Berikut adalah 6 contoh kesalahan umum dalam Bahasa Indonesia yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Hei, semua! Bertemu lagi dengan gue, Fajar. Pada Zenius Blog kali ini, gue ingin mengajak kalian membahas sesuatu yang relatif ringan. Sesuatu yang pasti kita gunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu berbahasa. Sayangnya, mungkin karena sering digunakan dan lebih mementingkan “Ah yang penting orang itu nyambung dengan omongan gue“, banyak yang menyepelekan penggunaan Bahasa Indonesia yang benar dan baik. Akhirnya, muncul berbagai salah kaprah dalam berbahasa.
Tulisan ini menyambung tulisan gue sebelumnya yang berjudul 10 Salah Kaprah dalam Bahasa Indonesia. Kali ini, gue akan bahas kelanjutannya dan penambahan analisis dari beberapa bahasawan terkenal Indonesia. Jika elo tertarik dengan dunia linguistik, wajib deh baca tulisan ini. Sebenarnya ada banyak sekali hal yang bisa kita bahas dalam topik ini. Tapi, gue akan memilih enam saja dan umum terjadi di penuturan sehari-hari, terutama di media-media. Apa saja contoh-contohnya? Monggo, disimak tulisan di bawah ini.
1. Dipungkiri atau dimungkiri?
Gue yakin, sebagian besar dari kalian pasti lebih akrab dengan dipungkiri, kan? Awas kalau enggak 🙂 Tapi, dari dua pilihan di atas, dimungkiri lebih tepat karena kata dasarnya adalah mungkir. Kalau dicek di www.asalkata.com, kata ini diserap dari bahasa Arab: munkir.
Kalo masalah makna, gue rasa kalian sudah tahu makna dari kata ini. KBBI memaknainya dengan: (1) tidak mengaku(i); tidak mengiyakan, (2) tidak setia; tidak menepati (janji); menolak; menyangkal.
Tetapi, saat dipakai dengan imbuhan, kenapa jadi (di)pungkir(i), ya? Bahasawan Ivan Lanin berpendapat, ini mungkin karena para penutur menyangka bentuk pasifnya turunan dari kata pungkir yang huruf “p”-nya mengalami pelesapan saat diberi imbuhan “me-“: “memungkiri“. Dengan kata lain, salah kaprah ini terjadi karena banyak orang tidak tahu bentuk aktifnya memungkiri, terus malah mengira, “Ah.. pasti kata dasarnya pungkir nih, huruf “p” melebur jadi “m”, jadi bentuk pasifnya dipungkiri!” Profesor Harimurti Kridalaksana menyinggung gejala ini sebagai derivasi balik (back-derivation atau back-formation). Derivasi balik, menurutnya sebagai proses pembentukan kata berdasarkan pola-pola yang ada, tanpa mengenal atau mempertimbangkan unsur-unsurnya.
Padahal, yang tepat adalah bentuk aktifnya memungkiri dan pasifnya dimungkiri.
2. Di mana yang entah ke mana-mana

Kira-kira apa yang keliru dari meme di atas? Sepintas, mungkin kalian akan bilang yang keliru adalah penggunaan kata hubung “di-“ yang dipisah dari kata rebut atau kata dimana yang mestinya di mana. Tapi sebenarnya, poin utama yang keliru adalah kata di mana itu sendiri yang sering banget disalahgunakan dalam percakapan sehari-hari. Bapak Bataone menjelaskan kata “di mana” digunakan saat menanyakan sesuatu tempat dan kata hubung yang menyatakan tempat. Contoh penggunaan kata di mana yang benar: Di mana kamu membeli ponsel itu? Atau Koordinatorlah yang mesti menentukan di mana rapat itu diadakan.
Materi Bahasa Indonesia Lainnya dari Zenius
Materi Bahasa Indonesia: Teks Laporan Hasil Observasi
Materi Bahasa Indonesia: Teks Tanggapan
Materi Bahasa Indonesia: Jenis jenis Frasa
Materi Bahasa Indonesia: Resensi Buku
Materi Bahasa Indonesia: Teks Prosedur
Materi Bahasa Indonesia: Esai
Materi Bahasa Indonesia kelas 7: Surat Pribadi
Lalu sisanya? Kan banyak tuh orang menggunakan kata di mana sebagai penjelas kata sifat atau keterangan. Menurut gue, itu praktik berbahasa Indonesia yang keliru, deh. Berikut salah kaprah penggunaan kata di mana.
