[latexpage]
Matematika bukan sekadar menghitung dan menghafal rumus, tetapi banyak aplikasinya di kehidupan nyata. Artikel ini membahas aplikasi Matematika dalam analisis DNA untuk menguraikan identitas manusia.
Buat lo yang cuma mikir kalau Matematika itu hanya ngitung, rumus, dan soal, baiknya baca dulu nih tulisan gue. Walaupun Zenius sebelumnya pernah share gimana mengatasi pelajaran yang dibenci, masih banyak aja yang suka nanya, “Gimana sih supaya cepat nangkep pelajaran (Matematika, misalnya)?” Gimana mau cepet nangkep, kalo lo masih memandang Matematika cuma sebagai hitungan dan rumus seperti yang pernah dibahas oleh Fanny pada tulisan cara kita memandang sesuatu (mindset).
Emang ngga bisa dipungkiri kalo Matematika itu buat sebagian besar orang adalah pelajaran yang begitu serem, ngebosenin, kadang bikin ketek basah, bikin stress, apalagi kalo disuruh guru maju ke depan kelas, rasanya pengen pura-pura pingsan.. hehehe. Terus kalo mau ujian nih, biasanya pada ribut ngapalin rumus. Eh pas ketemu soal ujian, pada bingung pake rumus yang mana. Otak berasa kaku banget ya kalo begitu.
Lo pernah nanya nggak sama guru lo, kalo rumus Matematika itu ada itu buat apaan?? Gunanya apa?? Dari mana asalnya?? Dulu ada temen gue bilang “Apaan tuh rumus, nggak penting keleesss..” Gue sebagai pencinta Matematika merasa sedih banget dengernya 🙁
Di blog Zenius sebelumnya, kita udah pernah bahas matematika sebagai pemodelan dan matematika sebagai bahasa. Di tulisan kali ini, gue akan cerita ke lo tentang salah satu contoh penerapan matematika sebagai pemodelan dan bahasa. Lo bakal liat bagaimana powerful-nya Matematika terintegrasi dengan bidang ilmu lain dan menunjang peradaban manusia, bukan sekedar rumus sempit yang buat dihafalin doang demi nilai. Gue akan bantu lo mengenal Matematika dari sisi lain yang semoga bikin lo tergila-gila kayak gue 😀
Oiya, kenalan dulu yah. Gue Hengki Muradi, panggil aja Hengki. Gue adalah salah satu tutor Matematika di Zenius-X. Gue sedang mengambil S2 Matematika di FMIPA Universitas Indonesia, peminatan Statistika.
Pepatah mengatakan, “Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta, tak cinta maka tak kenalan.” Jujur aja, apa yang lo rasa, dulu juga gue rasain. Walaupun gue kuliah di jurusan Matematika Sains, gue sering banget ngedumel, ngapain sih gue belajar matematika!? Apalagi, kalo uda ketemu struktrur aljabar, analisis rill, serem banget pokoknya. Lo bayangin aja, 4 tahun gue belajar Matematika, setiap hari bawa buku tebel pake bahasa Inggris, isinya rumus semua. Ya, gue dulu juga sempat terjebak dengan pemikiran sempit kalo Matematika cuma rumus buat hitungan doang. Hidup gue rasanya kaku banget.
Sampe akhirnya suatu ketika dan tanpa sengaja, gue mendapat pencerahan. Pencerahan gue bermula ketika gue ngikutin suatu mata kuliah yang dosennya asyik banget. Gue disuruh untuk baca buku “Introduction to Mathematical Methods in Bioinformatics”, ditulis oleh Alexander Isaev, terbitan Springer. Pelan-pelan gue baca tuh buku, ternyata awal ceritanya tentang “Biological Sequencing” atau simpelnya tentang barisan DNA manusia. Lah, kok tentang DNA, padahal itu kan tentang matematika, kok jadi nyambung ke biologi? Gue semakin penasaran sama tuh buku. Gue baca terus sampe akhirnya gue baru nemu, kalo analisis kemiripan DNA manusia itu yang buat adalah ahli matematika! Di sini, gue jadi bisa menyadari betapa indah dan powerful-nya Matematika itu. Sejak saat itu, gue makin respek sama bidang yang gue dalami. Ketika ketemu rumus, bukannya mandang serem lagi, tapi gue jadi penasaran sama tuh rumus.
