7 hingga 19 tahun, ia mengikuti sekolah yang didirikan untuk anak-anak bangsawan. Dia menerima instruksi yang ketat dalam hal-hal militer dan agama, bersama dengan mata pelajaran lain seperti matematika dan fisika. Ketika masih berumur 11 tahun, orang tuanya naik tahta menjadi Kaisar dan Ratu.
Pada tahun 1921, Hirohito pergi bersama pelayan-pelayannya untuk tur enam bulan di Eropa, menjadi anggota keluarga kekaisaran Jepang pertama yang bepergian ke luar negeri. Ketika kembali ke Jepang, ia diangkat sebagai wali ayahnya karena kesehatan mental ayahnya memburuk. Kemudian ia menikah dengan seorang putri kekaisaran, Nagako, pada tahun 1924 dan mereka memiliki tujuh anak. Hirohito menjadi Kaisar ketika ayahnya meninggal pada tahun 1926.
Menjadi Seorang Kaisar
Ketika Hirohito naik tahta menjadi Kaisar, keadaan Jepang saat itu bisa dibilang cukup kacau. Ekonomi Jepang merosot, gerakan militerisme meningkat, dan terjadi serangkaian pembunuhan politik. Hal-hal tersebut menyebabkan rintangan bagi gerakan demokrasi yang sebelumnya sempat berkembang di Jepang. Contohnya adalah pembunuhan perdana menteri Jepang, Inukai Tsuyoshi pada tahun 1932 oleh perwira muda Angkatan Laut Jepang. Sejak saat itu, hampir semua perdana menteri Jepang berasal dari militer dan bukan dari partai politik. Akhirnya, partai-partai politik dibubarkan pada tahun 1940.
Sebenarnya Konstitusi Meiji (1889) telah memberi Kaisar otoritas tertinggi, tetapi dalam praktiknya sang Kaisar secara umum memberikan persetujuannya terhadap kebijakan yang dibawa oleh para menteri dan penasehatnya. Walau begitu, terkadang dia ga tinggal diam dan menegaskan otoritasnya. Hal ini paling dapat dilihat ketika sang Kaisar memerintahkan penumpasan percobaan kudeta oleh sekitar 1400 tentara Jepang pada Februari 1936 di Tokyo. Pemberontakan itu ditumpas, dan sejumlah jenderal berpangkat yang dianggap memprovokasi pemberontakan dipaksa pensiun.
Kalau kondisi dalam negeri terdengar buruk, temen-temen belum denger tentang kondisi luar negerinya. Hubungan Jepang dengan negara-negara lain bisa dibilang berantakan. Pada tahun 1931 perwira Jepang menyerang Manchuria (bagian timur laut Cina) tanpa izin dari pemerintah Jepang maupun Kaisar Hirohito dan mendirikan negara boneka di sana. Ga selesai di situ, militer Jepang ngelanjutin perang di Cina pada tahun 1937 disertai dengan kejahatan perang, pembantaian dan pemerkosaan massal, seperti di kota Nanking.
Perang Dunia 2
Ga berhenti di Cina, Jepang mempunyai ambisi untuk memperluas daerah kekuasaannya di seluruh Asia Timur dan Tenggara. Jepang menandatangani Pakta Tripartit dengan Nazi Jerman dan Italia pada bulan September 1940. Setelah itu, Jepang mengirim pasukan untuk menduduki Indocina Perancis (daerah Kamboja, Laos, dan Vietnam).
Pada tahun 1941, Kaisar Hirohito menyetujui keputusan pemerintahnya untuk berperang melawan Amerika Serikat. Pada tanggal 7 Desember 1941, pesawat Jepang menyerang pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbor dekat Honolulu, Hawaii. Akibatnya, 18 kapal Amerika Serikat hancur atau rusak dan korban jiwa mencapai hampir 2.500 orang. Keesokan harinya, Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang dan resmi mengikuti Perang Dunia 2.
Jepang kemudian menyerang berbagai daerah di Asia. Salah satunya adalah Indonesia (dulu Hindia Belanda), Singapura, Malaysia, Papua Nugini, Filipina dan sejumlah lokasi lain di Asia Tenggara dan Laut Pasifik.
Bom Atom
Seiring berjalannya waktu, Jepang mengalami kesulitan dalam perangnya seperti sumber daya yang terbatas. Pada pertengahan 1944, para pemimpin militer Jepang menyadari kemenangan tidak mungkin diraih. Mantan perdana menteri Jepang, Fumimaro Konoe bertemu dengan kaisar dalam beberapa tahun di bulan Februari 1945 dan memohon Hirohito untuk mulai mendiskusikan persyaratan menyerah. Kaisar menolak sarannya pada saat itu, ia mempertahankan harapan bahwa Uni Soviet dapat menjadi perantara perdamaian yang dinegosiasikan.