SALAH KAPRAH |
SEHARUSNYA |
|
Kantor di mana saya bekerja memberikan jaminan hari tua |
–> |
Kantor tempat saya bekerja memberikan jaminan hari tua |
Kami menghadiri ceramah di mana Profesor Sarlito Wirawan sebagai penceramahnya |
–> |
Kami menghadiri ceramah dengan Profesor Sarlito Wirawan sebagai penceramahnya |
Petugas KPK telah menahan pejabat di mana dituduh terlibat korupsi |
–> |
Polisi telah menahan pejabat yang dituduh terlibat korupsi |
Kalau elo tertarik dengan bahasan ini, monggo membaca tulisan ini yang khusus membahas perihal di mana.
3. Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-67!
Dirgahayu berasal dari bahasa Sanskerta ‘dīrghāyuṣ’, yang berarti semoga panjang umur (long live). J.S Badudu, tokoh bahasa Indonesia juga pernah membahas ini di Koran Suara Pembaruan 23 tahun yang lalu. Selama ini, dirgahayu banyak diartikan sebagai ‘selamat ulang tahun’ ternyata mempunyai arti ‘(mudah-mudahan) berumur panjang’. Lho, mengapa bukan ‘panjang umur’? Ingat hukum DM (diterangkan menerangkan) & MD-nya (menerangkan diterangkan) STA (Sutan Takdir Alisjahbana): kata nomina, selanjutnya kata sifat. Baik, kembali lagi ke bahasan. Jadi, coba bayangkan arti dari gambar di atas: semoga panjang umur kemerdekaan Republik Indonesia ke-67. Padahal lebih pas kalau diubah menjadi: Selamat ulang tahun ke-67 Republik Indonesia – Semoga panjang umur!
4. Kita versus kami

Kita dan kami terkadang dianggap sama meskipun artinya berbeda. Namun, gue kerap menemukan penggunaan kita dalam sebuah kalimat namun maksud penuturnya adalah kami. Kalau ndak percaya, coba lihat salah satu contoh di bawah:
Apakah kita (semua pembaca tulisan dari Detik.com) ini merupakan anggota Markas Besar Kepolisian RI? Tentunya, maksud pak Polisi ini dia dan koleganya di kantor pusat kepolisian itu (baca: kami). Entah karena kadung biasa atau khawatir dikira ekslusif, terpilihlah kita alih-alih kami.
Kita merujuk pada pronomina persona pertama jamak, yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak bicara. Kami pronominal yang berbicara bersama dengan orang lain (saya dan yang lain, tak termasuk kamu) dan tidak termasuk orang yang diajak berbicara). Sementara, kita menyertakan lawan bicara (saya, kamu dan yang lainnya). Mengutip Ivan Lanin, perihal kita (inklusif) dan kami (ekslusif) ini masuk ranah linguistik dengan istilah clusivity atau klusivitas. Klusivitas lumrah tersua pada bahasa dalam rumpun Austronesia, termasuk bahasa kita.

5. Karut marut versus carut marut
Dua kata ini merupakan jenis kata ulang berubah bunyi, laiknya pernak-pernik, lenggak-lenggok, tindak-tanduk, sayur-mayur atau lauk-pauk. Meskipun sepintas dua kata ulang ini mirip, ternyata maknanya berbeda lho. Karut (menurut KBBI), punya makna: kusut; kacau tidak keruan. Sedangkan karut-marut juga berarti kusut (kacau); rusuh dan bingung (tentang pikiran, hati, dan sebagainya); banyak bohong dan dustanya (tentang perkataan, dan sebagainya.).
Lalu apa arti carut-marut? Carut sendiri berarti “keji, kotor, cabul” (dalam konteks perkataan). Sedangkan carut-marut berarti “perkataan yang keji, berkata kotor atau bersumpah-serapah”. Kalau elo melihat ada teman yang mengumpat menggunakan kata kotor, itu artinya ia sedang bercarut-marut. Nah, coba bandingkan judul berita pada ilustrasi di atas. Maksud hati sang wartawan ingin menyampaikan kondisi Persebaya yang kusut secara organisasi, eh malah menyiratkan bahwa mereka kesal dan berkata yang bukan-bukan. Salah kata berakhir menjadi salah makna. Mau sampai kapan kita mau salah terus?
6. Sosial media versus media sosial
Sebenarnya, ini contoh yang sederhana. Penyerapan istilah asing tentu mengikuti kaidah bahasa yang jadi penyerap. Untuk konteks ini, berlaku hukum DM dan MD, menerangkan diterangkan dan diterangkan menerangkan. Terjemahan social media tentunya media sosial, bukan? Bukan sosial media. Media adalah rupa dari menerangkan dan sosial adalah rupa dari diterangkan. Artinya, media sosial itu adalah media untuk seseorang atau kelompok bersosialisasi dengan orang lain. Lalu bagaima dengan sosial media?