Gue tau, lo pasti lagi kebingungan sekarang, makhluk apaan tuh, “analisis kemiripan DNA”? Gunanya buat apa? Di mana letak peran Matematika? Ayuklah gue ceritakan.
DNA Sebagai Identitas Manusia
Saat lo isi formulir pendaftaran sekolah dulu, tentunya salah satu identitas yang diminta adalah nama lo, tempat tanggal lahir, alamat rumah, trus golongan darah.
Kalo lo renungin, mungkin nggak nama lo identik dengan orang lain? Jawabannya mungkin. Trus tempat tanggal lahir lo, mungkin nggak identik dengan orang lain? Jawabannya mungkin saja, misalnya lo lahir di rumah sakit yang sama dan tanggal yang sama dengan orang lain. Trus alamat rumah, apakah alamat rumah lo bisa identik dengan alamat rumah orang lain? Jawabannya bisa, alamat rumah lo sama dengan alamat rumah adek lo. Hehe.. Trus golongan darah, kita tau kalo golongan darah manusia cuma A, B, O, dan AB. Bisa jadi golongan darah lo sama dengan orang lain.
Berarti kalo kita hanya memanfaatkan nama, tempat tanggal lahir, alamat, dan golongan darah, sebagian identitas lo bisa sama persis dengan orang lain. Kita belum bisa menciptakan identitas yang unik.
Nah, sebenarnya kita itu punya identitas lain lagi loh yang sifatnya unik dan istimewa. Dijamin cuma lo yang punya, ga mungkin akan identik sama siapapun. Dialah barisan DNA (Deoxyribonucleic Acid) manusia. Barisan DNA tersusun dari basa kode A (Adenine), T (Thymine), C (Cytosine), dan G (Guanine). Hebatnya lagi, seluruh bagian tubuh lo, dari ujung kaki sampai ujung rambut, barisan DNA selalu sama. Buat lo yang masih bingung sama DNA itu apa, gue kasih beberapa ilustrasinya ya.
Kalo lo mau belajar DNA lebih dalam, lo bisa dengerin cerita Pras tentang DNA di sini.
Analisis Kemiripan Barisan DNA
Coba bayangin, misalnya suatu saat nanti lo menikah trus lo punya anak. Secara fisik (ciri fenotip), lo punya ciri-ciri: berkulit putih, rambut lurus, hidung mancung, tinggi, dan gagah udah mirip Siwon Super Junior. Trus istri lo juga cantik, putih, rambut lurus, hidung mancung kayak personil SNSD. Trus, saat anak yang lo tunggu lahir, ternyata kulitnya hitam, rambutnya bergelombang, hidungnya pesek, pokoknya rada jauh deh sama lo. Kalo udah begini, lo tentu pasti galau kan, jangan-jangan bukan anak lo atau anak hasil titipan tetangga. Hehehe..
Sesuai hukum persilangan Mendel yang lo pelajari di kelas 9 SMP dan 12 SMA, hal semacam ini bisa saja terjadi. Anak adalah hasil persilangan dari kedua orang tua. Bisa jadi yang diwariskan oleh lo dan istri lo adalah gen resesif yang kulitnya hitam, rambut gelombang, dll tadi. Lo juga dapat mengetahui persentase kemungkinan anak punya sifat resesif yang berlawanan banget sama oarng tuanya. Btw, Gregor Mendel bisa menurunkan prinsip dasar dan pola hereditas (pewarisan sifat) karena sebelumnya dia ada background Matematika lho. Namun, persentase yang kita dapatkan dari persilangan Mendel hanya “cuma mungkin”, tidak pasti, dan kurang meyakinkan.