Akhirnya pada 6 Agustus 1945 Bom Atom dijatuhkan di kota Hiroshima. Sang Kaisar mendapatkan berita tersebut 12 jam setelah kejadian. Meskipun begitu, baik kaisar maupun Kabinet Jepang tidak menerima penyerahan tanpa syarat pada saat itu.
Harapan Kaisar untuk bernegosiasi damai melalui Uni Soviet hancur ketika pada tanggal 9 Agustus 1945 Bom Atom dijatuhkan di kota Nagasaki dan di hari yang sama Uni Soviet meluncurkan invasi ke Manchuria. Malam itu, dalam pertemuan dengan pemimpin lain, Hirohito menyatakan niatnya untuk menerima Deklarasi Potsdam.
Pada 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito membacakan pengumuman bersejarah melalui radio di mana ia menerima kekalahan Jepang. Bagi masyarakat Jepang, ini adalah pertama kalinya mereka mendengar suara dari sang Kaisar. Pada pengumumannya, Hirohito tidak menggunakan kata ‘menyerah’ sehingga seusai pengumumannya maksud dari sang Kaisar diperjelas oleh penyiar radio.
Kehidupan Setelah Kekalahan Perang
“Saya ingin bertanggung jawab penuh atas semua peristiwa yang berkaitan dengan tindakan perang.”
Hirohito
Seusai Perang Dunia 2, beberapa pemimpin Sekutu ingin mengadili Hirohito sebagai kriminal perang. Jenderal MacArthur dari Amerika Serikat tidak menyetujui ini karena merasa akan lebih mudah untuk memperkenalkan reformasi demokrasi jika seorang Kaisar tetap berkuasa.
MacArthur membuat kesepakatan dengan sang Kaisar yang meliputi penerapan konstitusi baru bagi Jepang dan penolakan aspek “kedewaan” dari seorang kaisar. Menyetujuinya, dalam siaran radio bersejarah kedua pada 1 Januari 1946, Hirohito menolak status tradisional setengah dewa dari kaisar Jepang.
Di bawah konstitusi baru yang dirancang oleh Amerika Serikat pada tahun 1946 dan berlaku sejak 1947, Jepang berubah menjadi negara monarki konstitusional. Kekuasaan seorang kaisar sangat dibatasi. Kaisar hanya ditunjuk sebagai “simbol negara dan persatuan rakyat.”
Setelah ini, Kaisar Hirohito mulai membuat banyak penampilan publik dan mengizinkan publikasi gambar dan cerita tentang kehidupan pribadi dan keluarganya. Dari tahun 1945 hingga 1951, Hirohito mengelilingi Jepang dan mengawasi upaya rekonstruksi pasca perang. Hal tersebut dilakukan untuk membawa keluarga kekaisaran Jepang lebih dekat dengan rakyat.
Pendudukan Amerika Serikat di Jepang berakhir pada tahun 1952, setelah itu Jepang mengalami periode pertumbuhan ekonomi yang cepat. Selain di dalam negeri, Kaisar Hirohito juga bepergian ke luar negeri seperti Eropa dan Amerika Serikat. Hirohito juga sangat tertarik dengan penelitian biologi laut dan menerbitkan karya-karya ilmiah di bidang ini.
Pada akhir hidupnya, Kaisar Hirohito meninggal karena kanker usus dua belas jari pada 7 Januari 1989 setelah berkuasa selama hampir 64 tahun, membuatnya menjadi kaisar yang paling lama memerintah dalam sejarah Jepang. Anaknya, Akihito, naik tahta menggantikannya. Setelah meninggal, sesuai dengan tradisi Jepang ia menerima nama sesuai dengan era yang ia pimpin, ia dinamakan Kaisar Showa yang berartikan ‘Perdamaian yang Tercerahkan’.
Kontroversi Peran Kaisar Hirohito dalam Perang
Oke gua sebelumnya udah bilang kalau ada kontroversi tentang keterlibatan Kaisar Hirohito di perang-perang yang disertai oleh Jepang selama ia berkuasa sebagai Kaisar. Ada beberapa argumen yang dibawa oleh sejarawan modern tentang hal ini.