****
Dari enam contoh di atas, seberapa sering kalian menemukannya di media massa entah cetak atau media elektronik? Media massa punya peran besar dalam menyebarluaskan salah kaprah ini. Coba bayangkan, beberapa contoh di atas itu cuplikan dari media massa atau merk terkenal, maka orang banyak akan menganggap itu yang benar. Kalau sudah demikian, maka setiap pelanggan atau pembaca media itu akan mengulang kesalahan itu kembali. Masih mending kalau si pengulang bukan tokoh atau orang tekenal. Bagaimana kalau orang terkenal, tokoh publik atau pesohor (selebritas)? Maka mereka akan mengulang kesalahan para media massa dan merk terkenal itu. Kesalahan semakin kaprah (lazim) dan berjamaah. Apalagi, ada anggapan sesuatu yang sering atau banyak dipakai itu berarti benar. Semakin repot deh.
Gue berharap tulisan ini bisa menjadi ajakan untuk mengamati kembali gaya berbahasa Indonesia kita selama ini. Selama kesalahkaprahan itu digunakan dalam ragam cakapan (tak resmi), gue rasa masih bisa dimaklumi. Bagaimana kalau dalam ragam resmi?
—————————CATATAN EDITOR—————————
Kalo ada di antara lo yang mau ngobrol atau nanya-nanya sama Fajar tentang contoh salah kaprah lain dalam berbahasa Indonesia, langsung aja tinggalin comment di bawah artikel ini.
Kalau kata guru saya sih, “Selamat ulang tahun ke-67 Indonesia” , bukan “Selamat ulang tahun Indonesia ke-67”. Jadi kesannya Indonesia itu ada 67, (ada Indonesia ke-1, Indonesia ke-2, dll)
Ohya, betul. Trims yah, sdh dikoreksi. Salam utk gurunya.
http://tanja.portalbahasa.com/hut-ke-69-ri-atau-hut-ri-ke-69/ Coba baca ini. Meski bikin bingung, kita ttp mesti pilih salah satu yg paling disepakati.
Gua mau nanya kenapa pakai “selamat ulang tahun” padahal tahunnya gak berulang dan bukan pakai “selamat ulang tanggal”? Gua biasanya ngucapin pakai selamat hari kelahiran aja sih.
Gw blm dpt penjelasannya apa. Yg lain ada yg bisa bantu? Mgkn karena kesepakatan orang2 dulu yang buat seperti ini. Hari lahir/kelahiran boleh2 saja.
Artikel “Ulang Tahun” Ayatrohaedi di dalam “Inul itu Diva” Penyunting Salomo Simanungkalit, Penerbit Buku Kompas, 2003 (hlm 195-198), yang kami tangkap setuju “Selamat Hari Lahir” bukan “Selamat Hari Ulang Tahun”. Lantaran, kecuali detik, menit, jam, hari, minggu, bulan berulang tapi tahun tidak berulang. Bahasa Inggris juga “birthday”, Natal: (hari) lahir; Maulud (hari) lahir …
Itu buku bagus. Terima ksh infonya Redaksi Dasarkita. Ada pendapat lain juga dari Febrie Hastyanto di Rubrik Bahasa https://rubrikbahasa.wordpress.com/2012/01/18/tanggal-ulang-tahun/
happy birthday = selamat hari kelahiran
happy repeat year = selamat ulang tahun ??#$%^&)(*^$%^$#@#
Bahahahahhahahaha ang lai je
akhirnya blog ini menjadi media sosial bagi Panjek mempromosikan tulisannya di midjournal hihi..
gw mau juga dipromosiin di tumblr lo doong :))
bang gue mau mempertegas bagian KAMI KITA
gampangnya, bedanya kami dan kita adalah diajak atau enggaknya lawan bicara.
misalnya gini: “Baiklah, kami akan urus kasus ini!” <- lawan bicara kaga diajak urus tuh kasus
jika begini : "Baiklah, kita urus kasus ini!" <- lawan bicara diajak urus kasus
gitu aja sih
Widih, tegas amat pak. Yap, itu lbh sederhana. Trims yah.
hihi biasa aje bang
bang gue mau tanya juga nih. kalo penggunaan strip, itu gimana yah?
misalkan:
andy pencurinya – mengambil dengan penuh rasa takut.
tp bukan kata berulang kyk kupu-kupu, wara-wiri.