Nah solusinya, lo bisa melakukan uji kemiripan barisan DNA lo dan anak lo (DNA paternity test). Caranya, dokter biasanya akan mengambil darah atau rambut atau air liur atau bagian tubuh lo untuk diambil informasi barisan DNA lo. Begitupun dengan anak lo. Setelah barisan DNA diperoleh, maka oleh ahli matematika (sekarang sudah menggunakan software, contohnya ClustwaW) akan dihitung persentase kemiripan barisan DNA lo dan anak lo (Multiple Sequences Alignment). Persentase inilah yang akan menjadi alat ukur untuk menarik kesimpulan apakah dia adalah benar-benar anak lo atau bukan.
Jika kedua anak kembar dibandingkan barisan DNA-nya, persentase kemiripannya akan mendekati 100%. Tapi ngga mungkin mencapai 100%, paling 99 koma sekian sekian persen. Gimana untuk menentukan A anaknya si B? Jika barisan DNA A dan B dibandingkan, jika keduanya benar memiliki hubungan darah orang tua dan anak, diharapkan persentase kemiripannya 95–99%.
Terus, masih inget ngga tragedi jatuhnya pesawat MH 17 di Ukraina tempo lalu? Pada tragedi itu, pastinya ngga ada yang selamat. Kondisi tubuh korban pun sulit dikenali, apalagi kalo sampe terpisah-pisah bagian tubuhnya. Pertanyaannya, gimana caranya tim DVI (Disaster Victim Identification) nyocokin anggota tubuh yang terpisah tadi atau ngenalin idenditas si korban sehingga bisa di kembalikan ke keluarganya? Gimana ya?
Nah, jawabannya adalah dengan menggunakan barisan DNA.
Hampir sama dengan kasus yang pertama. Untuk bagian tubuh yang terpisah-pisah, akan diambil informasi barisan masing-masing bagian tubuh lalu dilakukan analisis persentase kemiripan. Jika ada persentase kemiripan bagian-bagian tubuh yang mendekati 100%, dapat disimpulin bagian-bagian tubuh tersebut berasal dari tubuh yang sama. Terus, untuk mengetahui identitas seperti nama, keluarga, dan lain-lain., dapat diperoleh dengan membandingkan barisan DNA korban dengan barisan DNA keluarga korban yang terdaftar sebagai penumpang maupun awak pesawat. Lagi-lagi yang dilihat adalah persentase kemiripan barisan DNA.
Rumus Matematika Analisis Kemiripan Barisan DNA
Dari tadi gue udah cerita mengenai barisan DNA dan aplikasinya, tapi gue belum cerita mengenai rumus matematikanya. Nah berikut gue kasih salinan rumus untuk analisis kemiripan barisan DNA.
Algoritma (prosedur perhitungan) yang dikembangkan Needleman-Wuncsh dapat digunakan untuk memperoleh skor kemiripan global dari keseluruhan untai DNA. Dimisalkan diberikan dua barisan, $x_i$ = $x_1x_2…x_n$ dengan panjang $n$ dan barisan $y_j$ = $y_1y_2…y_m$ dengan panjang $m$. Langkah pertama, dibentuk matriks penskoran $F$ berukuran $(n + 1)(m + 1)$. Elemen baris ke-$i$ dan kolom ke-$j$ dari matriks $F$ ditentukan oleh fungsi berikut.
(Isaev, 2004)
$s(x_i,y_j)$ adalah skor kecocokan dan ketidakcocokan antara kedua barisan kode basa DNA, sedangkan $d$ adalah nilai gap antara kedua barisan DNA. Lo perhatikan kan di gambar yang gue kasih sebelumnya, pada satu untai DNA, ga semua barisan bisa jadi gen yang bermakna untuk menentukan sifat manusia. Ada area pada untaian DNA yang ga informatif (junk DNA). Nah, ketika area ini dibandingkan dengan barisan DNA lain, ini yang dimaksud gap. $F(0,0) = 0$ adalah nilai awal yang diberikan untuk $F$, $F(i,0) = -id$ dan $F(0,j) = -jd$. Skor optimal pada pensejajaran global diperoleh pada sel terakhir atau pada elemen baris ke$-n$ dan kolom ke$-m$. (Isaev, 2004)
Algoritma Smith-Waterman digunakan untuk pensejajaran lokal untuk menghitung kemiripan segmen barisan (gen) tertentu dalam untaian DNA. Algoritma ini menambahkan nol pada fungsi $F$ menjadi:
$s(x_i,y_j)$ adalah skor kecocokan dan ketidakcocokan antara kode basa DNA, sedangkan $d$ adalah nilai gap antara kedua barisan DNA. $F(0,0) = 0$ adalah nilai awal yang diberikan untuk $F$, $F(i,0) = 0$ dan $F(0,j) = 0$. Skor optimal pada pensejajaran local diperoleh pada sel dengan nilai elemen terbesar (Isaev, 2004).