Argumen pertama adalah argumen yang paling sering didengar mengenai peran Kaisar dalam perang Jepang. Menurut argumen ini, sang Kaisar tidak memiliki kekuasaan karena telah menjadi “boneka” oleh keputusan-keputusan petinggi militer Jepang. Kejahatan perang yang dilakukan oleh Jepang kemudian ditanggung oleh Perdana Menteri Jepang selama Perang Dunia 2, yaitu Hideki Tojo. Argumen ini adalah narasi pascaperang yang dominan hingga 1989.
Dikatakan bahwa sang Kaisar memiliki keraguan besar tentang perang dengan Amerika Serikat dan menentang aliansi Jepang dengan Jerman dan Italia, tetapi Kaisar dibatasi untuk mengambil keputusan oleh petinggi militer yang semakin mendominasi angkatan bersenjata dan pemerintah.
Setelah kematian Kaisar Hirohito pada tahun 1989, muncul argumen lain mengenai kebenaran peran sang Kaisar dalam perang. Beberapa akademisi seperti Herbert P. Bix, Akira Fujiwara, Peter Wetzler, dan Akira Yamada menentang pandangan umum bahwa sang Kaisar tidak berdaya.
Bix merujuk contoh kejadian sejarah yang jelas, seperti kejadian di mana Hirohito memerintahkan penumpasan kudeta pada tahun 1936. Contoh lainnya adalah ketika Perdana Menteri Fumimaro Konoe mengundurkan diri pada tahun 1941, Hirohito menolak calon pengganti yang disarankan Konoe. Hideki Tojo kemudian diangkat sebagai Perdana Menteri pengganti.
Bix dan akademisi lainnya juga menyalahkan Hirohito atas beberapa kejahatan perang yang dilakukan Jepang. Hirohito menandatangani persetujuan penggunaan senjata kimia selama perang di Cina. Contohnya, pada pertempuran Wuhan, digunakan gas beracun sebanyak 375 kali dengan persetujuan Kaisar. Dia juga disebut mengetahui tentang pembunuhan warga sipil di Nanking, tetapi tidak melakukan apa pun untuk menghentikan hal tersebut atau menghukum pemimpin militer Jepang.
Oke sekarang gua mau bahas argumen terakhir tentang peran Kaisar Hirohito. Argumen ini lebih ngambil jalan tengah dari dua argumen sebelumnya. Menurut argumen kaum Moderat, Hirohito memiliki beberapa keterlibatan dalam perang, tetapi kekuasaannya dibatasi oleh anggota kabinet, menteri, dan orang lain dari oligarki militer Jepang.
Argumen dari kaum moderat ini didukung dengan fakta bahwa dalam sejarah Jepang, seorang Kaisar selalu menjadi otoritas simbolis dengan sedikit kekuatan politik. Jadi, sebagai Kaisar ia tidak punya alasan maupun dorongan untuk menentang para petinggi militer. Persepsi yang dibawa argumen ini adalah seorang Kaisar tidak dapat menentang keputusan kabinet Jepang untuk memulai Perang Dunia II dan peran Kaisar memang tidak biasanya ikut bercampur tangan.
Hirohito mengatakan dia hanya menerima laporan tentang operasi militer setelah komandan militer membuat keputusan rinci. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa dia hanya membuat keputusan sendiri dua kali: pertama saat menumpas kudeta 1936 dan menyerah pada akhir Perang Dunia II.
****
Itu dia kehidupan dan sepak terjang dari Kaisar Hirohito dari Jepang guys. Hingga hari, bertahun-tahun setelah meninggal, perannya dalam perang masih didebatkan. Apakah dia bersalah, setengah bersalah atau ga bersalah atas dosa perang yang dikobarkan bangsanya ya? Kasih tau gua pendapat temen-temen semua di kolom komentar ya! Sama kalau ada pertanyaan atau diskusi lainnya, kalian juga bisa tulis di situ.
Klo menurut gua sih dia setengah bersalah karena dia tetap mengizinkan segala bentuk invasi terhadap daerah-daerah sekitar Jepang, tapi dia juga adalah orang yang gak bisa melawan dan berada di posisi yg cuma bisa bilang “setuju” atau “tidak setuju” karena pada saat memulai peperangan dengan Amerika sebenarnya para petinggi dari angkatan darat Jepang dan juga perdana menteri nya si Hideki Tojo yg juga merupakan salah satu petinggi di angkatan darat Jepang sudah benar-benar menyudutkan posisi Hirohito kan kita tau sendiri bahwa pada era itu kaisar hanya kepala negara yg mengemban tugas-tugas seremonial dan gua ingetin lagi bahwa para petinggi angkatan darat dan perdana menteri nya sendiri sudah menyudutkan Hirohito jadi Hirohito ga bisa berbuat banyak