Monggo lihat di sini https://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_tanda_baca atau di https://ivanlanin.wordpress.com/2010/05/07/tanda-hubung-dan-tanda-pisah/
Yang paling sering keliru itu karut marut sama carut marut. WAhh banyak banget yang salah kaprah. Oiya kak, mau tanya, yang bener itu fotocopy apa fotokopi ya. Terima kasih
Hei Ulfa, iyah betul. Yg tepat itu fotokopi (dari photocopy).
ada lagi kak,biasanya di iklan” ada yang ditulis “terpercaya” padahal sih kata guru saya sih yg bener “tepercaya”
Yap, betul. Tepercaya, telanjur dll itu sering salah juga. Trims yah
Jadi ingat kesalahan lainnya terkait “percaya”…
Kata “memercayakan” vs “mempercayakan”. Setahu saya yang betul itu “memercayakan” (me- + percaya + -kan). Atau saya yang salah?
nih yang paling sering salah kaprah, khususnya penyanyi, yaitu kata “acuh”
acuh itu mungkin mereka anggap sebagai arti “cuek” / tidak peduli.
namun arti sebenarnya di KBBI adalah PEDULI.
jadi ACUH TAK ACUH = PEDULI TAK PEDULI
bukan TIDAK PEDULI TAK TIDAK PEDULI.
FYI aja 😀
Di artikel sebelumnya sudah dibahas itu 😀
Trims yah, sdh bantu infokan
Iya, @RizkyArdiM:disqus betul. Ini pernah dibahas di https://www.zenius.net/blog/bahasa-indonesia-salah-kaprah :p
Tapi… tulisan kemerdekaannya di heading kok typo ya? Udah sih cuma mau bilang itu aja 😀
Ohya, betul. Hahaha. Trims, yah nanti diralat, deh. Memang sering enggak teliti itu si Fajar.
yang saya tau selama ini (kesalahannya) cuma kita/kami. tapi, mungkin si pembicara (yg mengganti ‘kami’ dengan ‘kita’ kyk cth di atas) pengen kesannya lebih halus. ya ngga sih? (maaf agak sulit penyampaiannya :p)
Iyap. Betul. Sy menengarai/mensinyalir itu krn faktor budaya, ingin terkesan halus dan tidak ingin menyakiti orang lain.
banyak kata yang salah gan setelah digunakan dalam percakapan sehari-hari, termasuk dalam publikasi atau tulisan. termasuk pembaharuan atau pembaruan….kalau di lihat dari asal kata maka pembaruan lebih tepat, namun baharu juga termasuk masuk bahasa yang berarti di barukan, makanya pembaharuan sering dianggap lebih tepat karena makna kata yang membarukan dan terbarukan.
untuk pembaharuan dan pembaruan, sy tidak anggap itu salah kaprah. Hanya saja, dugaan saya pembaharuan nanti akan hilang dari peredaran digantikan pembaruan.
Wah , artikel yang menarik, ringan tapi berbobot, good Kak ! . Oiya Kak Fajar, nanya dong, ada nggak sih kiat kiat atau tips untuk mempelajari Bahasa Indonesia yang baik dan benar secara otodidak? Selain penting (karena gue mahasiswa, untuk nanti tugas, skripsi, dll) juga rasanya aneh saja, masa orang Indonesia tapi berbahasa Indonesia yang baik dan benar aja nggak bisa, hehe. Oiya btw gue baru masuk UI tahun ini kak, DI FIB, berarti lo senior gue di UI dong kak, hahaha 😀
Bahahaha, waduh jangan2 kita sering papasan lg pas lagi di kancut (kantin kerucut) @yustinusbonav:disqus. Maaf baru bls, gak ada notifnya nih di gue zzz. Caranya? Hmm sbenarnya gw sedang biasain sih, terutama pas sikon formal: presentasi, bikin tugas, dll. Sering baca media yg bhs Indonesianya bagus, deh: Tempo, Kompas atau Media Indonesia. Kalau versi audio, elo bisa rajin dengar cara berbahasa: Fadjroel Rahman (ITB), Anies Baswedan, Andy F Noya, Gue suka keterampilan berbahasa mereka. Kalau twitter, bisa lihat @ivanlanin. Dia org UI juga, tetapi pakar bahasa Indonesia.
baca artikel ini gua jadi inget saat masih kelas 3 sma . guru gua buat kuis tentang salah kaprah dalam bahasa indonesia . kalo nggak salah masih banyak bahasa indonesia yang masih salah kaprah .
antara seronok dan senonoh sering salah digunakan .
contoh : artis dangdut itu pakaiannya seronok sekali. (padahal arti seronok itu menyenangkan) dan yang ngomong ustadz lagi 😀
Wah, keren guru elo yahj @ravanelly:disqus. Titip salam dari gue kalau gt hahaha. Betul, kata itu sering banget disalahartikann/
Kak tapi kenapa kalo semacam jurmal ilmiah ataupun laporan ilmiah harus menggunakan kaidah bahasa yg benar ya ? Apa karena itu untuk kalangan terpelajar atau bagaimana ? Terima kasih ka
Gue atau saya? Saya kira kata-kata ini harus dipertimbangkan sebelum menulis bahasan mengenai salah kaprah dalam bahasa Indonesia.