Jeng jeng… Gue ngerti kok kalo lo pasti bingung sama rumus di atas. Gue sendiri mempelajari rumus di atas selama 1 semester selama kuliah S2 gue. Hehehe. Intinya, gw cuma pengen paparin bahwa dari pemodelan rumus matematika di atas lah, bidang biological sequencing bisa berkembang dan membantu banget kehidupan manusia. Tapi gue akan kasih contoh langsung penerapan rumus di atas aja ya. Gue akan pake program ClustwaW yang di dalamnya udah dipasangin rumus di atas.
Penerapan rumus analisis kemiripan barisan DNA
1. Lo bisa dapetin barisan DNA untuk dibandingkan dari Gene Bank (bank gen) yang bisa diakses di http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Pada bagian Search, lo ketik aja barisan DNA organisme apa yang ingin lo bandingkan. Lo bisa analisis barisan DNA virus, bakteri, atau makhluk hidup lain deh. Di contoh kali ini, gue ambil 2 barisan DNA manusia (Homo sapiens). Website akan mengeluarkan barisan DNA dari berbagai manusia di seluruh dunia yang udah sukarela nyumbangin darahnya untuk dianalisis DNA dan diotak-atik para ilmuwan dengan treatment tertentu. Lo ga akan tau siapa manusia itu. Website akan menamai tiap barisan DNA manusia dengan kode tertentu.
2. Format barisan DNA nya adalah FASTA. Klik FASTA, trus akan muncul barisan DNA nya dan lo tinggal copy, misalnya ke Notepad. Trus file nya disimpen, kasih nama, misalnya “uji coba.txt”. Lo masukin kedua barisan DNA ke dalam 1 file notepad itu ya.
3. Program yang kita pakai untuk membandingkan kedua baris DNA manusia tersebut adalah ClustalW2, bisa diakses di http://www.ebi.ac.uk/Tools/msa/clustalw2/
4. Pilih file tempat penyimpanan file barisan DNA lo, tadi dimisalin “uji coba.txt”. Lo pilih Choose File.
5. Lo bisa lewati step 2, step 3, step 4, dan lo tinggal tekan Submit, sehingga menghasilkan:
6. Untuk melihat hasil uji kemiripan dua barisan DNA yang lo uji, lo tekan Result Summary dan lo tekan Percent Identity Matrix.
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa kedua barisan DNA yang kita uji memiliki persentase kemiripan 60,15%. Artinya apa? Berarti kedua manusia yang kita bandingkan ini hanya mirip 60,15%. Kedua manusia ini memiliki hubungan kekerabatan yang jauh.
****
Nah, itu tadi cerita gue tentang Matematika dan aplikasinya. Lo akan mulai menyukai sesuatu dan lebih cepat tanggap mempelajarinya kalo lo tau asal-usul sesuatu itu, gunanya apa, dan sejauh mana manfaatnya untuk kehidupan. Yang jelas, kalo mau mengaplikasikan Matematika, lo harus kuasai materi-materi dasarnya dulu. Buat lo yang masih SMA, lo gue saranin pelajarin matematika jangan hanya menghapal, tapi lo coba untuk tau darimana datang rumus-rumus, konsep dasarnya seperti apa, dan kira-kira manfaat nya apa. Kalo lo ga nemu di buku, mungkin lo bisa tanya ke guru lo, kalo belum juga nemu lo bisa buka di zenius.net. Oyeah..
Sumber gambar:
Dimodifikasi dari http://www.ashg.org/education/everyone_1.shtml
http://montessorimuddle.org/2013/04/29/beading-dna/
www.kau.edu.sa
http://www.paulmasua.com/2012_12_11_archive.html
http://www.paternitytestkit.org/wp-content/uploads/2011/05/paternity_test.png
—————————CATATAN EDITOR—————————
Kalo ada di antara lo yang mau ngobrol atau diskusi sama Hengki tentang analisis kemiripan DNA ini, langsung aja tinggalin comment di bawah artikel ini ya. Buat lo yang masih berpikir kalo rumus Matematika itu ga penting, kita saranin lo baca tulisan yang ga kalah keren satu ini.
wahh keren kk…
duhh jdi bertekad bulat buat masuk fmipa-kimia.
jurusan kimia ada blajar seperti hal ini gak kk?
Coba kamu cek “Biokimia” deh
jadi tertarik juga buat masuk biokimia 😀
TQ ya nisa.. Matematika juga bisa diaplikasikan di kimia, contohnya ketika lo akan melakukan ekperimen tentang pengaruh zat kimia A,B,C,D terhadap Suatu penyakit, maka lo pasti akan mengumpulkan data dari observasi-observasi yang lo lakuin, analisisnya menggunakan analisis varian (ANOVA).
softwarenya clulstalW ada juga clustalX,. bukan clustwaW kak,..
Yups Bener, software yang bisa dipakai bukan cuma Clustalw, tapi juga ada yang lain, misalnya kyak ClustalX, ClustalOmega, DNA dynamo, Matlab, Oktave, dll.
Yupss bener banget. matematika itu keren abis.
Artikel ini sangat bagus. (y)
~ Matematika UNPAD 2014 ~
Thank u ya bro..
Boleh request post lagi gak? postnya bahas keterkaitan matematika dengan ilmu-ilmu sosial gitu, soalnya maish banyak pandangan awam yang mengidentikan matematika itu sebagai IPA dna gak nyambung sama sekali sama IPS.
Trims.
iya bener kok,saya muridnya bang hengki,ngerasain juga kok haha
Murid yg baik.hehe
WOW,baru nemu gue matematika berasa biologi. soalnya,matematika yg gue temuin di bidang sains kebanyakan antara fisika ama kimia.
apakabar dengan mendel? tanpa matematika hukum mendel gk akan ada dan tanpa hukum mendel evolusi gk akan terbukti 🙂
jadi inget sequencing DNA di game Assassin’s Creed series, haha.. ngomong2 saya ada pertanyaan agak mengarah pada biologi, gini pertanyaannya:
1. saya tau manusia punya 23 psg kromosom
2. saya tau di dalam 23 pasang itu ada kode protein ATGJ yg masing2 kombinasi membawa sifat fenotip dan genotip
nah dari 2 atribut di atas, saya bingung memetakannya di mind-map. saya bingung dgn keterkaitan posisi gen & dna. maksudnya apakah
dna itu ada di dalam gen, atau gen ada di dalam dna, terus kromosom itu posisinya dimana? didalam gen/dna? atau justru di dalam kromosom itu terdapat dna/gen. mohon pencerahannya, thanks zenius
Oke jadi gini. Misalnya manusia nih. Lo bisa sambil perhatiin ketiga gambar tentang DNA yang disertain di atas.
Manusia terdiri buanyak sel.
Ambil satu sel.
Dalam sel, ada inti sel.
Dalam inti sel, ada 23 psg kromosom.
Ambil 1 benang kromosom.
1 benang kromosom yg diambil tadi, kayak benang jahit, lo stretch (rentangkan). Lo bisa liat kan, benang jahit terdiri dari serat-serat benang. Nah, analoginya, serat yang menyusun benang jahit = DNA di benang kromosom. Jadi, kromosom terdiri dari (tersusun atas) buanyak barisan DNA.
Tapii.. ga semua barisan DNA sepanjang kromosom memiliki “makna”. Maksudnya, bisa ditranslate menjadi sifat manusia. Hanya segmen barisan DNA tertentu yang bisa dipake buat mendefinisikan sifat manusia. Segmen barisan DNA yang bisa mendefinisikan sifat manusia inilah yang disebut dengan GEN.
Lo bisa liat di gambar 1 dan khususnya gambar 3, cuma part2 tertentu aja kan dari sepanjang untai benang kromosom yang “bermakna”, misalnya mendefinisikan sifat rambut keriting, hidung mancung, dll.
Pada satu untai benang kromosom, cuma 3% barisan DNA yang bisa jadi GEN. Sisa barisan yang ga bermakna (97%) disebut dengan “junk DNA (DNA sampah)”
Jadi, gw rangkum ya:
Manusia -> sel -> inti sel -> kromosom -> gen -> DNA
Semoga membantu 🙂
bagus ka. makasih infonya. jadi makin semangat belajar mtk nih 😀
asik juga nih mat .. oh ya BTW ada buku tentang konsep dasar mat gk ? atau buku tentang konsep dasar about scients biar itunya kuat *sekalian haha thanks yak
“Junk DNA” bukan diartiin DNA sampah sih. Walau awalnya disangka non fungsional, tapi banyak temuan baru tentang daerah “junk” ini setelah Human Genome Project (HGP) selesai. Bahkan sebelum HGP taun 1980an, analisis short tandem repeat (STR) yg ada di daerah “Junk” dipake buat identifikasi DNA fingerprint di Inggris. Apalagi sekarang, daerah promotor gen (untuk aktivasi mRNA lakuin transkripsi), beserta TATA box dan regulator melibatkan daerah “junk”.
Hipotesis bahwa, daerah “junk” adalah sampah, gugur karena banyak kemajuan di Bionformatik sendiri. Masalah di Bioinformatik yg ngurusin analisis sekuens DNA bukan kurangnya data. Justru data sekuens DNA udah bejibun. Craig Venter setelah selesai HGP makin nyempurnain shotgun technique untuk mempersingkat proses sekuensing DNA. Mirip dengan Moore’s law, kecepatan komputasi berlipat dua setiap 18 bulan. Begitu juga biaya dan waktu sekuensing DNA, makin ke sini makin murah. Masalah utama Bioinformatika, adalah analisis datanya. Jadi ga bisa lompat ke kesimpulan daerah non fungsional di genom adalah sampah.
Salah satu temuan untuk daerah “Junk” ini bisa dibaca di blognya Carl Zimmer. Disana dibahas gen-gen non fungsional yg megang peranan dalam pembentukan plasenta di mamalia, yg merupakan modifikasi dari gen yg diinfeksikan virus selama jutaan tahun dalam jalur evolusi mamalia. Lagipula, ide awal “junk” DNA ini gara2 ditemuin adanya transposon, jumping gene. Gen yg ga ada korelasi ke protein, tapi terus mengkopi diri. dan pindah2 lokus. Silahkan baca tulisan ringan untuk sejarah “junk” DNA
http://phenomena.nationalgeographic.com/2014/05/09/the-case-for-junk-dna/
Dan satu tulisan lagi dari jurnal PLoS One tentang debat “junk” DNA
http://www.plosgenetics.org/article/info:doi/10.1371/journal.pgen.1004351
Terakhir, komparasi dua sekuens DNA lewat FASTA ga bisa secara acak memasukkan sekuen DNA atau daerah “Junk” atau non fungsional. Loci yg dibandingkan harus sama dari kromosom yg sama. Karena region DNA yg berbeda kalau dibandingkan akan hasilin perbedaan tapi ga menunjukan dekat atau jauhnya kekerabatan. sistem CODIS di Forensik FBI biasanya pake loci di kromosom nomor 7, untuk analisis STR atau mikrosatelit.
Analoginy gini, klo kita bandingkan dua buku sastra, yg isinya sama2 terdiri dari 26 huruf (analogi 4 nukleotida). Maka buku Great Gatsby dan buku Bumi Manusia yg sama2 bercerita tentang tahun 1920an akan punya kemiripan yg tinggi. Tapi apakah gitu? kalau unit pembandingnya adalah kata (analogi gen di genetik), bukan jumlah dan sekuens huruf, maka baru kelihatan kata apa aja (gen apa aja) yg ada di Novel Bumi Manusia dan kata apa aja yg ada di Great Gatsby. Hal yg sama juga di komparasi dua sekuens gen.
Hemat gw sih, pemahaman evolusi wajib dipahami untuk melihat adanya keterkaitan gen di lokus tertentu. dan juga gimana gen-gen pembanding antar taksa yg berbeda tapi terpreservasi dalam daerah “junk”. Dan lagi pula Bioinformatika masih berkutat di permasalahan, karakter apa yg bisa dipake untuk pembanding? apakah lokus tertentu konstan diturunkan antar generasi? atau ada mutasi yg cepet dan merubah sekuens STR dalam 1 generasi?. Belum lagi masalah Homoplasy, dimana karakter gen tertentu bisa muncul di dua sample berbeda tapi ga ada hubungan kekerabatan di keduanya.
Dobozhansky bener waktu bilang
“”Nothing in Biology Makes Sense Except in the Light of Evolution”
Kak pras teori kehidupan itu yang bener teori evolusi atau teori kreasionis sih? Soalnya di satu sisi pemahaman evolusionis kadang banyak salahnya kayak yang digamblangin sama Harun Yahya,tapi di sisi lain kadang ya juga ada benernya. Kalo ngeliat teori kreasionis sendiri emang pertama” ada benernya,tapi lama” ya agak klise juga pemahamannya. Ditambah lagi banyak penemuan” yang menyatakan bahwa emang ada benernya juga teori evolusi. Itu menurut kakak yg lebih tepat yang mana? Kalo bisa request blog ya kak tentang sepak terjang teori evolusi di dunia sains 🙂
Hai ziadbwdn, Harun Yahya/Adnan Oktar adalah seorang penipu yg telah ngaku2 sbg seorang ilmuwan padahal dia sama sekali tidak memiliki pengalaman sebagai seorang scientist sebelumnya. Dia mengelabuhi begitu banyak masyarakat dgn bukunya yang berjudul Atlas of Creation yang seolah-olah memberikan begitu banyak pembelaan terhadap teori kreasionis.
Faktanya, buku itu dapet byk kritik tajam, terutama di kalangan scientist (kali ini scientist beneran yaaw) dan byk ahli yg udah mengabdikan diri di bidang biologi selama puluhan tahun. Kalau kamu melihat secara seksama pada buku itu, banyak banget gambar yang main asal comot dari blog orang lain looh, bahkan ada beberapa gambar editan yang gak niat di buku itu. Kalo kamu kebetulan punya bukunya, coba dee buka halaman 244. Disitu ditunjukan sebuah “fosil” serangga. padahal sebetulnya gambar tersebut diambil dari foto kail pancing berbentuk serangga (coba kamu lihat gambar sebelah kanan masih terdapat mata kail pancingnya lho!) wkwkwkwk….
http://www.grahamowengallery.com/fishing/fly-tying/atlas-of-creation.jpg
Selain itu, Harun Yahya juga pernah dipenjara selama 3 tahun di Turki karena berbagai macam kejahatan seperti pemerasan, kepemilikan senjata api ilegal, dan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur.
Coba kamu google aja wikipedianya Adnan Oktar, semuanya tercantum jelas disitu.
http://en.wikipedia.org/wiki/Adnan_Oktar
Setuju dengan komentar Ridwan. Sains bekerja dengan dasar skeptisme dan dapat difalsifikasi dengan data terbaru. Harun Yahya bukan membuat buku sains tapi membuat buku dengan basis keimanan. Dalam sains butuh data empiris, observasi langsung atau tidak langsung, logika berpikir, analisis statistik yg rigid. Bahkan jika ada dua data yg berkorelasi, belum tentu saintis menyimpulkan kausalitas dua data tersebut. Belum lagi Peer Review (bahasa indonesianyaMitra Bestari) pengawasan ketat dari kolega yg Meneliti bidang yg sama. Jika ada temuan baru di sains, temuan itu harus bisa direplikasi oleh peneliti lain dengan variabel yg sama dan hasil yg sama. Tanpa itu semua, maka hal tersebut bukanlah sains.
Harun Yahya, menulis berdasarkan asumsi, pendapat org2 yg tidak dapat difalsifikasi temuannya, dan bukan berdasarkan data empiris. Data2 empiris yg dikemukakan di bukunya, seakan-akan adalah data yg bagus. Tapi telaah lebih jauh ternyata banyak kesalahan mendasar. Pertama, dia banyak memotong pendapat dan opini org yg dikutip sehingga merubah makna aslinya. Kedua, dia banyak mengutip ahli yg tidak sesuai bidangnya, kesalahan logika yg biasa disebut appeal to false authority. Ketiga, dia ga punya latar belakang sains ataupun Biologi untuk membahas secara runut, lebih2 menyangkal teori yg sudah mapan di Biologi. Bukan berarti Sains bersifat eksklusif, tapi kita emang dibiasakan untuk paham dulu suatu materi, baru mengkritik jika ada kelemahan. Suatu hal yg dibalik oleh Harun Yahya 😀
Gw juga awal belajar evolusi, di tingkat 2 aga skeptis sama teori ini, cenderung negatif malah. Tapi setelah abis baca textbook Evolution nya Ridley, jalan2 ke hutan lihat game theory di Owa Jawa, blusukan ke bakau lihat burung raja udang praktekin strategi hawk & Dove, snorkling liat diversitas terumbu, bantuin temen morfometri spesimen dan bikin pohon filogeni serta kekerabatan spesies dan kerja di lab ngitung kecepatan enzim plus analisis sisi aktifnya pake kristalografi. Maka gw memutuskan, ga lagi ragu2.
Gw harus bersikap objektif dengan semua data yg gw liat, dengar dan pikir. Karena Evolusi benar2 terjadi maka gw ga ‘percaya’ teori evolusi, gw MENERIMA teori Evolusi. Karena kata ‘percaya’ digunakan untuk keimanan yg ga memerlukan bukti. Tapi MENERIMA, adalah mengakui jujur mengakui keabsahan teori evolusi berdasarakan fakta dan data empiris. 😀
Wow,penjelasan yang super dari kak pras en kak ridwan. Sekarang gue bener-bener paham kayak gimana “scientist” yang sebenarnya,terutama di bidang biologi. Thanks kak 🙂
keren banget, subhanallah.
Sebenernye gue seneng sama matematika, cuma banyakan temen gue yang gak suka matematika min.
Izin share ya minn 🙂
ahhh thank’s ka 😀
saya ingin mengetahui lebih jelas rumus yang menganalisis kemiripan barisan DNA boleh ka? kalo bisa balas secepatnya, karena sangat diperlukan secepatnya
dan gue lah salah satu orang yang pernah berkoar “buat apasih rumus itu?” =_=
tapi sekarang gue kagum sama math 😀
thanks kak pencerahannya muehehe :3
kak mohon infonya, z lg penelitian tugas akhir, tp z nda tau nilai apa yang dihitung spy kt tahu persentase kesamaan pada persejajaraan DNA pada algoritma needleman-wunsch dgn menggunakan software matlab, mohon infonya kak,,
wah keren kak hengky.
Nah kebetulan gue mahasiswi fmipa mtk semester 5 yg sampe sekarang masih terombang-ambinh buat mikirin judul skripsi gue. Gue berminat di peminatan aktuaria,tp ga ada kepikiran sedikitpun nanti gue mau neliti apa. Mohon pencerahannya kak,gue pengen buat sesuatu yang unik.Bisakah kita berbagi???
Thanks banget ya buat ka hengki.. btw itu siapa kak nama dosen yang asyik banget yang membuat kaka jd tergila-gila dan membuat artikel ini?? dan itu di semester brapa, nama matkulnya apa ka?? biar bisa milih dosen itu saat ngisi irs.. hehehe salam ka dari Litha, maba matekUI2015 🙂
masih ga gerti , but i like mathematic
Mas,S2 Matematika UI peminatannya ada apa aja ya?
Tks.
Rekomendasiin dong buku bacaan matematika lainnya yang setelah membacanya membuat terinspirasi